Ki Enthus Soesmono, Dalang yang “Nyambi” Jadi Bupati Tegal

ki enthus bupati tegal

KH Zainal Arifin Junaidi, Ketua Pengurus Pusat Ma’arif NU

Mula-mula tak percaya ketika berita itu bersliweran di grup-grup WA. Maklum akhir-akhir ini banyak hoax. Tapi saat masuk WA japri dari seorang sahabat saya baru percaya. Sungguh saya tak menyangka secepat itu sahabat baik sekaligus guru saya meninggalkan kita semua. Tak terdengar sakit, tahu-tahu diberitakan berpulang ke rahmatullah Senin kemarin 14 Mei jam 19:10.

Ya, dialah Ki Enthus Soesmono, dalang yang “nyambi” jadi Bupati Tegal dan mencalonkan diri lagi dalam Pilkada serentak ini. Inna lillahi wa inna ilahi rajiun.

Sudah lama saya mengaguminya sebagai dalang, karenanya saya banyak nonton pementasannya di youtube. Ki Enthus benar-benar out of the box. Lakon yang dibawakan, alur cerita, dialog, setting, blocking, antawacana, suluk, waranggono dll benar-benar berbeda dengan umumnya dalang. Meski kadang terkesan kasar dan porno, tapi dialognya tetap saja penuh filosofi dan bahan perenungan.

Ketika kemudian menjadi Bupati Tegal pun Ki Enthus banyak menetapkan kebijakan dan mengambil langkah-langkah yang anti mainstream. Karena sama-sama ABG (Anak Buah Gus Dur), akhirnya Allah mempertemukan saya dengan Ki Enthus. Setelah Gus Dur wafat Ki Enthus banyak menggali kehidupan Gus Dur dari saya. Kami pun semakin akrab. Ki Enthus begitu terbuka ke saya, sering memperlihatkan/mambacakan pesan-pesan WA-nya ke saya. Kami pun sering WA-an.

Kami semakin dekat ketika sama-sama menjadi pengurus lembaga di lingkungan PBNU; saya di LP Ma’arif NU, Ki Enthus di Lesbumi. Sabtu malam Ahad, 31 Oktober 2015, Ki Enthus memenuhi undangan saya memberikan tontonan dan tuntunan kepada peserta Rakernas LP Ma’arif NU dan Sako Pramuka LP Ma’arif NU, santri dan masyarakat sekitar PP Al Ittihad.

Saat baru datang Ki Enthus terpesona dan mengagumi rumah tua, berusia lebih satu abad, yang saya tempati yang di beberapa bagian sudah miring. Sekeluar dari kamar saya untuk berganti pakaian, sambil mengusap mata Ki Enthus berkata, “Sungguh saya tak menyangka …..” Dan ternyata hal itu diangkatnya dalam dialog Slenthem dan Lupit di panggung.

Hal yang sama saat ada yang mengomentari rumah yang saya tempati saya kemukakan ke Ki Enthus, “Ah, ini juga bukan rumah saya, cuma tempat tinggal sementara di sini” Ki Enthus bertanya, “Lha rumah sampeyan di mana?” Saya jawab sambil mengacungkan jari ke atas, “Saya sedang membangunnya di sana”. Ki Enthus kembali mengusap matanya.

Usai pementasan, saya sampaikan permohonan maaf bahwa saya hanya mampu ngaturi “bayaran” yang mungkin jauh dari biasanya. “Biarlah saya yang mbayari, doakan saja hidup saya slamet dan berkah …..” Mendengar itu gantian saya yang mengusap mata. Kini saya kembali mengusap mata saya berulangkali untuk mengeringkan air mata yang tak berhenti mengalir mendengar orang teramat sangat baik itu dipanggil-Nya.

Semoga segala kebaikannya diterima Allah SWT, segala kekurangan dan khilaf diampuni-Nya dan memperoleh jannatunna’im ….. Al Fatihah

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *