Oleh: KH Munawir AF, Mustasyar PWNU DIY
Kiai Zainal Abidin Munawwir waktu mudanya suka dan hobi naik sepeda ontel. Sepeda Kiai Zainal lengkap onderdilnya. Juga bekakas pelengkapnya – ada keteng, ada rim, rim depan, rim belakang, bel, selebor, pokoknya koplit dah. Tidak seperti sepeda anak muda zaman sekarang, sengaja selebor dicopot, rim dihilangi; kalau ngerim pake sandal jepit. Sepeda baru datang dari toko, sengaja dipreteli tinggal ban dan stang. Oh alah… anak muda… anak muda…
Ketika menjadi anggota DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta, Kiai Zainal setiap sidang juga naik sepeda. Jarak dari kantor/gedung DPRD DIY, ya kira-kira 3 atau 4 Km. Kalau ngalang (ada halangan), ya 5 Km. Meski segitu, Kiai Zainal tidak pernah terlambat. Sama dengan ketika Jumatan, seperempat atau setengah jam sudah ada di tempat. Malah lebih awal Imam dari jamaahnya.
Baca juga : Santri Kiai Munawwir Jadi Ulama Penjaga Al-Quran
Barangkali Kiai berpedoman – lebih baik menunggu daripada terlambat. Kalau guru/orang masuk kantor sekarang kan mengatakan terlambat 1-10 menit kan biasa – tidak apa-apa. Gak apa-apa gimana. Coba kalikan 10, 20, atau 1 tahun, kan jadi banyak juga.
Kiai kita ini, jaga waktu – jaga nama.
Padahal, andaikan beli sepeda motor tentu mampu. Wong mobil saja saya pikir mampu, tetapi entah mengapa “cinta” sepeda onthel? Saya belum pernah lihat Kiai Zainal naik mobil plat merah masuk Pondok. Mungkin malu, atau gak sampe hati dilihat santri. Kiai Zainal lebih suka naik sepeda onthelnya pulang pergi 10 km dari pada naik mobil – kelihatan riya’…? Kiai Zainal suka ke sidang dengan sepeda onthelnya lewat jalan “semut” daripada lewat jalan besar. Alasannya, eyuup, sepi, tanpa bangjoo.
Allahu yarham,
Krapyak, 25-03-2015