Di ceritakan oleh KH Agus M Zaki, cucu Hadratus Syaikh Muhammad Hasyim Asy’ari, mengisahkan masa belajar Kiai Hasyim Asy’ari. Bahwa setelah mengkhatamkan kitab Bukhari – Muslim dan menerima sanadnya, Kiai Hasyim Asy’ari berbekal segenggam beras, menyepi di gua Hira dan membaca kedua kitab itu selama 41 hari. Ternyata belum sampai 41 hari, beras sudah habis. Akhirnya beliau mencuil sedikit lembaran-lembaran kitab Bukhari Muslim yang dibacanya sebagai ganti beras yang telah habis.
Mbah kyai Hasyim Asy’ari ketika mondok beliau makan nasi aking (karak) lalu beliau bungkus pakai kain lalu di gantung di kamarnya. Setiap kali beliau mau masak, beliau ambil lidi beliau tusuk bungkusan nasi aking tersebut. Nasi aking yang keluar karena di tusuk itulah yang dimasak buat makan untuk hari itu. Seandainya tidak beruntung, nasi aking yang ditusuk tidak keluar berarti hari itu tidak makan.
Dikisahkan pula, bahwasanya suatu ketika ada seseorang di jalan yang sangat yang tubuhnya kotor dan dipenuhi penyakit menjijikkan meminta gendong di Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan. Saat itu ada Kyai Amin Imron, tapi beliau menolaknya karena merasa jijik. Akhirnya orang tersebut meminta tolong Kyai Hasyim yang waktu itu kebetulan juga ada di situ.
Tanpa merasa jijik, Kyai Hasyim menggendong orang tersebut sampai ke gerbang pondok. Sesampainya digerbang pondok orang itu turun dan sebelum pergi orang itu menyatakan bahwanya jika dirinya itu adalah Nabi Khidir. Kejadian tersebut dibenarkan oleh Syaikhona Kholil, jika orang tersebut memang benar Nabi Khidir.
Nabi Khidir sendiri merupakan guru spritual dari para wali-waliNya Allah di muka bumi ini. Biasanya orang-orang sholeh bertemu dengan Nabi Khidir, mereka hanya bisa berjabat tangan. Tetapi yang terjadi dengan Kyai Hasyim berbeda. Nabi Khidir sendiri yang meminta untuk di gendong. Ini merupakan suatu bentuk keistimewaan penghormatan Nabi Khidir yang minta digendong. Tentunya karena adanya perhatian yang lebih dari Nabi Khidir kepada Kyai Hasyim dan juga merupakan salah satu cara Allah untuk memuliakan Kyai Hasyim.
Kejadian tersebut mengisyaratkan bahwanya jika Kyai Hasyim adalah seorang pilihan yang memiliki maqom (kedukan) yang tinggi baik secara keilmuan dan spritual. Kelak akan menggendong (menjadi bapak) pemuka (muqoddam) bagi umat Islam di Indonesia. Dan itu pun terbukti dengan beliau mendirikan organisasi Nahdlotul Ulama (NU) pada tahun 1926 M yang merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia bahkan terbesar di dunia.
Beliau pun satu-satunya ulama yang mendapatkan gelar dari para ulama sebagai Raisul Akbar (Pimpinan terbesar)Nahdlotul Ulama (NU). Setelah beliau tidak ada lagi yang memakai gelar tersebut. Bahkan dalam fakta sejarah, tahun 1942 dari pemerintahan Jepang waktu di Indonesia, disitu tertuliskan bahwasanya ada kurang lebih 25.000 (dua puluh lima ribu) ulama atau kyai seluruh Indonesia bahkan ada yang dari luar negeri pernah berguru kepada KH Muhammad Hasyim Asy’ari.
Syaikhona Kholil Bangkalan gurunya, yang dianggap sebagai pemimpin spiritual (Qutub) para kyai di tanah Jawa sangat menghormati sang murid, Kyai Hasyim. Dan setelah Kiyai Kholil wafat, banyak para ulama yang mengatakan KH. Hasyim-lah yang dianggap sebagai pemimpin spiritual (Qutub).
Maka tidaklah heran jika banyak diantara santri-santri yang telah belajar bertahun-tahun kepada Syaikhona Kholil bahkan santri-santri tersebut ternyata teman dari Kyai Hasyim sendiri, bahkan ada yang usianya lebih tua, setelah mereka belajar dari Syaikhona Kholil Bangkalan, banyak yang melanjutkan di Makkah selama bertahun-tahun. Setelah mereka pulang ke Indonesia, mereka masih menyempatkan diri untuk belajar lagi kepada Kyai Hasyim Asy’ari. (Amru/Bangkitmedia.com)