Keraton Jogja Gelar Malam Puncak Anugerah Festival Shalawat Jawa #2

Keraton Jogja Gelar Malam Puncak Anugerah Festival Shalawat Jawa #2

YOGYAKARTA, BANGKITMEDIA

Kraton Yogyakarta menggelar malam puncak Anugerah Festival Shalawat Jawa ke-2 (FSJ#2) pada Senin malam (28/10). Acara bertajuk ‘Kraton Bersholawat’ tersebut digelar di halaman Masjid Gede Kauman, Yogyakarta.

FSJ#2 ini diselenggarakan oleh Majlis Ta’lim Darul Hasyimi Pengda Yogyakarta. Ini merupakan kelanjutan dari FSJ#1 yang telah diselenggarakan tahun 2018.

FSJ#2 mengusung tema “Dengan Berpadunya Shalawat dan Seni Budaya, Kita Tanamkan Kecintaan Pemuda terhadap Budaya Nusantara untuk Memperkuat Jati Diri Bangsa dalam Menjaga Keutuhan NKRI”

“Tema ini diambil dengan dasar bahwa shalawat merupakan aset seni budaya dan tradisi yang dimiliki Indonesia. Dengan shalawat menjadi perekat yang menguatkan persatuan dan kesatuan bangsa dengan cara menumbuhkan  rasa cinta tanah air, karena dalam shalawat selalu dipupuk rasa cinta kepada Rasulullah Muhammad SAW,” ucap Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi saat memberi sambutan.

GKR Mangkubumi mengatakan dengan adanya tradisi kesenian shalawat ini merupakan bukti Islam rahmatan lil ‘alamin. Kehadirannya tidak menggerus budaya lokal, tetapi justru mengisi, membaur, dan saling menguatkan.

“Festival Shalawat Jawa ini diselenggarakan untuk mengangkat kembali dan menggali berbagai corak budaya bernuansa islami khususnya shalawat jawa dalam bentuk kompetisi yang bertujuan memberi ruang dan panggung seluas-luasnya bagi kesenian shalawat jawa agar lebih dikenal kembali di kalangan pemuda,” lanjut GKR Mangkubumi.

GKR Mangkubumi berharap para guru bisa menyisipkan nilai-nilai kebangsaan dalam setiap pengajarannya. Hal ini, lanjut GKR, agar para murid bisa mengaktualisasikan ajaran agama dalam kehidupan nyata.

“Misalnya ajakan berjihad memerangi kemiskinan, kebodohan ,dan keterpurukan ataupun sekadar mengutip sebaris kata mutiara Founding Fathers dalam usaha menjadi Indonesia.” Harapnya.

GKR Mangkubumi juga berpesan pentingnya memviralkan kembali wejangan Walisongo. Yaitu untuk menjadi Islam sejati, harus berguru, mengkaji, dan bermusyawarah melalui dialog. Ia berharap jika itu dilakukan, akan terjadi kesinambungan hidup. Hoaks tidak akan mudah menyebar.

“Saya khawatir kita akan menjadi bangsa pendek akal, bangsa gosip, yang jauh dari tujuan konstitusi untuk mencerdaskan bangsa.” (Iwan Hantoro/rn)

*Penulis adalah mahasiswa KPI UIN Sunan Kalijaga yang sedang Magang Profesi di Majalah Bangkit dan Bangkitmedia.com

 

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *