KH Aziz Masyhuri, Ketika Wafat Bersanding Buku (3)

kiai aziz masyhuri bersama buku

Integritas keilmuan KH. Aziz Masyhuri membawa dirinya pada jarak dengan yang bersifat material. Meskipun beliau memiliki ratusan karya, namun royalti bukan menjadi tujuan utama, bahkan sering diabaikan. Bagi beliau, keilmuan dan pengetahuan beliau bisa bermanfaat bagi orang lain, itu sudah cukup. Hal inilah yang membuat KH. Aziz Masyhuri tidak pernah mengurus royalti atas karya-karya beliau yang sudah diterbitkan. Bahkan tidak jarang, hardcopy dari buku yang sudah dipasarkan pun beliau tidak memilikinya.

Selain mengambil jarak dengan keuntungan material dari karya tulisnya, KH. Aziz Masyhuri juga menyadari bahwa setiap penulis memiliki tanggung jawab sosial atas karya yang dihasilkannya. Dalam diri penulis, bahasa menjadi kunci untuk menyampaikan ide-ide kepada pembacanya, namun penulis juga harus memikirkan dampak yang kemungkinan muncul saat ide-ide yang tertuang dalam buku dikonsumsi oleh publik.

Sekitar 2-3 tahun lalu, KH. Aziz Masyhuri telah merampungkan naskahnya berjudul “Mengkritisi Syi’ah”. Jika dilihat dari momentum, buku ini diprediksi bakal laku keras di pasaran. Selain isu Syi’ah yang waktu itu masih menghangat, karya ini ditulis oleh Kyai Pesantren sehingga memiliki bobot lebih. Namun, momentum ini tidak beliau ambil.

Pertimbangannya, di tengah situasi yang menghangat tentang isu Syi’ah, dikhawatirkan jika buku ini diterbitkan dapat disalah tafsirkan dan berujung pada semakin memanasnya hubungan Sunny-Syiah di Indonesia. Resiko ini tidak dikehendaki oleh beliau sehingga mengurungkan niat untuk menerbitkan buku ini.

Tutup Usia Bersanding Buku

Meski dalam usia yang tidak muda lagi, produktivitas KH. Aziz Masyhuri dalam menulis buku tidak surut. Karya terakhir beliau berupa kamus istilah berjudul “Kamus Istilah Agama Islam”. Buku ini merupakan karya terakhir beliau yang diterbitkan bersamaan dengan “Temu Akbar Santri Al-Aziziyah Lintas Generasi”, 4 Februari 2017. Pertemuan yang dihadiri lebih dari 750 santri ini merupakan momentum terakhir di mana santri-santri beliau yang tersebar di berbagai penjuru berjumpa secara fisik dengan Kyainya. Tentu saja, pertemuan ini menorehkan kesan yang mendalam, sebab dua bulan berikutnya Kyai yang pernah mengasuh mereka dalam asuhan seperti anak dan bapak, telah berpulang ke Penciptannya.

KH. Aziz Masyhury meninggal di usia 75 tahun. Tepatnya pada tanggal 15 April 2017, pukul 12.30, beliau menghadap Allah. Prosesnya begitu cepat. Tubuh beliau di atas ranjang dalam posisi menghadap kiblat dan di sekitar beliau terdapat beberapa buku.

Beliau meninggalkan seorang istri; Hj. Anik Nor Azizah ( 5 bulan berikutnya menyusul beliau), anak dan menantu; Hj. Bariroh Aziz –HM. Najib Muhammad; Hj. Khoridah Aziz- HM. Yusuf Zawawi (Alm), H. Abdul Muiz Aziz- I’anatul Mufarihah, dan 12 orang cucu. Semoga keluarga yang ditinggalkan mampu menjaga semangat beliau dalam keilmuan, meneruskan pesantren yang telah sekilan lama dirintis, meneruskan semangat silaturahmi, dan berjuang untuk kemashlahatan ummat.

Teriring do’a untuk KH. Aziz Masyhury dan keluarga yang telah mendahului kita. Lahumul Faatichah.

(Penulis: Ngatiyar, santri Kiai Aziz Masyhuri)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *