Jenis Manusia dalam Tingkatan Keilmuan Menurut Imam Al-Ghozali.
Semua berbeda dalam hal menyangkut pertentangan, terkait dengan individu, keluarga, masyarakat, pengalaman, dan keinginan untuk selalu bisa dekat dengan Alloh. Imam al-Ghozali dalam satu bagian di kitab Ihya ‘Ulumuddin, setelah menjelaskan adab sebelum tidur, menjelaskan ada beberapa jenis orang, yang bisa diringkas:
- Abid
Banyak ibadah, dengan wirid, sholat Sunnah, thowaf di Kakbah, dan banyak lagi yang lain. Waktunya dihabiskan untuk ibadah terus. - Semua
yang dibutuhkan masyarakat, mengambil porsi lebih sedikit dalam wirid dan ibadah sunnah di luar sholat rawatib. Mengajarkan ilmu dan mendidik, juga mutholaah, akan membuat dia sibuk menulis, berceramah, dll. Ilmu yang mengeluarkan yang menyadarkan orang untuk Alloh, akhirat, dan kemahakuasaan Alloh, lebih utama dari ibadah lain di luar rowatib. - Pelajar / santri
Belajar menuntut ilmu yang berguna untuk akhirat. Datang di majlis dzikir dan majlis ilmu lebih utama dari sholat Sunnah dan wirid. - Pekerja
Mereka yang berjihad demi nafkah keluarga sepanjang hari, yang utama merampungkan perjalanan, dan wirid atau ibadah Sunnah secukupnya. - Birokrat yang
mengatur agama di pemerintahan, pemerintahan, dll, yang menjalankan amanah itu, dan sudah selesai ibadah sunnah atau wirid semampunya setelah rowatib dijalankan. - Muwahhid
Tenggelam dalam tafakkur dan ingat untuk Alloh sepanjang waktu, hanya Dia yang ada di pemulihan. Setelah rowatib, wiridnya wiridnya tidak terpaku pada pembagian waktu, tetapi ada di mana saja dan sepanjang waktu. Mereka orang yang shiddiq.
Penulis: Nur Khalik Ridwan, Pengajar STAI Sunan Pandanaran Yogyakarta.
_________________
Semoga artikel Jenis Manusia dalam Tingkatan Keilmuan Menurut Imam Al-Ghozali ini memberikan manfaat dan barokah untuk kita semua, amiin ..
BONUS ARTIKEL TAMBAHAN
Cara Menjadi Wali Murid yang Baik Menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.
Menjadi wali murid atau wali santri yang butuh kunci sukses khusus. Wali murid yang baik menjadi pintu utama lahirnya sosok murid / santri yang mudah menerima ilmu dari gurunya. Jangan sampai jadi wali siswa yang malah menggangu atau menggagalkan proses belajar lamban.
Di sini, kisah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dapat menjadi pelajaran buat segalanya, khususnya yang memiliki anak sedang ngaji.
Saat itu, ada seorang yang busuk ingin menfitnah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Orang itu lalu mencari jalan untuk menfitnahnya. Maka ia membuat lubang di dinding rumah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dan mengintipnya.
Kebetulan, kompilasi ia mengintip Syekh Abdul Qadir, ia melihat Syekh Abdul Qadir sedang makan dengan muridnya. Syekh Abdul Qadir suka makan ayam dan setiap kali ia makan ayam dan makan yang lain, ia akan makan separuh saja. Sisa makanan ini kemudian diberikan kepada muridnya.
Maka, orang tadi pergi ke bapak murid Syekh Abdul Qadir tadi.
“Apa bapak punya anak yang ngaji untuk Syekh Abdul Qadir Al-Jailani?”
“Ya, ada,” jawab bapak itu.
“Apa bapak tahu kalau anak bapak yang melakukan Syekh Abdul Qadir Al-Jailani selayaknya seorang hamba dan kucing saja? Syekh Abdul Qadir itu memberi makan makanannya pada anak bapak.”
Mendengar cerita itu, si bapak itu melepaskan panas dan segera pergi ke rumah Syekh Abdul Qadir.
“Wahai tuan Syekh, saya mengantarkan anak saya kepada tuan Syekh bukan untuk jadi pembantu atau suka kucing. Saya antarkan anak saya kepada tuan Syekh, memulihkan anak saya jadi orang alim.”
Mendengar perkataan bapak ini, Syekh Abdul Qadir hanya menjawab secara lengkap saja.
“Kalau begitu, ambillah anakmu!”
Si bapak harus pulang untuk diajak pulang. Saat keluar dari rumah tuan Syekh menuju jalan pulang, bapak tadi meminta pada pulang beberapa hal tentang ilmu hukum dan ilmu hikmah. Ternyata semua yang penting itu dijawab dengan sangat lengkap. Maka, si bapak harus berubah fikiran untuk kembali ke tuan Syekh Abdul Qadir.
“Wahai tuan Syekh, terimalah anak saya untuk belajar kembali dengan tuan Syekh. Didiklah anak saya, tuan Syekh. Ternyata anak saya bukan pembantu dan juga tidak suka kucing. Saya melihat ilmu anak-anak luar biasa karena belajar denganmu.”
Mendengar dia menjawab, maka Syekh Abdul Qadir kemudian menjawab.
“Bukan, aku tidak mau menerima kembali. Tapi Allah sudah menutup pintu untuk menerima sains. Allah sudah menutup, untuk membuka sains. Ini adalah soal ayah yang tidak beradab bagi guru.”
Inilah kisah yang sangat menginspirasi kita semua, khususnya para wali murid / santri. Kepada para guru / kyai, bukan hanya santri yang wajib dihormati, wali murid juga punya yang sama. Santri dan wali santrinya itu sejatinya juga sama-sama murid dari sang guru. (Abu Umar / Bangkitmedia.com)
__________________
Semoga artikel Cara Menjadi Wali Murid yang Baik Menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani ini memberikan manfaat dan barokah untuk kita semua, amiin ..
simak video terkait di sini
simak artikel terkait di sini