Karomah Kiai As’ad Ungkap Kedatangan Izroil Saat Mengisi Pengajian

Karomah Kiai As'ad Ungkap Kedatangan Izroil Saat Mengisi Pengajian

Karomah Kiai As’ad Ungkap Kedatangan Izroil Saat Mengisi Pengajian

Biaografi singkat, dan kisah ‘dahsyat’-nya kala berteman dengan Kiai As’ad.

Masyarakat Tapal Kuda –khususnya Kota Tape, Bondowoso–, mungkin tak asing dengan keberadaan pesantren tua dan sarat akan nilai historis yang bertajuk “Pondok Pesantren Al-Utsmany”, di Beddian Bondowoso Jawa Timur.

Tak sedikit yang menyebutnya dengan “Pesantren Beddian” saja, karna sebuah kebiasaan memang, sekelompok masyarakat menyebut sebuah pesantren dengan nama daerah, dimana pesantren itu berdiri. Pesantren Sumber Wringin di Jember misalnya, Pesantren Sukorejo di Situbondo, dan lain-lain.

Nama “Al-Utsmany”, sejatinya dinisbatkan kepada sang prakarsa pesantren 9 dekade silam. Adalah Kiai Utsman, yang mampu menyulap hutan belantara menjadi wahana pendidikan, yang hingga hari ini, tampak begitu gemilang.

Tak mudah bagi kiai yang menyandang nama asli Kiai Masuddin itu menjadi sosok perubahan ditengah Dusun Beddian, yang kala itu bak kaum jahiliah di era Rosulillah. Perlahan tapi pasti, tempat yang awalnya penuh carut-marut kelam, berkat tangan dingin beliau, akhirnya bisa berevolusi menjadi ladang keilmuan, dan hingga hari ini mampu bertahan dengan baik dan mapan.

Secara silsilah keturunan dari penggagasnya, bahwa suami Nyai Muawiyah itu, masih bermuara dari para masyayeh Pulau Garam, Madura. Di pertengahan abad ke 18, sang kakek Kiai Marjani hijrah ke Pulau Jawa. Singkatnya, beliau (Kiai Marjani) ber-putra Kiai Jumadi, lalu Kiai Jumadi ber-putra 5 bersaudara, yang salah satunya adalah sang panutan Pesantren Beddian hingga hari ini, yakni Kiai Utsman.

Nama besar Kiai Utsman, tak hanya sebab jasanya yang mampu membawa perubahan bagi daerah Beddian dan sekitar. Padanya, juga masyhur dengan perangai yang santun nan peduli terhadap sesama, memiliki pembendaharaan ilmu yang luas, dan figur yang banyak mengenal kiai-kiai besar di nusantara. Tak sebatas mengenalnya, bahkan beberapa nama ulamak kondang, tercatat sebagai teman dekat inovator Pesantren Al-Utsmany Beddian itu.

Sebut saja, ulamak karismatik dari Situbondo KHR. As’ad Syamsul Arifin, salah satunya. Ya, pengasuh pesantren yang kesohor itu di dinilai dekat dengan Kiai Ustman, hingga ajal menjemput beliau berdua. Bahwa konon, kedekatan keduanya sudah tampak semenjak masih nyantri di Sidogiri, dan di Banyuanyar Pamekasan Madura.

Bukan cerita lama lagi, bagaimana kedekatan Kiai Ustman dengan Kiai As’ad semasa hayat keduanya. Salah satu buktinya, saat Kiai As’ad mengisi ceramah di salah satu dusun di Bondowoso puluhan tahun silam. Beliau dengan jelas mewartakan ihwal kedekatannya dengan Kiai Ustman, kala acara itu. Di tengah ceramahnya, inisiator

Ma’had Aly Salafiyah Syafi’iyah itu, mengungkap;

“Guleh mum terro nasek pote neng e ponduk lambek, amain ka kamarah kakak nikah” (Saya kalau ingin makan nasi putih, pergi ke kamar kakak ini) tegas pahlawan nasional itu, sambil menunjuk Kiai Utsman. Kiai Ustman yang turut hadir dalam mementum ini, sebatas merespon dengan; anggukan kepala, sembari sedikit menebar senyum dari lisan mulianya.

Kembali. Di era 90-an, publik kota tape, bahkan sampai terdengar hingga manca negara, benar-benar dibuat takjud oleh kedekatan dua ulamak karismatik ini. Maklum saja hal ini terjadi, sebab; ditengah masyarakat, santri, dan simpatisan Al-Utsmany Beddian yang kala itu masih belum usai dari selimut duka karena kepergian Kiai Utsman, Kiai As’ad kembali berdawuh saat mengisi ceramah di suatu pesantren di Bondowoso.

Mengejutkan sekali, dawuhnya. “Tak abit ten, dekki’ guleh nyusulah Kak Utsman” (Tak lama lagi, saya akan menyusul Kak Utsman) ungkap Kiai As’ad disela-sela wejangannya. Serentak tertegun, cemas bercampur aduk takut, seluruh jamaah yang mendengar dawuh beliau kala itu. Tak ingin percaya, Kiai As’ad adalah salah satu kiai sepuh yang teramat di hormati. Ingin percaya utuh, prihal umur hanyalah Allah Swt yang menggetahui secara pasti.

Hanya berselang durasi hari, tak lama dari dawuh singkat itu, publik dan seluruh pasang mata yg mengetahui, benar-benar hanya mampu menggelengkan kepala, dengan iringan bahasa-bahasa takjub teruntuk kedua pendiri pesantren besar ini.

Bagaimana tidak, karna dari ujung timur kota santri Situbondo, tersiar kabar; bahwa sosok mulia KHR. As’ad Syamsul Arifin telah pulang ke haribaan Allah Swt. Dan sekali lagi, momen yang menggemparkan ini, selaras dengan isi dawuh beliau beberapa hari sebelumnya, “yang tak akan lama lagi akan mengusul sang kakak, yakni Kiai Utsman”.

Luar biasa memang, teruntuk kedua ulamak kenamaan ini, hingga hari-hari tutup usia mempertemukan ke duanya. 1990 adalah ekor tahun, dimana ujung hayat dan kedekatan beliau purna di dunia. Hari ini, Kiai Utsman meninggalkan Pesantren Al-Utsmany Beddian, di Bondowoso. Sementara Kiai As’ad mewariskan Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, di Situbondo.

Nb; Tulisan, berulang kali penulis dapati dari wejangan masyayekh dan santri sepuh Al-Utsmany Beddian. Sebagian lagi, dari Buku Jejak Sang Uswah.

Demikian Karomah Kiai As’ad Ungkap Kedatangan Izroil Saat Mengisi Pengajian. Semoga bermanfat.

Takdim penulis, Fauzan Ardiansyah

.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *