KH Ali Maksum, Inspirasi bagi GP Ansor

kh ali maksum bersama santrinya

Oleh: HM. Lutfi Hamid, M.Ag., Pemimpin Umum Majalah Bangkit

Geopolitik internasional yang bepengaruh cukup luas sampai ke Indonesia baik berupa melemahnya nilai tukar rupiah maupun konflik negara-negara Arab mestinya menjadi fenomena yang menginspirasi pentingya ideologisasi ahlu sunnah wal jamaah bagi generasi muda Ansor. Belum lagi kesadaran munculnya makelar-makelar transnasional yang memainkan proxy war (perang makelar) mengharuskan institusi anak muda Nahdlatul Ulama (NU) ini menyusun strategi perjuangan yang progresif dan futuristik.

Ansor merupakan organisasi kepemudaan yang selalu haus membela keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan turut menciptakan stabilitas serta harmonisasi kehidupan berbangsa dan bernegara terus diuji komitmennya. Ujian atas integritas tersebut tentu tidak semata-mata hanya berbasis pada slogan yang selalu didengungkan.

Tanpa bermaksud menggurui, ada sosok kiai yang mampu memberikan inspirasi dalam membina karakter generasi muda. Beliau adalah KH. Ali Maksum yang hafal ribuan nama-nama santri berikut asal usulnya. Suatu hari KH. Ali Maksum di depan santri-santri yang terbatas berdiri dan mengajak sholat ghaib atas meninggalnya Imam Khumaini, tokoh Revolusi Islam Iran. Dalam muqaddimmahnya beliau mengatakan, Imam Khumaini kui waline gusti Allah, saumpama neng donyo ono sepuluh Imam Khumaini, Islam jaya (Imam Khumaini itu adalah walinya Allah, seandainya ada sepuluh Imam Khumaini di dunia ini, Islam jaya).

Sikap tasamuh sekaligus kekaguman terhadap pergerakan umat Islam yang progresif juga ditunjukkan KH. Ali Maksum dengan menjadikan  Kitab Al-Aqaid Imam Hasan Al-Banna, pendiri Ihwanul Muslimin sebagai bahan ajar santri Madrasah Aliyah (MA). Menambahkan persepsi KH. Ali Maksum terhadap Syiah, beliau memperkenankan salah seorang santri sebut saja “fulan”, yang saat ini telah menjadi hakim tinggi dalam tataran peradilan di Indonesia, ngaji sorogan dengan kitab Al-Muroja’at karya Syarifudin Al-Musawi. Belakangan kitab tersebut diterjemahkan dengan judul Dialog Sunnah Syiah.

Rupa-rupanya, sikap tersebut bukan merupakan hal yang baru, di tahun 60-an, ada seorang tokoh Muhammadiyah bernama Sun’an asal Paciran, Lamongan diberi perhatian khusus oleh KH. Ali Maksum saat nyantri di Pondok Pesantren al-Munawwir Krapyak. Sampai akhirnya yang bersangkutan sempat menjabat sebagai asisten daerah Provinsi Jawa Timur dengan tetap menjaga ketakdziman dan ikatan silaturrahim dengan gurunya itu. Persepsi atas profil KH. Ali Maksum tersebut juga disadari benar oleh Gus Dr. Hilmy Muhammad, sang cucu yang saat ini meneruskan perjuangan leluhurnya, mengasuh pondok pesantren.

Ilustrasi di atas tampaknya saat ini masih relevan memetakan problematika Ansor di tengah fenomena politik, ekonomi, budaya, pendidikan dan stabilitas keamanan yang fluktuatif. Mengapa dianggap relevan? Yang paling tampak saat ini atas pengaruh konflik di Timur Tengah, memunculkan fanatisme golongan benturan Sunni-Syiah. Tanpa cukup mempunyai pengetahuan, sering kali generasi muda mengabaikan nilai-nilai kebenaran dan cenderung terseret oleh skenario politik yang dimainkan oleh pihak-pihak tertentu.

Di sisi lain, lemahnya ideologisasi ahlu sunnah wal jaamaah secara berkelanjutan di kalangan generasi muda menjadikan fanatisme yang dimiliki hampa hujjah dan nilai-nilai moral. Hal ini berakibat pula pada sikap independensi untuk memperjuangkan kebenaran.

Hampir semua santri KH. Ali Maksum menganggap bahwa beliau adalah sosok yang egaliter namun interaksi yang dibangun tetap saja menjaga sikap takdzim antara santri dan kiai. KH. Ali Maksum tidak memberi toleransi terhadap perilaku santri yang cenderung mengabaikan penghormatan terhadap ilmu, guru dan kitab. Bahkan beliau tidak jarang menyuruh santri membatalkan puasa sunnah yang mengakibatkan terabaikannya waktu untuk belajar.

Pengetahuan dalam persepsi beliau merupakan senjata untuk menjawab tuntutan zaman.  Dan keberkahan atas ilmu yang didapatkan adalah rasa hormatnya santri terhadap guru. Dalam berbagai kesempatan, KH. Ali Maksum yang sudah masyhur disebut sebagai kiai besar ternyata masih saja menujukkan apresiasinya terhadap kiai-kiai khos dengan istilah “kiai ampekan”.

Inilah beberapa karakter dari sosok KH. Ali Maksum yang boleh jadi dapat menginspirasi generasi Ansor saat ini. Jangan sampai ada berita mengenai tidak adanya rasa takdzim pemuda Ansor terhadap kiai termasuk di dalamnya Banser. Banyak pihak berharap Ansor mampu membangun secara holistik karakter kepemudaan yang berwawasan global, berilmu-pengetahuan, santun dan progresif.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *