Kisah Mantan Perampok Sakti yang Kini Bangga Jadi Warga NU.
Sore jelang maghrib kemarin saya kedatangan tamu yang malam sebelumnya sudah datang dan jagongan sampai jam 23.00. Tamu istimewa yang kemampuan ingatannya di atas rata-rata itu adalah Kiai Dafid Fuadi, kiai kampung yang sangat aktif ngisi ngaji dari kampung ke kampung. Kiai Dafid juga kiai medsos. Lengkaplah sudah.
Lalu apa gerangan kok datang dua kali? Ternyata mijatkan anaknya yang di pondok dengan membawa tukang pijat andalannya dari Kediri, sebut saja Mbah Sap.
Tentu saya yang hobi pijat langsung minta dipijat juga (maka kalau kalau pembaca tulisan ini ada yang suka memijat, silakan datang ke Tambakberas hehe). Sambil mijat kita omong-omong ngalor-ngidul.
Lalu Mbah Sap tanya ke saya apa sirri (rahasia) menanam pohon bambu kok banyak mengelilingi rumah saya. Tentu saya hanya bilang pohon bambu itu kuat dan tahan angin (masalah sirri yang saya tahu kok malah nikah sirri ya……).
Eh dia malah jawab sendiri, bahwa biasanya orang yang punya ilmu dalam itu rumahnya banyak ditanami pohon bambu. Tentu saya yang gak punya ilmu dalam maupun ilmu luar itu hanya diam saja. Karena saya memang bukan ahlinya daleman.. Eit…
Pengalaman dia selama mengembara mencari ilmu juga begitu, salah satunya gurunya yang dari Banten bernama Mbah Mad yang bertapa di gunung Klotok Kediri juga sekitar gubuknya ditanami bambu. Oh ya, Mbah Mad ini termasuk yang menyadarkan Mbah Sap dari “profesi” merampoknya.
Lalu Mbah Sap berkisah juga bila desanya dulu adalah banyak PKI, yang santri hanya orang tuanya. Semua kakak dan adiknya dipondokkan, tapi Mbah Sap lebih suka mengembara, pernah ke Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya (Papua).
simak artikel terkait Kisah Mantan Perampok Sakti yang Kini Bangga Jadi Warga NU di sini
Mbah Sap bsrcerita juga adiknya yang tahun 1970an mondok dan menghafalkan Quran di Tebuireng pernah selesai khatam lalu i’tikaf di masjid pondok. Saat i’tikaf muncul orang tua yang ngasih batu cincin yang disebut akik pirus ster. Batu dismpan di tas lalu si adik pergi khataman ke Batu Ampar, Madura. Sepulangnya dari Batu Ampar, si adik kayak ndleming dan kalau berontak sangat kuat. Lha Mbah Sap sebagai kakak ditugaskan untuk menjaganya. Lalu setelah dibacakan ayat ayat dan nariyah, kelihatan oleh Mbah Sap di tas adiknya ada orang tua. Ternyata tas itu ada akik dan pungkasan cerita Mbah Sap yang disuruh membawa cincin.
Cincin ini aneh, suatu saat Mbah Sap mengembara ke Kalimantan dan cincin ditinggal di Kediri, namun setiba di Kalimantan cincin sudah ada di sakunya. Mbah Sap juga punya pengalaman sewaktu pergi ke Sumatera dicegat preman dan dibacok, malah tubuhnya memercikkan api. Ape loe, ape loe, mau bilang syirik hehehe….
Pengalaman hidupnya saat sebelum kawin sekitar tahun 1975 an Mbah Sap pernah di pusaran dunia gelap. Berbekal ilmu yang dia dapatkan dari banyak guru kejadugan, Mbah Sap menjadi pencuri dan perampok. Mbah Sap pernah merampok di Kediri kota, Tulung Agung, Blitar, dan Malang.
Kisah penggarongan di Tulungagung akan saya nukilkan. Mbah Sap bersama lima temannya sepakat mencuri di sebuah toko besar milik etnis tertentu (oh ya, Mbah Sap tidak mau mencuri milik orang kecil). Mbah Sap sebagai yang punya “kelebihan” oleh para pencuri harus berangkat duluan untuk “nggambar”, yakni membaca situasi kondisi.
Siangnya dia pergi duluan dengan naik sepeda motor. Sesampai di sekitar lokasi, dia cari kuburan lawas (keramat) untuk upacara ritual berupa membaca mantera sambil menghadap matahari sore. Saat matahari pas tenggelam, Mbah Sap langsung ambil tanah kuburan untuk siwer atau untuk disebar ke sekitar sasaran.
Benar, setelah hitungan tepat, dan Mbab Sap telah menyiapkan senter 6 buah untuk teman-temannya, ternyata temannya tidak datang. Karena hitungan waktu sudah masuk, dan lima temannya belum datang, maka Mbah Sap nekat mencuri sendirian. Berhasil mencuri lalu pulang (Oh ya, kata Mbah Sap, kalau koyakan atau konangan maka strateginya adalah menuju kuburan yang siangnya udah diomat amit, karena dipastikan aman. Dan kata Mbah Sap, bila suatu waktu mencuri kok konangan, maka mereka akan berhenti setahun untuk memperdalam ilmunya. Bayangkan, untuk keburukan saja begitu telaten, andaikan ketelatennya untuk hal yang baik….).
Sepulang dari mencuri, biasanya uang dihamburkan untuk acara tayuban dan teman temannya banyak yang minuman memabukkan seperti minuman cap kontol (baca huruf o kayak baca toko, jangan kayak baca lontong) plus dibagi-bagikan kepada orang-orang tua yang tidak punya pekerjaan di sekitar desanya. Mbah Sap tidak pernah minum maupun madon tapi hanya merampok dan judi, kenapa? Katanya rata-rata maling yang ketangkap kok yg suka minum dan madon.
Mbah Sap berhenti dari merampok saat petrus tahun 1983 dan ketemu Mbah Mad di Klotok. Oh ya, petrus adalah saar banyak maling, perampok dan lain-lain yang diciduk serta ditembak aparat, lalu mayatnya dibungkus karung dan dibuang di desa-desa. Saat itu teman-teman Mbah Sap juga diciduk. Mbah Sap selamat dan satu temannya lagi dilarikan Mbah Sap ke Lampung dengan diantar sampai Jakarta.
Setelah tobat tidak mencuri Mbah Sap menikah. Beberapa waktu kemudian, Mbah Sap ingin ke Riau dengan berbekal uang Rp. 40 ribu. Uang segitu cukup untuk transportasi ke Riau dan malah sisa 500 rupiah.
Sampai di Riau, Mbah Sap sudah tidak punya bekal, maka solusinya tidur sekitar terminal dengan menahan lapar.
Kebetulan kata Mbah Sap beberapa jam kemudian ada tiga orang Melayu sehabis dari hutan mencari pohon tertentu (entah gaharu atau apa gitu). Orang Melayu ini omong-omong tentang kisah kegagalannya, yakni gagal mengambil pohon yang sudah ditebang. Karena saat mau diambil dalamnya dengan dibelah, ada saja masalahnya, biasanya sakit, dan peristiwa itu sudah tiga kali dialami orang Melayu itu. Mbah Sap yang lapar dan masih lebih muda dibanding orang melayu memberanikan diri ikut nimbrung.
Mbah Sap bilang, siap membantu. Dengan agak meragukan kemampuan Mbah Sap, orang Melayu itu mencecar pertanyaan. Mbah Sap bilang, itu gampang. Maka Mbah Sap dibelikan makanan dan janjian besoknya akan diajak masuk hutan.
Paginya, Mbah Sap dan tiga orang Melayu berjalan kaki menuju hutan. Perjalanan kaki ditempuh lima jam. Mbah Sap bilang, orang Melayu pintar agar tidak tersesat, mereka menandai rutenya cukup dengan pohon yabg ada di hutan dipecok (alat memotong kayu).
Sampai di lokasi, mereka menyiapkan tempat di atas pohon untuk istirahat sambil menurunkan alat alat memasak yang memang sengaja dibawa.
Larut malam, orang Melayu naik ke gubuk, dan Mbah Sap malah tetap di bawah. Diingatkan oleh orang Melayu berbahaya bila di bawah. Mbah Sap tetap pada pendiriannya. Sambil baca baca wiridan, sekitar jam dua malam ada macan putih, tentu Mbah Sap kaget. Ternyata macan itu melompat dan masuk ke pohon gaharu itu.
Paginya pohon itu bisa dibelah dan tidak terjadi apa apa. Setelah dibelah diambil dalamnya yang besarnya sepaha orang dewasa. Pohon itu dijual seharga 8 juta. Mbah Sap akan diberi 2 juta, tapi hanya minta 400 ribu saja. Uang segitu waktu itu sudah banyak sekali kata Mbah Sap.
Selesai dari Pakanbaru, Mbah Sap pergi ke Lampung untuk mengunjungi teman mantan perampok yang menurut kabarnya ada di suatu daerah di Lampung. Nah, saat perjalanan sampai di terminal Rajabasa, Mbah Sap dipalak tiga preman. Tak pelak lagi, Mbah Sap melawan, si preman membacok tubuh Mbah Sap, percikan api muncul dan tubuh tidak luka. Maka Mbah Sap memukul slah satu preman, si preman yang besar itu terlempar tiga meteran. Namun apa yang terjadi, Mbah Sap malah ditahan polisi yang hingga sore tidak dikasih makan.
Saat piket jaga polisi ganti, polisi yang piket baru tanya tentang Mbah Sap dari mana, apa tujuan dan apa sudah diberi makan. Mbah Sap.lsg jawab belum. Polisi yang ternyata dari Peterongan Jombang itu lsg ngajak ke warung dan malah Mbah Sap diantar ke lokasi yang dituju. Sesampai di lokasi, Mbah Sap ketemu temannya yang mantan perampok. Ternyata temannya ini masih jadi preman dan malah menjadi bos preman di Rajabasa. Kebetulan yang memalak Mbah Sap itu anak buahnya. Maka tak pelak mereka dihukum oleh bosnya ini karena telah berani memalak Mbah Sap.
Mbah Sap memungkasi, temannya saat itu belum tobat mungkin karena saat bayinya tidak diadzani telinganya oleh orang tuanya.
Saat ini Mbah Sap yang sebetulnya punya kemampuan itu lebih memilih jualan sayuran ke pasar di Pare dan aktif acara NU.
****
Saya sudah izin Mbah Sap kalau kisahnya mau saya tulis. Saya juga izin foto akan saya muat. Tapi berdasar pertimbangan saya sendiri, foto saya kaburkan. Terima kasih Kiai Dafid telah memfotokan hehe….
18 Januari 2020
Penulis: Ainur Rofiq Al Amin, dosen UIN Sunan Ampel Surabaya, tinggal di Pesantren Tambakberas Jombang.
_______________
Semoga artikel Kisah Mantan Perampok Sakti yang Kini Bangga Jadi Warga NU ini memberikan manfaat dan keberkahan untuk kita semua, amiin..
simak artikel terkait Kisah Mantan Perampok Sakti yang Kini Bangga Jadi Warga NU di sini
simak video terkait di sini