Kecintaan Mbah Moen Kepada Ahlul Bait (Sayyidina Ali dan Sayyidina Husein)

Momen 10 Muharram ini bisa dijadikan pengingat bahwa “nafsu” politik yang tidak terkendali bisa menyebabkan orang melakukan apapun. Dalam 10 Muharam ini, salah satu cucu kinasih Kanjeng Nabi, yakni Sayyidina Husein terbunuh karena sebab di atas. Banyak hadis dan kitab tarikh yang membahas tentang keutamaan Sayyidina Husein serta peristiwa wafatnya yang begitu menyedihkan bagi seluruh muslim. Kisah ini sudah banyak ditulis, termasuk yang baru ditulis oleh Prof. Nadirsyah dan juga ditulis oleh Kiai Ma’ruf Khozin di beranda FBnya.

Dimensi kisah lain adalah dari istri saya yang Sabtu kemarin bersama para Ning Tambakberas sowan ke Bu Nyai Maimoen. Bu Nyai bercerita saat masih berkecamuk perang di Irak, Mbah Moen ke sana untuk ziarah ke Sayyidina Ali dan Sayyidina Husein. Saat di Baghdad banyak penduduk yang masih takut dan bersembunyi sehingga beberapa orang yang nekat jualan menjadi tidak laku. Ada penjual buah sejenis timun emas, namun tidak ada yang membeli. Oleh Mbah Moen dibeli semua buah itu dan dibagikan kepada para pengendara bis.

Bu Nyai Maimun juga bercerita akibat perang itu banyak terjadi kerusakan di berbagai tempat, kecuali di Najaf dan beberapa daerah lain. Perang di Irak ini juga karena nafsu politik yang tidak terkendali.

Selain kisah dari istri, saya juga mendapat cerita yang lebih detail tentang ziarah ini dari Dek Kiai Syafi’ Misbah (alumni Sarang dan Pengasuh Pondok Pesantren Al Hidayah, Ketegan, Tanggulangin Sidoarjo) yang saat ini beliau di Madinah.

Kiai Syafi’ berkisah dengan Bahasa Arab. Suatu saat, Kiai Syafi’ diajak Mbah Moen ke Irak. Bersama Mbah Moen ada KH. Abdullah Munib (Pengasuh PP. Anwar Maliki, Palang, Sukorejo, Pasuruan) dan KH. Khalwani, Purworejo (Sohibutthariqah). Sewaktu di pesawat, Kiai Syafi’ satu kursi dengan Mbah Moen. Saat tiba di Irak, Kiai Syafi’ menginap satu kamar dengan Mbah Moen dan Bu Nyai. Walaupun Kiai Syafi’ bukan anaknya tapi diminta agar tidur di samping Mbah Moen.

Saat di Irak ini Mbah Moen, Bu Nyai dengan didampingi Kiai Syafi’ dan beberapa kiai di atas berkunjung ke Baghdad, ke Karbala dan di Najaf. Mbah Moen bertanya kepada Kiai Syafi’, “Bagaimana kalau anda terbunuh di Irak karena saat ini terjadi perang antara Amerika dengan Irak. Jawaban Kiai Syafi’, “Tidak masalah Yai, asalkan saya mati dalam keadaan mendampingi Anda.” Mbah Moen tersenyum bangga dengan santrinya ini.

Mbah Moen juga berpesan, “Jangan membenci dan memusuhi Syiah. Karena Anda tidak cocok dengan Syi’ah, lalu Anda tidak mau ziarah ke Sayyidina Ali. Syiah dan Sunni semua muncul karena takdir Allah. Jadi nanti kita ziarah ke Sayyidina Ali yang merupakan pemuda pertama masuk Islam dan madinatul ilm (pintunya ilmu).”

Saat Mbah Moen di makam Sayyidina Ali beliau menangis dengan sangat. Saat di Karbala Beliau juga menyentuh tembok tempat muncratnya darah Sayyidina Husein yang ada di kamar khusus. Beliau juga mengelus dan menciumnya. Awalnya para jamaah yang mendampingi Mbah Moen agak sangsi dengan apa yang dilakukan Mbah Moen, tapi akhirnya mengikutinya. Mbah Moen juga mengikuti ritual ziarah Syiah dengan mengambil sobekan kain di makam Sayyidina Ali.

Kata Kiai Syafi’, Ini adalah bukti kecintaan Mbah Moen kepada ahlul bait dan ini bukan khurafat atau syirik. Sekali lagi, ini bukti kecintaan kepada dzuriyah Nabi.

Lahumul Fatihah…

Penulis: Dr Ainur Rofiq Al Amin, Pesantren Tambakberas Jombang.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *