Kiai Asyhari Marzuqi dan Kecintaannya pada Ilmu

Kiai Asyhari Marzuqi DIY

Al-Maghfurlah Kiai Asyhari Marzuqi memang masyhur dengan kecintaannya pada dunia ilmu. Kegemarannya membaca mengantarkannya pada koleksi kitab dan buku di perpustakaan pribadi beliau yang tak kurang dari 1015 judul. Bahkan, tatkala membaca sebuah kitab dan diketemukan catatan kaki (footnote), maka beliau akan mencari rujukan aslinya. Bagi beliau, selama masih bisa dicari sumber teks aslinya, maka harus dilihat ke sumber aslinya.

Pernah suatu kali, tatkala di Baghdad dan belum mendapatkan beasiswa, ia sering diberi uang oleh Kiai Syamsuddin (Magelang) untuk pergi ke perpustakaan. Sisa uang itu sering dikumpulkan untuk membeli kitab. Bahkan, tatkala sudah mendapatkan penghasilan, beliau selalu menyisihkan uang untuk membeli kitab. “Seandainya pada saat itu gaji hanya disimpan dalam bentuk uang, mungkin sudah habis sejak dulu,” kata beliau.

Karena keluasan ilmunya itu, maka tak heran jika beliau menjadi pengasuh rubrik tanya jawab keagamaan “Kaifa La’alla” di Majalah Bangkit  sejak tahun 1988. Beliau juga sering ditunjuk menjadi Tim Perumus Komisi Bahtsul Masail Diniyah pada beberapa kali perhelatan Muktamar NU bersama KH. Maimoen Zubair, Dr. KH Muchit Abdul Fattah, KH. Aziz Masyhuri, KH. Mundzir Tamam, Dr. KH. Said Aqil al-Munawwar, dan beberapa kiai lainya.

Kegemarannya membaca tidak terbatas pada kitab saja. Saat nyantri di Krapyak, beliau punya rutinitas membaca cerita bersambung Nogo Sosro Sabuk Inten karya SH Mintardja yang terbit rutin di Koran Kedaulatan Rakyat. Bahkan, meskipun sudah di Baghdad beliau masih sering membacanya. Caranya, ia minta kepada Kiai Munawwir Abdul Fattah untuk mengkliping dan mengirimkannya ke Baghdad.

Kecintaannya pada ilmu berusaha beliau wariskan kepada santri-santrinya dengan berbagai cara dan metode. Misalnya, ketika seorang alumni sowan, maka yang ditanyakannya bukan masalah pekerjaannya, tetapi masalah aktivitas keilmuan, yakni mengajar. Pun demikian kepada santri-santrinya, beliau berusaha memancing kreativitas dalam belajar ilmu.

Suatu pagi, tatkala sedang sorogan tafsir al-Qur’an, seorang santri bertanya: “Kiai, kenapa Allah harus menggunakan kalimat sumpah (qosam) dalam firman-Nya seperti dalam surat Adh-Dhuha?”.

Alih-alih langsung menjawab, beliau dengan bijak justru dawuh: “Coba silahkan buka dan baca kitab “At-Tibyan fi Aqsam al-Qur’an” (kitab karya Syeikh Syamsuddin Muhammad ibn Abi Bakar atau yang masyhur dengan nama Ibnul Qoyyim al-Jauziyah). Letaknya di almari sana, rak nomor dua. Kamu akan menemukannya”, demikian beliau menjelaskan detail dengan kitab dan letak di almarinya. Begitulah cara Kiai Asyhari Marzuqi mengajak santri untuk cinta terhadap ilmu.

(Ahmad Munir, alumni Pondok Pesantren Nurul Ummah Kotagede, Ketua Tim Penyusun Buku “Mata Air Keikhlasan: Biografi KH. Asyhari Marzuqi).

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *