Kiai Munawar Hidayat Jombang, Ahli Qur’an yang Rajin Silaturahim.
Kaget luar biasa ketika membuka grup WA keluarga Bani Hidayat ada kabar bahwa KH. Munawar Hidayat telah wafat pada Kamis 19 November 2020. Seketika mulut terdiam, bibir tidak bergerak dan tidak terasa air mata mengalir. Tidak mengira karena baru minggu kemarin saya silaturahim menjenguk ke rumah beliau.
KH. Munawar Hidayat adalah pendiri dan pengasuh PP al Ma’arij. Pondok yang fokus di bidang tahfidz al Quran yang terletak di desa Kwaron, kecamatan Diwek, Jombang, berdampingan PP al Aqabah 1 dan tidak jauh dari PP Tebuireng.
Anak-anak saya memanggilnya dengan panggilan akrab Mbah Mun. Karena beliau adik kandung ibu saya atau anak ke-4 dari KH Muh Hidayat, kiai kampung di Bojonegoro. Mbah Mun kiai yang mengabdikan hidupnya dan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk alquran.
Sejak lulus MI, Mbah Mun sudah menghafal dan mendalami alquran di Madrasatul Quran (MQ) Tebuireng sampai lulus kuliah bahkan sesudah menikah pun beliau tetap mengabdikan diri di MQ Tebuireng. Berkah MQ, beliau menjadi hafidz atau hafal alquran dengan qiraah sab’ahnya.
Bagi saya, Mbah Mun kiai ahli al quran yang unik dan langka. Beliau bukan tipe kiai yang suka ceramah atau memberi mauidzoh dengan mengulas ayat-ayat alquran. Kalau pun toh pernah ceramah, itu jarang sekali. Beliau bukan kiai panggung. Oleh karena itu, Mbah Mun tidak populer dan terkenal, walau sangat menguasai alquran.
Keunikannya adalah lisan beliau setahu saya selalu istiqamah nderes alquran dimanapun dan kapanpun.
Lisannya tidak berhenti atau lebih banyak dihabiskan untuk ngaji al quran. Menyimak santri-santri yang setor hafalan al quran. Kalau tidak menerima setoran ya nderes sendiri. Bahkan ketika menyetir mobil pun lisan beliau selalu nderes alquran. Sering beliau cerita, khatam baca alquran sambil nyetir mobil setiap perjalanan Jombang ke Bojonegoro atau perjalanan Jombang ke Madiun atau perjalanan silaturahim lainnya.
Ia suka membawa mobil sendiri tanpa supir. Bahkan jika sudah nyampe tempat tujuan kok belum khatam, maka beliau nyetirnya dipelankan sambil muter-muter dulu, kalau sudah khatam baru menuju tempat tujuan.
Saking cintanya pada alquran, Mbah Mun dalam satu hari bisa beberapa kali khatam alquran. Dalam sholat tahajud, beliau setiap rakaatnya mampu membaca beberapa juz alquran. Bahkan beliau pernah cerita ke saya, ketika ziarah di Maqbarah Mbah Hasyim Tebuireng, Mbah Mun mengkhatamkan alquran dalam sekali duduk, tidak berdiri atau tanpa bergeser dari duduknya sampe khatam bacaannya. Maqbarah Tebuireng dan makam-makam wali songo memang menjadi tempat favorit beliau untuk kontemplasi dan nderes alquran.
Beliau tidak mahir ceramah tapi sangat istiqamah nderes membaca al Quran. Istiqomah selalu melahirkan karomah. Diantara karomah beliau adalah beliau di usia yang relatif muda mampu mendirikan Pondok Tahfid Alquran “PP al Maarij” yang perkembangan cukup pesat dan jumlah santrinya selalu meningkat.
Tidak hanya itu, beliau juga sudah banyak melahirkan santri-santri yang hafidz alquran. Beliau bukan dzurriyah Tebuireng, beliau hanya santri dan anak kiai kampung, tapi berkah istiqomah “ngopeni” alquran bisa mendirikan Ponpes di sekitar Tebuireng.
Bagi alumni Tebuireng tentu sangat paham bahwa bukan hal mudah atau sangat berat dan hanya orang yang mempuyai kekhususan yang bisa mendirikan pondok di sekitar Tebuireng, apalagi pondok itu bisa bertahan hidup dan berkembang pesat.
Karomah Mbah Mun itu pula yang membuat saya ketika menghadapi urusan yang rumit, ruwet atau “mentok” atau ada hajat penting, disamping kepada orang tua, saya juga meminta Mbah Mun untuk mendoakan. Dengan senang hati, beliau selalu doakan.
Beliau juga humoris seperti umumnya kiai NU. Beliau termasuk yang rajin silaturahim menjalin persaudaraan, tidak hanya dengan saudara keluarga, tapi juga dengan wali santri dan teman-teman alumni.
Mbah Mun, umurmu memang pendek cuma 48 tahun, tapi yakinlah amal jariyah, jejak kebaikan dan kesan positif tentang panjenengan saya yakin terkenang sepanjang masa di banyak sanubari santri, keluarga dan umat yang mengenalmu.
Setiap jiwa pasti akan meninggalkan dunia fana ini. Selamat jalan Mbah Mun, surga menantimu.
20 November 2020.
Oleh: Dr KH Ahmad Zaenal Fanani, keponakan Mbah Mun.
*Demikian kisah Kiai Munawar Hidayat Jombang, Ahli Qur’an yang Rajin Silaturahim, semoga manfaat.