Kiai Rujukan Gus Dur Mengurai Persoalan Bangsa Indonesia

Ini 2 Kiai yang Jadi Rujukan Gus Dur Mengurai Persoalan Bangsa

Kiai Rujukan Gus Dur Mengurai Persoalan Bangsa Indonesia.

Sebagaimana tulisan sebelumnya, Mbah Liem mengenal Mbah Dullah Kajen lewat Muktamar Situbondo, dimana Mbah Dullah adalah kiai yang membuka muktamar yang legendaris ini dengan bacaan Al-Fatihah sebanyak 41 kali. Sayangnya belum terkonfirmasi, kapan pertemuan pertama antara Mbah Liem dan Mbah Dullah paska Muktamar Situbondo terjadi.

Yang jelas, semenjak Muktamar Situbondo, hubungan kedua kiai ini menjadi semakin intens sekali. Menurut penuturan para sopir pribadi Mbah Liem, dalam sebulan Mbah Liem bisa tiga sampai empat kali berkunjung ke rumah Mbah Dullah di Kajen. Ini terjadi karena Mbah Liem adalah kiai kelana, yang waktunya lebih banyak dihabiskan di luar rumah daripada berdiam diri bersama keluarga. Nah, ketika tindakan inilah, setiap kali sampai daerah Pantura, Mbah Liem selalu menyempatkan diri untuk berkunjung ke Mbah Dullah.

Yang cukup unik dari kunjungan yang sangat sering ini adalah waktunya. Hampir sebagian besar kunjungan Mbah Liem ke Mbah Dullah, sebagaimana penuturan para sopir pribadinya, juga para santrinya Mbah Dullah sendiri, terjadi pada waktu tengah malam. Dan tiap Mbah Liem datang, Mbah Dullah dan Mbah Nyai Aisyah Abdullah Salam selalu menyambutnya secara langsung. Bisa dipastikan, tiap kali Mbah Liem datang, kompor dapur langsung ‘owos-owos’ menyala. Dan aneka makanan yang masih hangat langsung terhidang. Tentu keadaan ini tidak akan terjadi kecuali pada dua pribadi yang sangat dekat dan saling hormat.

Menurut penuturan salah satu putra dan sopir Mbah Liem, sehari menjelang Mbah Dullah wafat, Mbah Liem berkunjung ke Kajen sowan Mbah Dullah. Dan beberapa bulan sebelumnya, Mbah Dullah yang tindak ke Klaten berkunjung ke ndalem Mbah Liem.

Kedekatan Mbah Liem dan Mbah Dullah tidak hanya sebatas kedekatan dua pribadi saja, tetapi juga kedekatan antar keluarga. Setidaknya empat dari sembilan putra-putri Mbah Liem pernah mondok di Pesantren Mathali’ul Huda, pesantren asuhan Mbah Dullah Salam. Sebagai catatan, Mbah Liem memiliki sembilan putra/putri, namun yang kedelapan sudah meninggal ketika baru berusia dua tahun. Dan setidaknya ada tiga putra/i Mbah Liem yang pernikahannya diakadkan langsung oleh Mbah Dullah. Bahkan, besannya Mbah Dullah, KH. Masruhin Jampes, Kediri, juga adalah besannya Mbah Liem.

Dalam lingkup nasional, Mbah Liem dan Mbah Dullah adalah dua di antara beberapa kiai khas yang disebut-sebut berada di belakang Gus Dur. Tentang kebenaran berita ini, wallahu a’lam. Yang jelas, Gus Dur sangat hormat kepada beliau berdua, dan sering sowan ke ndalem keduanya.

Dalam salah satu edisi lama Majalah Tempo, sebelum majalah ini dibreidel, Gus Dur menyebut beberapa kiai khas yang ia posisikan sebagai gurunya, yang di antaranya adalah Mbah Dullah dan Mbah Liem. Ketika bercerita singkat tentang Mbah Liem, Gus Dur berkata yang kurang lebih seperti ini: Mbah Liem itu kalau bicara sulit dipahami oleh lawan tuturnya, sehingga butuh semacam penerjemah untuk menjelaskan maksud dari ucapan-ucapannya. Tetapi ada tiga momen dimana Mbah Liem sangat jelas tutur katanya: pertama ketika sedang shalat, kedua ketika membaca Al-Qur’an, dan ketiga ketika bicara dengan saya (Gus Dur).

Tentang kebenaran ucapan Gus Dur di atas, terutama poin yang ketiga, tentu hanya Gus Dur dan Mbah Liem sendiri yang tahu. Tapi untuk poin yang pertama dan kedua, sudah banyak yang menyaksikan kebenarannya. Para jamaah shalat di Masjid Al-Muttaqien di masa-masa awal, ketika Mbah Liem masih ngimami shalat lima waktu, memang menyaksikan bahwa Mbah Liem lancar dalam membaca Al-Qur’an.

Salah satu santri seniornya Mbah Dullah Salam pernah bercerita, bahwa dahulu, entah tahun berapa, Mbah Liem pernah berkunjung ke Mbah Dullah pas hari Jum’at dan menjelang shalat Jum’at. Akhirya Mbah Dullah meminta Mbah Liem untuk menjadi imam shalat Jum’at di Masjid Jami’ Kajen. Dalam situasi yang tidak lagi bisa menolak, maka Mbah Liem pun maju sebagai imam shalat Jum’at. Dan ternyata benar, sebagaimana penuturan santri senior tersebut, Mbah Liem memang lancar dalam melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an dalam shalat, tidak sebagaimana ketika beliau bicara dalam keseharian.

Lahumal Fatihah…

Penulis: KH Ahmad Karsono Kasani, Pengajar di Pesantren Al-Muttaqien Pancasila Sakti, Klaten, Jawa Tengah.

_________________

Semoga artikel Kiai Rujukan Gus Dur Mengurai Persoalan Bangsa Indonesia ini memberikan manfaat dan barokah untuk kita semua, amiin..

simak juga artikel terkait di sini

simak juga vide terkait di sini

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *