Kisah Kebijaksanaan dan Cara Mengajar Para Guru Mathole’ Kajen

Mathole'

Jamal Ma’mur Asmani, Dosen IPMAFA Pati.

Perguruan Islam Matholiul Falah (PIM) Kajen Pati dengan pertolongan dan Taufiq Allah Subhanahu Wa Ta’ala, mampu melahirkan generasi masa depan berkualitas tinggi yang memberikan kontribusi besar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Bacaan Lainnya

Salah satu faktor kuncinya adalah guru-guru yang alim (pintar), Amil (mengamalkan ilmu), Abid (ahli ibadah), wari’ (ahli wirai), Zahid (ahli Zuhud), dan Faqih fi mashalihil khalqi (peka terhadap kemaslahatan makhluk).

Ada pepatah:

الطريقة اهم من المادة والاستاذ اهم من الطريقة 
Metode mengajar lebih penting dari materi. Namun, kualitas guru lebih penting dari metode.

Artinya, sebaik apapun metode mengajar, tidak akan efektif di tangan guru yang kualitasnya rendah. Guru yang berkualitas tinggi secara otomatis mempunyai metode mengajar yang efektif, apakah meniru guru-gurunya atau mengadopsi metode baru, atau menciptakan metode sendiri.

PIM mempunyai guru-guru yang berkualitas tinggi dalam mengawal proses belajar mengajar para santrinya dalam rangka melahirkan generasi masa depan shalih-akram. Guru-guru PIM yang sempat mengajar penulis dan saat ini sudah meninggal, antara lain:

KH Zainuddin Dimyati

Kelas 1 Aliyah, saya diajar kitab Bulughul Maram bab akhir. Pada waktu kelas 2 dan 3 Aliyah, saya diajar kitab Muqaranatul Madzahib (perbandingan madzhab).

Beliau adalah sosok guru yang alim. Salah satu buktinya, beliau menurut sumber yang saya terima, sosok guru yang menulis kitab Muqaranatul Madzahib. Bahkan dalam proses penulisan ini, KH MA Sahal Mahfudh meminjami banyak kitab kepada beliau sebagai bentuk support dan motivasi besar kepada guru-guru yang alim dan kreatif.

Menurut cerita anaknya Gus Fatih, Kiai Zainuddin Dimyati juga punya idarah mengajar guru-guru PIM di ndalemnya sebagai pengakuan kedalaman ilmu beliau sehingga menjadi rujukan guru-guru PIM.

Selain belajar di PIM, beliau mengaji ke Mbah Muhammadun Pondowan, ayah KH M. Aniq Muhammadun.
Ketika kelas 3 Aliyah akhir, beliau memberikan ijazah manaqib Syekh Abdul Qadir Jailani kepada para murid dan memberikan pesan berharga dalam forum shilaturrahim calon متخرجين،  yaitu:

فالعلم بالدرس قام وارتفع 
Ilmu dengan dipelajari akan tegak dan tinggi

Artinya, jangan sampai melupakan tugas mengajar sesuai ilmu yang dimiliki. Dengan mengajar, seseorang pasti belajar dan berusaha menambah ilmu yang dimiliki. Mengajar tidak harus di lembaga formal, tapi juga bisa di masjid, mushalla, dan di rumah. Di semua tempat di mana di situ ada guru dan murid, maka proses pembelajaran bisa dilakukan.

Proses ini akan lebih dahsyat hasilnya jika disertai dengan himmah aliyyah (cita-cita tinggi) dan ijtihad (mencurahkan segala kemampuan untuk mencapai tujuan).

  1. Nurhadi Pesarean

Penulis bertemu K. Nurhadi seja kelas 1 Aliyah. Beliau mengampu Tafsir Jalalain. Keramahan, kesantunan, dan kasih sayangnya kepada anak Didik luar biasa. Beliau tidak marah ketika melihat anak didiknya tidur di kelas. Beliau selalu tersenyum yang membuat anak Didik bersemangat dan antusias mendengarkan penjelasan dan keterangan yang berharga.

Salah satu kenangan diajar Tafsir Jalalain beliau adalah syiir yang membandingkan Musa yang dididik Firaun jadi Nabi dan Musa yang dididik malaikat Jibril jadi kafir, yaitu:

وموسي الذي رباه فرعون مرسل / وموسي الذي رباه جبريل كافر 
Musa yang dididik Fir’aun jadi Rasul, sedangkan Musa (Samiri) yang dididik Jibril malah kafir.

Beliau sosok yang istiqamah dan rendah hati, tidak menonjolkan ilmu yang beliau miliki. Mengajar dengan tenang dan bertahap dengan mengedepankan pemahaman dari pada mengejar target kuantitas materi adalah ciri khas K. Nurhadi.

Ketika beliau sedang sakit, penulis sering berkunjung shilaturrahim ke ndalem beliau. Kebetulan penulis dipasrahi mewakili pelajaran yang diampu beliau pada waktu beliau sakit, yaitu mengajar kitab Muqaranatul Madzahib bab zakat.

Salah satu pesan beliau kepada penulis adalah ketika punya hajat apapun, jangan lupa membaca Hadlrah kepada Syekh Ahmad Mutamakkin dan Syekh Ahmad Wiropadi Pasucen sebagai wali desa Kajen dan Pasucen, tempat kelahiran penulis.

Beliau sosok yang sangat mengagungkan guru. Menurut cerita teman, K. Nurhadi ini ketika bulan puasa, malam harinya setelah tarawih digunakan untuk mengajar di Pondok Pesantren Maslakul Huda yang diasuh gurunya KH MA Sahal Mahfudh. Beliau justru membaca kitab di pondok beliau sendiri (Pondok Pesarean) pada pagi hari. Ini menunjukkan penghormatan besar beliau kepada seorang guru sebagai kunci memperoleh ilmu yang bermanfaat.

Ingat dawuh dalam kitab Ta’limul Muta’allim:

ومن تعظيم العلم تعظيم الاستاذ 
Termasuk cara mengagungkan ilmu adalah mengagungkan seorang guru

Bahkan dalam syair dijelaskan:

أن المعلم والطبيب كلاهما / لا ينصحان اذا هما لم يكرما 
Sesungguhnya guru dan dokter keduanya tidak bisa memberikan resep kebaikan fisik dan spiritual, jika keduanya tidak dimuliakan.

KH Ali Fattah Ya’qub

Ini termasuk guru yang sangat istimewa bagi penulis. Selain mengajar di kelas, beliau adalah sosok yang aktif membimbing kami di forum Bahtsul Masail pelajar. Ketika kami aktif di Tim Bahtsul Masail (TBM) HSM PIM, Kiai Ali Fattah Ya’qub membimbing kami dengan tulus dan penuh semangat melihat ghirah para santri dalam muthalaah dan munadharah ilmiyyah.

Saat penulis duduk di kelas 1 Aliyah PIM, beliau mengajar materi manthiq, arudl, dan balaghah. Beliau mengajar tanpa membawa kitab, hafal, dan menjelaskan kandungan ketiga kitab tersebut dengan bahasa Arab. Murid-murid yang belum paham, harus bertanya dengan bahasa Arab. Tentu ini pengalaman yang luar biasa. Beliau melatih keberanian berbicara dalam bahasa Arab dan melatih mental berbicara di depan publik. Kemampuan ini sangat penting sebagai pondasi mental yang menentukan bangunan di atasnya.

Ketika ada Bahtsul Masail di Kudus, beliau menemani kami (penulis, Dr. Ali Subhan, dan KH. Ahmad Zakki Fuad Blora). Pada waktu jalsah ula, ketika kami terlibat perdebatan tajam dengan peserta dan seorang guru pembimbing dari madrasah lain, beliau tidak membela kami. Bahkan beliau menyarankan supaya guru tidak memihak, karena ini adalah ajang atau wahana aktualisasi siswa, sehingga membiarkan mereka secara leluasa mengekspresikan pemikiran adalah cara yang baik agar kemampuannya berkembang pesat. Beliau dalam hal ini menjadi sosok yang teduh, ramah, santun, dan mampu membimbing dan memotivasi kami untuk meraih prestasi yang tinggi dengan kesungguhan dan kemuliaan Budi.

KH Nur Hamid Anas

Beliau mengajar kitab Tarikh At Tasyri’ Al Islami karya Abdul Wahab Khalaf. Beliau sosok yang ramah, teduh, dan santun. Beliau mengajar kitab ini secara bertahap dan penuh ketenangan. Beliau tidak mengejar target, karena lebih mementingkan pemahaman anak Didik. Beliau tidak marah melihat anak didiknya kadang tertidur ketika pelajaran dimulai dalam kelas.

Menurut cerita, KH Nur Hamid Anas pernah belajar di Pondok Sarang. Bahkan di pondok ini beliau belajar dengan KH MA Sahal Mahfudh ketika Kiai Sahal sedang belajar di Sarang.

Beliau sosok yang memperhatikan regenerasi dengan melihat kemampuan anak didiknya. Anak didiknya disarankan menekuni bidang yang menjadi keahliannya. Bidang-bidang yang jarang diminati, beliau menyarankan untuk untuk ditekuni supaya kehidupan berjalan secara seimbang dalam proses mencapai tujuan. PIM misalnya, tidak hanya membutuhkan guru dalam bidang agama saja, tp juga membutuhkan guru dalam bidang umum, seperti bahasa Inggris, matematika, geografi, PKN, dan lain-lain.

KH Ma’mun Mukhtar

Pengasuh Pondok Pesantren Buludana Kajen ini adalah sosok guru yang khas. Beliau mengajar dengan Suara yang tegas, mengecek tingkat pemahaman siswa secara cermat, dan menjelaskan materi secara gamblang.

Beliau sosok guru yang lebih mengedepankan pemahaman dengan keterangan yang panjang. Jika ada siswa yang tidak paham dipersilahkan bertanya. Beliau mengajar fiqh Tahrir dan kitab yang menjelaskan istilah fiqh, yaitu Tsamawarul Hajeniyah (الثمرات الحاجنية) karya KH MA Sahal Mahfudh.

Beliau sosok yang istiqamah di Kajen, tidak keluar dari Kajen, produk asli Kajen yang jadi. Beliau belajar di PIM dan kepada para kiai di Kajen, kemudian menekuni ilmu di Kajen dan mengasuh Pondok Buludana yang dirintis oleh ayahanda beliau, yaitu KH. Mukhtar.

Ketika sowan bodo saat Syawal, beliau memberikan ijazah doa; Ya Allah, kulo nyuwun Jenengan Toto dan cukupi. Doa ini seyogianya terus dipanjatkan supaya Allah menempatkan seseorang dalam tempat yang berkah dan dicukupi rizkinya.

Kisah yang sering disampaikan kepada kami adalah dengan istiqamah mengajar secara ikhlas, insya Allah pintu Rizki dibukakan Allah. Justru jika seseorang meninggalkan kewajiban mengajar, sedangkan Allah memberi amanah ilmu padanya, maka usaha yang dirintisnya akan Berujung pada ketidakberkahan atau kegagalan. Mengajar pada seorang yang berilmu adalah kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan dengan alasan ekonomi. Keduanya seyogianya berjalan seimbang.

Beliau selalu menjadi Imam Tahlil saat sebulan sekali ziarah guru dan murid ke makam Syekh Ahmad Mutamakkin. Salah satu doa khas beliau adalah:

رب اجعلنا مقيمي الصلاة ومن ذرياتنا ربنا وتقبل دعاء 
Wahai Tuhan kami, jadikan kami orang-orang yang mendirikan shalat dan dari keturunan-keturunan kami, wahai Tuhan kami, terimalah doa

الي ارواحهم الفاتحة …. امين يا رب العالمين

فاسوجين، يوم الثلثاء، ٢٦ شوال ١٤٣٩ ه / 10 Juli 2018

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *