Keluarga Maslahat, Pilar Kekuatan dan Kemajuan Bangsa (1)

keluarga LKKNU

KH Husein Muhammad, Pengasuh Pesantren Darut Tauhid Arjawinangun Cirebon

Siang itu, 28 April 2018, aku bicara dalam Seminar Penguatan Ketahanan Bangsa melalui Kemaslahatan Keluarga, Perspektif Nahdlatul Ulama”, di Hotel Acasia, Senin, Jakarta Pusat. Acara ini diselenggarakan oleh Lembaga Kemaslahatan Keluarga (LKK) PBNU. Ketua umum PBNU, Prof KH. Sa’id Aqil Siradj memberi pengarahan sekaligus membuka acara.

Fondasi dan pilar sebuah bangsa ialah keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan moralitas kemanusiaan luhur atau dalam bahasa agama disebut al-Akhlaq al-Karimah atau al-Ihsan. Jika ini hilang dan runtuh, maka hancurlah bangunan masyarakat dan bangsa. Ahmad Syauqi, raja penyair Arab asal Mesir menulis puisi terkenal :

وانَّمَا الْاُمَمُ الْاَخْلَاقُ مَا بَقِيَتْ فَإِنْ هُمُو ذَهَبَتْ أَخْلَاقُهُمْ ذَهَبُوا

“Bangsa-bangsa akan eksis sepanjang moralitas luhur ditegakkan di dalamnya
Jika ia hilang, maka hilang dan hancurlah bangsa itu”.

Dalam maknanya yang lebih luas, al-Akhlaq al-Karimah menghimpun di dalamnya bukan hanya kebaikan individu, seperti kejujuran, ketulusan dan rendah hati (saleh personal), melainkan juga penghargaan terhadap martabat manusia dan perlindungan terhadap hak-hak dasar manusia (saleh sosial-kemanusiaan). Ini dalam konsep al-Imam al-Ghazali disebut sebagai perlindungan terhadap lima hak dasar manusia (“al-Ushul al-Khamsah”). Yaitu “Hifzh al-Din”,(perlindungan keyakinan), “Hifzh al-Nafs”(perlindungan hidup), “Hifzh al-Aql” (perlindungan hak berpikir/berekspresi), “Hifzh al-Nasl /’Irdh (perlindungan hak berkeluarga, kesehatan reproduksi / kehormatan diri) dan “Hifzh al-Mal”. Dan puncaknya adalah cinta dan kasih sayang semesta (Rahmatan Lil Al-Amin). Ini semua adalah tujuan dan cita-cita agama.

Atas dasar ini, maka segala aturan, kebijakan negara dan pandangan-pandangan keagamaan atau tradisi harus dirumuskan dalam kerangka mewujudkan cita-cita kemanusiaan ini. Jika ia ternyata sudah tidak lagi memenuhi harapan, tujuan atau cita-cita kemanusiaan tersebut, maka selayaknya diperbarui atau diganti .
Pertanyaan kita sesudah ini adalah dari mana dan bagaimana perwujudan kondisi itu dimulai?

Saya kira dunia sepakat bahwa perbaikan sosial dan bangsa harus dimulai dari komunitas kecil bernama keluarga. Ia adalah jantung dari kehidupan bangsa. Di ruang inilah nasib bangsa dipertaruhkan. Dan sumbu utama dalam komunitas itu terletak pada eksistensi perempuan.

Di atas KA Gajayana, 28.04.2018

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *