YAKIN
Kalau sudah fanatik, fakta tidaklah penting. Apalagi sekedar rasionalitas. Yang ada cuma kepentingan, teramat ngebet menang dan tak sudi kalah. Demi itu, diajak gila pun mau.
Begitulah rumusnya. Maka meningkatnya produksi hoax akhir-akhir ini bukanlah pertanda keputusasaan produsennya yang kehabisan bahan kampanye. Sebaliknya, itu adalah strategi survival yang penuh perhitungan. Pendukung fanatik pasti menelan mentah hoax apa pun juga. Jerat hukum hanya akan membuat mereka marah dan semakin merasa didholimi. Iya, merasa didholimi! Itu memang sungguh-sungguh mereka rasakan dan itu alami pada siapa pun yang berada di posisi kalah.
Jadi, apa target strateginya? Kalau ada cukup banyak orang fanatik yang dengan suka rela mau diajak gila dan siap mengamuk sesuai komando, engkau mungkin punya cukup kekuatan untuk melabrak catatan angka yang mana pun!
Tidak khawatir dilecehkan orang? Biar saja. Wong yang mencibir itu ya pasti pihak lawan, yang walaupun dikampanyeni baik-baik juga tidak akan mau ikut. Pendukung fanatik tidak akan beringsut oleh apa pun juga.
Semua itu adalah pengetahuan dasar dalam politik. Seorang tokoh amat terkenal suatu kali terjebak kemacetan absolut di jalanan Jakarta.
“Cari pom bensin dong, Pir!” ia memerintah sopir.
“Siap, Pak. Tapi mohon ijin masih jauh, Pak. Ini juga macet tidak bergerak sama sekali, Pak”.
Sang tokoh membuang napas kesal. Lalu tiba-tiba membuka pintu mobil, keluar dan menghampiri pohon di tepi jalan. Disitu ia dengan penuh percaya diri membuka ritsleting celana dan ngathur selega-leganya.
Sopir kaget luar biasa sampai nyaris terkencing-kencing sendiri. Ketika Bos kembali ke mobil, sopir pun bertanya,
“Maaf, Pak. Mohon ijin kenapa Bapak nekad sekali?”
“Memangnya kenapa?”
“Maaf, Pak. Mohon ijin apakah Bapak tidak kuwatir jatuh nama?”
“Aaaah”, Sang Tokoh mengibaskan tangan, “Nggak akan ada orang percaya kalau aku kencing di pinggir jalan. Yang ngeliat juga pasti nganggap yang kencing bukan aku tapi cuma orang yang mirip aku!”
Penulis: KH Yahya Choli Staquf, Katib Aam PBNU.