Kisah CV ‘Mujahadah Jaya’: Awalnya Ditertawakan, Akhirnya Mengesankan.
Penulis punya rekan sesama abdi negara. Meski staf, tapi sebenarnya sudah tergolong senior. Dulu ngajinya di Pesantren Wahid Hasyim Gaten, Sleman, di bawah asuhan Simbah Kyai Abdul Hadi Syafi’i. Satu angkatan mondok dengan Prof. Nur Kholis Setiawan—Sekjen Kemenag RI. “Biasanya dulu saya rebutan kamar mandi sama beliau, eh sekarang mana berani saya,” ujarnya suatu waktu sambil terkekeh.
Ya, teman tadi orangnya periang. Semua dilakukan dengan lepas tanpa beban sedikitpun. Wajah selalu cerah penuh senyuman. Barokah ilmu dan lakon hidup, seingat penulis, ia sudah dua kali menjadi petugas haji.
Uniknya, nah ini yang penting, dia bisa menjadi semacam jujugan bila rois tahlil berhalangan hadir. Utamanya di perkotaan. Anda tahu, salah satu dilema di perkotaan saat ini—diakui atau tidak—minimnya rois tahlil. Banyak sebenarnya keluarga yang ingin mendoakan orang tua dan leluhur, tapi tidak tahu sama sekali tata cara dan siapa yang mampu memimpin. Mereka mau sowan ke pesantren—yang tentu gudangnya imam tahlil—agak segan.
Jadilah kawan kami tadi membuka semacam jasa imam tahlil. Kapanpun dibutuhkan ia siap. Tak pernah mematok bayaran. Sekali lagi karena dia entengan. Bahkan jika ada pengajian, mendadak penceramah berhalangan, kawan tadi biasanya siap datang sebagai badal. Tanpa gengsi sedikitpun. Tanpa syarat apapun.
Maka, tak aneh ia dikenal sebagai ‘Dirut’ CV Mujahadah Jaya. Bermacam mujahadah dan amaliyah ia terima. Mulai dari tahlil kematian dan peringatan 100 hari, satu tahun, dua tahun hingga 1000 hari siap dijabani. Bahkan, syukuran melahirkan, khitanan, ngusir gendruwo tak pernah ditampik. Kami tergoda untuk bertanya apakah yang terakhir itu berhasil? “Alhamdulillah…,” ujarnya mantap. “Berarti berhasil?” tanya penulis lagi. “Tidak juga!” sahutnya. Waduh!
“Lha yang jenengan baca doa apa?” kejar kami.
“Alloohumma innii a’uudzu bika minal khubutsi wal khobaaits….”
Wehhhh…
Namun satu yang pasti, kalau dari perspektif ekonomi, dengan CV Mujahadah Jaya-nya ia berhasil mengisi ceruk pasar. Yakni kegersangan amaliyah di perkotaan mampu ia jangkau dengan penuh kerelaan. Sejatinya fenomena ini adalah PR bagi kita bersama.
Apalagi kawan tadi, selain sanggup menjadi rois tahlil juga mampu memobilisir jamaah. “Butuh berapa jamaah kami siap membawakan,” ujarnya. Jadi jika ada keluarga yang butuh jasa, ia pasti siap. “Tapi kanan kiri kami anti tahlil, Pak…”
“Bapak tenang saja, butuh berapa jamaah?” jawabnya tentu dengan senyum sumringah.
Inilah sekelumit cerita CV Mujahadah Jaya yang awalnya kerap ditertawakan akhirnya mengesankan.
Ngoto, Agustus 2019
Bramma Aji Putra, Humas Kemenag DIY dan Pengurus LTN PWNU DIY
___________________
Semoga artikel Kisah CV ‘Mujahadah Jaya’: Awalnya Ditertawakan, Akhirnya Mengesankan ini memberikan manfaat dan barokah untuk kita semua, amiin..
simak artikel terkait di sini
simak video terkait di sini