KH Bukhori Masruri, beliau adalah seniman dan ulama ahli tafsir paripurna. Kehidupan sederhananya memberikan banyak inspirasi kepada ulama-ulama muda NU. Kecerdasannya membangunkan kita semua akan perlunya mengamalkan agama dengan luwes dan tidak nembebani.
“Allah saja tidak membebani kita kok. Kita malah membuat umat berat dalam berbagai ibadah. Ya keliru itu.” begitu beliau biasa memberikan nasehat.
Beliau adalah keturunan Ki Ageng Selo, pendiri trah dinasti Mataram Islam. Beliau juga anggota tim tafsir Al Qur’an pada Departemen Agama pada zaman menjadi ketua PWNU Jawa Tengah, 1985-1995. Ketika menjadi Ketua PWNU Jawa Tengah, Rois Syuriah PWNU nya adalah Hadratusysyeikh KH Sahal Mahfudz Kajen dan kemudian digantikan Hadratusy syeikh Romo Kiyai Haji Maemun Zubeir dari Sarang Rembang. Sementara itu, Gus Mus saat itu masih sebagai Katib Syuriah.
Saat itu ….
Saya masih menjadi wakil Ketua PW Ansor Jateng, bersama Ketua Umum Kiyai Hendro Suyitno. Juga ada ketua Muhammad Nasir Rahmad, Drs Ruhadi Sukardi, Drs Kiyai Imron Abu Amar dari Jepara. Juga ada seorang teknokrat Ir Musyadat Syarif, sekarang (terakhir ketemu) menjadi pengurus masjid Agung Demak. Sementara itu Niam Salim (mantan Dubes Syiria) dan Niam Syukri (adik beliau), masih di departemen pemuda.
Pada zaman kepengurusan Ansor dan NU ada almarhum, kami benar benar tertantang. Beliau sangat cerdas. Ada salah satu pengurus Ansor dari Kendal yang senantiasa nderekke KH Ahmad Abdul Hamid, beliau seniornya ulama Jateng saat itu. Beliau menjadi pengurus NU dan sekaligus didapuk sebagai Rois Syuriah PWNU Jateng sebelum Mbah Kiai Sahal.
Tetapi karena kondisi keilmuan yang dikedepankan okeh almarhum, Allahuma yarkham. Maka ketika Kang Asfuri Mugni menyampaikan program kerja agak ndlewer, langsung dibantai.
Padahal zaman dahulu, gak ada yang berani dengan penderek kiyai. Hehe.. Kiyai Bukhori mempelopori dan m-mbuka wacana diskusi itu dengan elegant. Dan anak-anak muda merasa tertarik kendati awalnyanya takut dan terkaget-kaget. Sebenarnya (maaf) saya selalu berhadapan dengan beliau, di segala medan. Karena Kiyai Bukhori lebih simpati terhadap kakak saya M Nasir Rahmat. Hehehehe…
Dalam sebuah Musywil Ansor Jateng di Jepara, Jawa Tengah, kakak saya diangkat jadi Ketua umum PW Ansor Jateng. Dan aaya cukup menjadi wakilnya nomor kesekian.
Tetapi, karena zaman Orba itu Golkar berkuasa, sementara saya deket Mas Mathori Abdul Jalil dan Mas Erkham Ar. Di kubu PPP nya mas Harnani SH, maka ketika tubuh SK PP Ansor, nama saya hilang. Rupanya ada intervensi Golkar lewat instruksi dari Mas Slamet Effendy Yusuf, bahwa nama saya harus hilang karena lebih cenderung ke PPP…hahahaha.
Tetap Damai dan Bersama
Tetapi, manakala kami berkumpul kembali sudah sama-sama tuwanya. Kami rukun sekali. Apalagi terakhir gesang dan hayat beliau adalah guru kami. Masih menjadi ulama kami di pesantren Abdurahman Wahid Sokotunggal jln Sodong Utara 5 no 18 Rawamangun Jakarta Timur DKI Jakarta.
Kami sangat menghormati dan kadang guyon renyah. Tuhan menuntun kami sebagai yunior dan senior dalam berbhakti bagi Negeri. Juga untuk Allahu Yarham Mas Kiai Slamet Effendy Yusuf (terakhir beliau duduk sebagai Wakil Ketua Umum PBNU). Ahaiii.., dari dulu orang NU suka berantem kalau konferensi. Tetapi karena kami menghormati perbedaan, kami selalu bisa rukun dan saling silaturahmi.
Kini Ulama sederhana si pendamai para umat dan pemimpin itu telah pergi selamanya. Beliau
adalah ulama cinta damai dan pencipta lagu perdamaian itu sudah berdamai dengan alam. Beliau pulang dengan damai. Selamat jalan kekasih Allah. Engkaulah Wali yang bisa kami teladani sejak muda hingga kini. Seraya doa kami panjatkan dengan tetes air mata. Penuh penyesalan, kami belum bisa memenuhi harapanmu dalam kancah perjuangan ini.
“Allahuma firlahum warkham hum wa afihim wa’fuan hum. Ya ayyatuhannafsul muthmainah, irji’i ila robbiki rodhuatam mardiyah fatkully fi ‘ibadi wadkhuly jannati.”
Sugeng tindak kyai, semoga semua amalanmu diterima Allah SWT.
(Penulis: Gus Nuril Arifin, Semarang)