Kemajuan sebuah pondok pesantren tidak lepas dari jasa pengasuh terutama pendirinya. Salah satunya seperti Pondok Pesantren Raudlatul Ulum yang terletak di Guyangan Trangkil Pati, Jawa Tengah. Pondok Pesantren tersebut terkenal dengan metode kegiatan belajar mengajarnya, terutama pembelajaran kitabnya. Setiap tahunnya banyak orang tua dari berbagai wilayah Nusantara berdatangan dengan tujuan mendaftarkan putra-putrinya untuk ngaji di pesantren tersebut. Tentunya, kemajuan dan perkembangan dari pondok pesantren tersebut tidak luput dari jasa pendirinya.
Pondok Pesantren Raudlatul Ulum didirikan pada tahun 1950 oleh KH. Suyuthi Abdul Qadir. Beliau dilahirkan di desa Guyangan, Trangkil, Pati pada tangga l4 Dzulqo’dah tahun 1904 dan merupakan putra pertama dari pasangan suami istri KH. Abdul Qadir dan Hj. Arum. Kemudian KH. Suyuthi menikah dengan Nyai Hj. Tasri’ah. Dari pernikahan tersebut KH. Suyuthi dikaruniai delapan putra yaitu Nyai Hj. Salamah, KH. Salim Suyuthi, Nyai Rasyidah, Hj. Sa’adah, KH. Faruq Suyuthi, KH. Humam Suyuthi, Nyai Hj. Kafiyah dan KH. Najib Suyuthi.
Pembelajar Tanpa Henti
Kiai Suyuthi merupakan sosok yang haus akan ilmu pengetahuan. Hal itu dapat dibuktikan dari banyaknya pondok pesantren yang pernah disinggahinya. Di antaranya Pondok Pesantren Manbaul Ulum Jamsaren Solo, Pondok Pesantren Kasingan Rembang, Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang, Pondok Pesantren Sampang Madura, dan Pondok Pesantren Sedayu Gresik. Selain itu, cintanya yang besar dengan ilmu pengetahuan, KH. Suyuthi pergi ke Makkah. Dengan berpedoman “Uthlubul ‘ilma walau bisshin” beliau pergi kesana dan menetap selama lima tahun. Tidak puas dengan hal tersebut, setelah pulang dari Makkah beliau kemudian kembali menimba ilmu di Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang sebagai bentuk pengabdian beliau kepada KH. Hasyim Asy’ari. Disana, KH. Suyuthi menjadi tangan kanan dari KH. Hasyim Asy’ari dan dipercaya untuk menggantikan KH. Hasyim Asy’ari mengajar santrinya ketika beliau tidak ada.
Setelah beliau lelah dalam mencari ilmu, kemudian beliau kembali ke kampung halaman dan memutuskan untuk membangun sebuah pesantren. Dengan tujuan, untuk menciptakan generasi penerus bangsa yang memegang ajaran ahlusunnah wal jamaah sehingga dapat mengharumkan nama bangsa. Selain itu, membangun pesantren merupakan kesempatan bagi beliau untuk membagi ilmunya kepada orang lain. Seiring dengan perkembangan zaman, pesantren yang didirikan oleh KH. Suyuthi semakin menampakkan eksistensinya di dunia pendidikan.
Dekat dengan Masyarakat
Kiai Suyuthi merupakan sosok yang tidak pandang bulu dalam berteman dan juga pandai bergaul dengan siapapun. Oleh karena itu, beliau memiliki banyak teman dari kalangan masyarakat biasa sampai tokoh ulama yang terkenal. Diantara tokoh yang akrab dengan beliau antara lain KH. Bisyri Syansuri dari Jombang, KH. Mahfudz Kajen dan KH. Bisri Mustofa dari Rembang. Bagi beliau semua orang itu sama derajatnya di hadapan Allah namun yang membedakan hanyalah ketaqwaannya saja.
Di mata masyarakat, KH. Suyuthi dikenal sebagai orang yang arif dan bijaksana atau bisa dibilang KH. Suyuthi merupakan “Rahmatal lil’alamin”. Ketika ada masalah beliau selalu menyelesaikan masalah tersebut dengan kepala dingin dan tidak pernah menggunakan emosi.Tidak sedikit masyarakat yang datang menemui KH. Suyuthi untuk meminta pendapat dalam menyelesaikan permasalahannya. Pernah dikisahkan pada suatu malam, KH. Suyuthi diundang oleh salah satu masyarakat sekitar untuk menghadiri acara hajatan. Kebetulan pada waktu itu sedang terjadi bencana banjir dan jalanan tergenang oleh air. Penduduk tersebut mengira bahwa KH. Suyuthi tidak akan hadir. Tapi tak disangka, beliau datang dengan mengangkat sarungnya. Penduduk sekitar pun sangat terharu,karena mereka tidak pernah menyangka bahwa ulama besar seperti beliau mau menerjang banjir hanya untuk menghadiri acara hajatan tersebut.
Dalam sejarahnya, KH. Suyuthi adalah orang yang penyabar. Ada sebuah cerita, ketika beliau keliling pesantren untuk sekedar mengecek keadaan pesantren dan tanpa sengaja beliau melihat seorang guru yang salah dalam mengajar. Namun, beliau tidak langsung marah, melainkan beliau memanggil guru tersebut dan menjelaskan letak kesalahan tersebut.
Sebagai seorang ulama besar, KH. Suyuthi merupakan sosok teladan yang dapat dijadikan panutan. Banyak masyarakat yang sangat senang dan hormat kepada beliau. Hal itu dapat dilihat dari kebiasaan masyarakat yang melintas di depan rumah beliau. Ketika mereka sedang melintas di depan rumah beliau, mereka turun dari kendaraannya dan menuntunnya sampai melewati rumah KH. Suyuthi. Hal itu dilakukan ketika KH. Suyuthi ada di rumah maupun tidak ada di rumah dan sampai sekarang pun hal itu masih dilakukan. Kejadian itu adalah bukti keta’dziman dan kecintaan dari masyarakat sekitar terhadap KH. Suyuthi.
Begitu juga sosok KH. Suyuthi di dalam keluarga. Beliau merupakan sosok yang harmonis dan menyayangi keluarganya. KH. Suyuthi adalah seorang figur bapak yang hebat bagi putra-putrinya. Hal itu dapat dilihat dari cara beliau mendidik putra-putrinya hingga menjadi manusia yang hebat seperti beliau.
Karena begitu banyak kegiatan yang dilakukan oleh beliau di masa tuanya, mengakibatkan beliau menjadi sakit dan pada puncaknya, beliau dirawat di rumah sakit dr. Karyadi di Semarang. Akhirnya beliau wafat pada hari selasa, 25 September 1979 dan bertepatan tanggal 4 Dzulqo’dah. Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa KH. Suyuthi merupakan seorang ulama besar yang dapat dijadikan panutan dan teladan bagi masyarakat sampai sekarang. Karomahnya masih bisa dirasakan masyarakat sekitar hingga saat ini.
Penulis: Sulistiyani, alumnus Pesantren Raudlatul Ulum Guyangan. Saat ini menjadi Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Arab (PBA) Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Sunan Pandanaran Yogyakarta