KH Ahmad Mujab Mahalli lahir di Bantul, 25 Agustus 1958, dari pasangan Kiai Muhammad Mahalli dan Nyai Dasimah. Sejak kecil beliau mengenyam pendidikan SD, lalu melanjutkan ke SMP,sampai lulus PGA Wonokromo (masuk 1968, lulus 1972). Setelah menyelesaikan PGA, atas saran dari Kai Hamid, Kajoran, beliau melanjutkan pendidikan ke pesantren Salafiyah Banjarsari, Tempuran, Magelang pimpinan Kiai Muhammad Syuhudi, selama sembilan tahun.
Baru tujuh bulan di pesantren, ayahnya, Kiai Mahalli bin Abdullah Umar, meninggal dunia. Kondisi ini menjadi duka tersendiri di hati Mujab muda. Namun, karena amanah dari orang tuanya ketika masih hidup, Mujab muda tetap melanjutkan pendidikannya di pesantren dan semakin tekun belajar. Ia menyadari bahwa estafet keulamaan sang ayah harus dilanjutkannya mengingat ia adalah anak pertama.
Sepulang dari nyantri (1982), Kiai Mujab memulai proses membangun pesantren yang pernah dicita-citakan sang ayah. Saat itu beliau dihadapkan kepada dua pilihan, yakni belajar di Timur Tengah atau mendirikan pesantren sebagaimana impian sang ayah. Atas nasihat Kiai Hamid Kajoran, Kiai Mujab memantapkan hati untuk mendirikan. Berawal dari pengajian selapanan (35 hari) dan pengajian keliling di berbagai desa, dan atas dukungan dari masyarakat sekitar, maka pada tanggal 10 Oktober 1982 resmilah berdirinya Pondok Pesantren Al-Mahalli yang beralamatkan di dusun Brajan, Wonokromo, Pleret, Bantul, Yogyakarta.
Ketika awal berdiri, pesantren tersebut banyak didatangi anak-anak muda dari berbagai daerah dan pelosok desa dengan maksud untuk nyantri. Santri pertamanya berjumlah tujuh orang. Semuanya dari luar dan bertempat tinggal di dalam pondok. Sedangkan santri yang nglaju (santri kalong-red)) dari masyarakat luar waktu itu sekitar 40-an orang.
Seiring dengan laju zaman, pesantren Al-Mahalli mengalami perkembangan signifikan. Untuk menampung potensi para santri, Kiai Mujab mendirikan lembaga formal seperti Madrasah Tsanawiyah Al-Mahalli, kemudian Lembaga Kajian Pengembangan Islam dan Masyarakat (LEKPIM), Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren), Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Lembaga dakwah yang semuanya memiliki fungsi dan segmen layanan yang berbeda.Untuk menyebarluaskan kemahirannya dalam tulis-menulis, kiai Mujab membentuk lembaga Lajnah Ta’lif wan-Nasyr (Penulisan dan Penerbitan).
Tahun 1989, tertanggal 23 Februari, Kiai Mujab mempersunting Nyai Nadhiroh, putra kesembilan Kiai Muslih Zuhdi Mustofa (Rembang). Dari pernikahannya tersebut, Kiai Mujab dikaruniai empat orang anak, semuanya laki-laki. Yaitu Ahmad Firdaus Al Halwani, Ahmad Muhammad Naufal, MuhammAad Iqbal dan Hadian Sofiyarrahman.
Produktif Menulis dan Mahir Berpolitik
Semasa hidupnya Kiai Mujab merupakan ulama yang produktif menulis, baik buku maupun karangan lain. Kegemaran menulisnya dimulai ketika di PGA (SMA saat ini_red), dengan aktif menulis cerpen di majalah. Cerpen pertamanya berkisah tentang cinta segi tiga dan diterbitkan oleh Majalah Kiblat. Bakat menulisnya kemudian semakin terasah ketika Kiai Mujab bertemu dengan Mahbub Junaidi, aktif NU yang terkenal dengan julukan “sang pendekar pena”. Oleh Mahbub Junaidi, Kiai Mujab diberi hadiah mesin ketik.
Di usianya yang baru menginjak 22 tahun, Kiai Mujab sudah menulis buku. Pertama kali menulis buku tahun 1979 dan terbit tahun 1980 dengan judul “Mutiara Hadits Qudsi” oleh Penerbit Al-Ma’arif Bandung. Mulai saat beliausemakin giat menulis. Tercatat lebih dari 167 buku ditulisnya, baik terjemahan maupun saduran.
Selain produktif menulis, Kiai Mujab juga mahir berpolitik. Akan tetapi, beliau berpolitik untuk kemaslahatan umat, bukan untuk mencari kepentingan sesaat. Politik baginya merupakan sarana untuk menggapai keadilan, kesejahteraan, dankemakmuranmasyarakat. Beliau memerankan siyasah ‘aliyah (politik luhur) untuk kepentingan umat, bangsa, dan negara.
Berawal dari politisi Golkar, beliau kemudian masuk gerbang PKB. Di partai ini beliau memimpin dari tingkat cabang dan sampai menjadi Ketua Tanfidziyah Dewan Pimpinan Wilayah PKB. Akan tetapi tidak mau menjadi DPRD, karena lebih memilihkomitmen untuk mengasuh pesantren.
Kiai Mujab Mahalli wafat pada tanggal 23 November tahun 2003 pukul 13.30, dalam usia 45 tahun. Beliau wafat setelah menjalani perawatan 12 jam lebih di Bangsal Lotus RS. Panti Rapih Jogja. Beliau dimakamkan di kompleks pemakaman Pondok Pesantren Al Mahalli Brajan, Wonokromo, Pleret, Bantul. (Anas)