Kisah Gus Mus tentang Kiai Syahid Pendiri Pesantren Alhamdulillah Rembang

Kisah Gus Mus tentang Kiai Syahid Pendiri Pesantren Alhamdulillah Rembang

Kisah Gus Mus tentang Kiai Syahid Pendiri Pesantren Alhamdulillah Rembang

Mbah Syahid, Kiai Alhamdulillah

Cukup banyak pesantren di Rembang yang legendaris dan sangat dikenal di nusantara. Salah satunya adalah pesantren Alhamdulillah yang terletak di Desa Kemadu Kecamatan Sulang, Rembang. Pesantren ini didirikan oleh almaghfurlahuma KH Ahmad Syahid bin Solihun (wafat 3 September 2004) dan istrinya Nyai Hj Shofiyah Ahmad Syahid (wafat Mei 1994). Setelah Nyai Shofiyah meninggal, Mbah Syahid Kemadu, begitu biasanya beliau dipanggil, menikah dengan Nyai Hj Nur Rohmah Ahmad Syahid.

Ihwal nama pesantren Alhamdulillah ini memang unik. Konon, di era Mbah Syahid masih sugeng, pesantren ini tidak punya nama dan tidak ada papan nama. Ini merupakan ciri khas kiai-kiai salaf yang, jangankan berniat pamer, dikenal saja tidak ingin. Pesantren, kalau akhirnya terkenal atau dikenal, betul-betul karena kontribusi dan perilaku kiainya dalam membangun masyarakat, gethok tular dari satu santri ke santri lain. Mbah Syahid ini punya perilaku yang unik. Dalam situasi apapun, beliau selalu mengucapkan alhamdulillah.

Ada santri mengabarkan kelahiran anaknya, hasil panennya sukses, atau anak-anak mereka akan menikah, Mbah Syahid selalu mengucapkan alhamdulillah. Termasuk yang berkaitan dengan cerita sedih, sulit, dan lucu juga diucapkan alhamdulillah. Seolah tak ada dzikir lain yang patut diucapkan selain alhamdulillah.

Kisah Gus Mus tentang Kiai Syahid Pendiri Pesantren Alhamdulillah Rembang

Suguhi Makan Berat

Menurut KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), selain merupakan dzikir yang dibiasakan, ”alhamdulillah” bagi Mbah Syahid adalah kredo. Segala yang terjadi adalah kehendak dan karya Allah: ”maa syaa-allaahu kaana wa maa lam yasya lam yakun”. Dan dalam setiap kehendak dan karya-Nya, hanya pujianlah yang patut bagi Allah. Entah sejak kapan Mbah Syahid dijuluki orang sebagai kiai alhamdulillah. Pesantrennya yang tanpa papan nama, dan memang tak pernah diberi nama, disebut-sebut orang Pesantren Alhamdulillah.

Mbah Syahid juga memiliki kebiasaan unik dan tergolong istimewa. Beliau selalu menyuguh tamunya dengan makan berat, kapanpun tamu itu datang. Sang tamu tidak diperkenankan pulang, sebelum makan nasi dan lauk pauk yang dimasak oleh santri-santrinya. Menurut KHA Mustofa Bisri (Gus Mus), Mbah Syahid memang seperti memiliki hobi menyuguh tamu. Setiap hari rumahnya diserbu tamu dari berbagai kalangan. Tak peduli kebangsaan, keyakinan, ideologi politik, status sosial dan jenis kelaminnya. Siapa saja boleh datang dan beliau terima dengan ‘’Alhamdulillah!’’

Syaratnya satu, kecuali yang sedang puasa di siang hari, setiap tamu harus makan di rumahnya. Meski suguhannya ala kadarnya, sikapnya yang selalu penuh syukur membuat semua hidangan yang disuguhkan dirasa nikmat oleh tamu-tamunya.

Kadang-kadang, ada juga tamu yang tidak tahu diri. Bertamu tanpa pertimbangan waktu. Gus Mus menceritakan, suatu hari datang rombongan tamu dua bus tengah malam. Beliau tetap menerimanya dengan ‘’Alhamdulillah!’’. Begitu cepatnya keluarga kiai kharismatik ini menyuguh hidangan makan, sampai-sampai cerpenis Danarto, setelah berkunjung ke Kemadu, berkomentar, ”Kiai Alhamdulillah itu jika menyuguh makanan kepada tamunya kok lebih cepat dari warung Padang!” Sikap zuhud dan istikhamah Mbah Syahid dalam mengajar santri (dari anak-anak sampai kakeknenek) dan hormat kepada para tamu, sering mengundang kekaguman dari masyarakat.

Kata Gus Mus, suatu hari ada orang yang iseng menghitung berapa tamu yang datang dan berapa biaya untuk menyuguh tamu itu setiap hari. Tidak ketemu matematikanya. Apalagi ada kebiasaan lain dari kiai yang satu ini,yaitu bila tamunya termasuk kenalan dekat, pulangnya selalu diberi bermacam-macam hasil kebun atau ternaknya. Karena kebiasaannya itu, sebagian orang menduga bahwa Mbah Syahid itu kiai keramat. Gus Yahya menceritakan:”Orang-orang itu pada salah sangka”, Mbah Syahid berkata pada suatu hari. ”Dikiranya aku ini keramat. Padahal yang punya keramat itu sebenarnya ya Nyai, maksudnya: Mbah Shofiyah.

Aku bisa begini ini karena Nyai. Kalau bukan karena dia, mustahil aku bisa istikhamah ”. Memang, Mbah Shofiyah tergolong kaya raya. Kebun dan sawahnya luas. Beliau mewakafkan lahan untuk membangun pesantren bagi suaminya dan mencukupi segala nafkah dari panen pertaniannya. Mbah Syahid tidak perlu memikirkan apa-apa selain mengajar santri dan menekuni jalan mendekat kepada Allah.

Penulis: Prof  Abu Rokhmad Musaki, dosen FISIP UIN Walisongo.

Demikian Kisah Gus Mus tentang Kiai Syahid Pendiri Pesantren Alhamdulillah Rembang. Semoga bermanfat.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *