Karomah KH Abdul Adzim Sidogiri yang Penuh Rahasia Guyonan

karomah kh abdul adzim sidgoiri

Karomah KH Abdul Adzim Sidogiri yang Penuh Rahasia Guyonan.

Sekitar tahun 1879 M, lahirlah bayi mungil dari pasangan KH. Abdul Hayyi atau yang dikenal dengan nama Kiai Oerip dengan Nyai Munawwarah bin KH. Noerhasan, adik KH. Nawawi bin Noerhasan Sidogiri. Bayi itu lahir di Sladi, Kejayan, Pasuruan. Kemudian dikarenakan berselisih pendapat dalam menentukan nama bayi tersebut, kedua orang tuanya berpisah.

Kiai Oerip ingin nama”Sibawaih”untuk putranya, sedang Nyai Munawwarah ingin memberi nama”Abdul Adzim”. Akibat perbedaan itu tidak menemukan jalan tengah, terjadilah firaq antara keduanya. Pada akhirnya, jadilah bayi itu diberi nama Abdul Adzim. Ternyata nama Abdul Adzim bukanlah sembarang nama, hingga Nyai Munawwarah rela bercerai demi mempertahankan nama itu untuk putra pertamanya.

Lalu, kiai Oerip menikah lagi, begitu pula Nyai Munawwarah. Sehingga KH Abdul Adzim tidak punya saudara seayah kandung. Dari jalur ayah, beliau mempunyai tiga saudari, yaitu Nyai Husna, Nyai Cholilah/Nyai Ramlah dan Nyai Latifah. Sedangkan dari ibunya, beliau mempunyai tiga saudari yakni Nyai Husnah, Nyai Sufayyah, dan Nyai Haniyah. Kalau diteliti lebih lanjut, nasib KH Abdul Adzim dari jalur ayah sampai pada Mbah Arif Segoropuro, adik Mbah Sayid Sulaiman. Sedangkan nasab dari jalur ibu, keturunan Mbah Sayid Sulaiman, pembabat Sidogiri. Beliau hidup dan besar di lingkungan pesantren di Sladi sebelum hijrah ke Sidogiri.

Namun ada yang mengatakan, beliau ikut KH Nawawi sejak kecil. Semasa kecil, beliau bergaul dan bermain layaknya anak-anak sebayanya, hanya sejak kecil sudah tampak bahwa beliau kelak akan menjadi seseorang tokoh yang disegani. Pada masa usia belianya banyak kejadian aneh yang beliau alami.

Suatu peristiwa unik terjadi ketika beliau menginjak usia remaja, saat itu beliau masih berumur sekitar 15 tahun. Sladi waktu itu orang-orangnya terkenal mempunyai ilmu kanuragan, sehingga ada serdadu Belanda yang penasaran. Dia datang ke sana dan bertanya kepada KH Abdul Adzim yang sedang bersama Mbah Syaikh.

”Apa benar di sini tempatnya orang sakti?” kata orang Belanda itu.

Dengan rendah hati, KH Abdul Adzim mengatakan kalau orang sakti tidak ada, yang ada hanya gurauan.

Lantas beliau mempraktekan gurauan itu dengan Mbak Syaikh dengan cara bergantian menggendong dari barat ke timur tiga kali dengan jarak yang sudah di tentukan. Setelah itu, Beliau menentang serdadu Belanda untuk melakukan hal yang serupa. Serdadu itu mengiyakan saja, karena dilihatnya KH Abdul Adzim kecil dan kurus. Serdadu itu minta digendong lebih dahulu. Maka dia digendong sekali putaran dari jarak yang sudah ditentukan, tapi KH Abdul Adzim muda tidak tampak kelelahan.

“Kali ini giliran saya,” kata beliau.

Ketika beliau naik ke punggung seerdadu Belanda yang besar dan kekar, serdadu itu tidak bisa melangkahkan kakinya, malah sedikit demi sedikit kakinya terbenam ke dalam tanah. Semakin bergerak kakinya semakin terbenam, bahkan serdadu itu terbenam ke dalam tanah hingga dadanya.

”Ini lho, gurauannya orang pesantren!”

Kiai Abdul Adzim muda belajar pada ayahnya sendiri, Kiai Oerip. Beliau juga belajar pada pamannya KH Nawawi di Sidogiri. Kemudian beliau mondok di Makkah selama kurang lebih tiga belas tahun berguru pada Syaikh Abbas.

Menurut versi lain mengatakan, beliau di sana hanya lima tahun. Menurut versi yang lain lagi, beliau di Makkah selama 14 tahun. Setelah 11 tahun di sana, beliau pulang ke tanah air. Kemudian beliau kembali lagi ke Makkah selama 3 tahun, lantaran tidak menjawab pertanyaan abahnya.

Semasa beliau berada di Makkah, suatu ketika kota itu tertimpa paceklik. Akhirnya, karena tidak menemukan sesuatu yang bisa dimakan, beliau mengambil sapu tangan, lalu dicelupkan ke air Zam-zam. Kemudian beliau minum air hasil perasan sapu tangan itu. Hal itu berlangsung sampai beberapa hari.

Kiai Abdul Adzim berada di Makkah konon sampai menjadi mushahhih. Banyak mualif kitab yang menashihkan kitabnya kepada beliau. Sebelum mondok di Makkah, Kiai Abdul Adzim sudah bertunangan dengan sepupunya sendiri. Namun ternyata Allah SWT berkehendak lain, pertunangan itu putus di tengah jalan. Akhirnya, sepulang dari Makkah beliau diambil menantu KH. Nawawi bin Noerhasan Sidogiri.

Beliau menikah dengan Nyai Fatimah, putri sulung KH. Nawawi dari istri pertama yaitu Nyai Ru’yanah. Nyai Fatimah juga sepupu beliau. KH.Nawawi mengambil menantu karena beliau termasuk keponakannya sendiri. Lagi pula, ada yang mengatakan karena beliau ikut KH. Nawawi sejak kecil, sehingga KH. Nawawi tahu betul bagaimana kepribadian beliau.

Sejak muda beliau sudah dikenal dengan kepribadian Tasawuf, khusuk, takzim, serta taat pada gurunya. Disamping itu beliau juga tekun dalam belajar dan aktif dalam segala hal yang berhubungan dengan ilmu. Tak heran KH. Nawawi memilih beliau sebagai menantu pertamanya.

(Mukhlisin)

Sumber: Pustaka Sidogiri, Pasuruan.

________________

Semoga artikel Karomah KH Abdul Adzim Sidogiri yang Penuh Rahasia Guyonan ini dapat memberikan manfaat dan barokah untuk kita semua, amiin..

simak juga artikel terkait di sini

simak juga video terkait di sini

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *