Ini Cara Kiai Cholil Bisri Mengukur Karomah Kiai Mudjab Mahalli

kiai mujab mahalli

Menyambut Haul ke-16 KH. A. Mudjab Mahalli, tulisan ketiga ini masih terkait dengan pendiri Pesantren Al-Mahalli Brajan tersebut.

Tidak berlebihan kiranya komentar salah seorang teman FB baru-baru ini, bahwa al-Maghfurlah KH. A. Mudjab Mahalli (Kiai Mudjab) adalah sosok yang multitalenta. Di samping seorang Pendiri dan Pengasuh Pesantren, beliau juga dikenal sebagai seorang aktivis gerakan sosial, seorang orator panggung, politisi, penulis produktif, dan oleh banyak kalangan dinilai sebagai seorang ahli hikmah dan tabib yang memiliki karomah cukup besar. Selebihnya, masih banyak lagi predikat yang bisa disematkan pada sosok yang oleh Harian Kedaulatan Rakyat digelari sebagai Gus Dur-nya Jogja ini.

Mengenai kepakaran beliau di bidang ilmu hikmah dan ketabiban, hal ini sudah menjadi rahasia umum semenjak beliau mesih nyantri di Pesantren Salafiyah, Banjarsari Tempurejo Tempuran Magelang, yang ketika itu diasuh oleh al-Maghfurlah KH. Muhammad Syuhudi.Kepakaran di bidang yang satu ini semakin tampak setelah beliau mendirikan sekaligus mengasuh Pesantren Al-Mahalli. Banyak kalangan baik dari kampung setempat, wilayah DIY maupun luar Jawa yang sowan pada beliau, baik untuk sekadar mengadukan masalah ‘remeh’ seperti sakit gigi, ataupun persoalan yang lebih besar dan komplek seperti problema rumah tangga hingga problem pekerjaan.

Sebuah contoh kecil, ketika itu istri penulis melahirkan anak pertama, Yahya. Persoalannya, ASI tidak kunjung keluar hingga beberapa hari. Sejumlah solusi sudah dicoba seperti mengonsumsi kacang tanah, sayur mbayung (daun kacang panjang), membuat ramuan daun dadap srep dan uyup-uyup, akan tetapi hasilnya masih nihil, ASI belum juga keluar.

Sore itu, sebelum mengajar di Madin Al-Mahalli penulis menyempatkan diri sowan dulu pada al-Maghfurlah Kiai Mudjab. Dalam perbincangan itulah tanpa ada rencana sebelumnya, penulis menceritakan bahwa lima hari paska melahirkan, ASI istri belum juga keluar.

Dengan spontan beliau merespon, “Yo, mengko diihtiari (Baik, nanti diihtiari).”

Setelah mengajar di Madin, penulis pun segera pulang, dan sesampai di rumah segera menuju kamar, dan mendapati istri tengah menyusui bayi pertamaku, Yahya. Alhamdulillah, ASI sudah keluar cukup deras.

Penulis tidak tahu, apakah ‘kasus ASI’ ini merupakan salah satu bentuk karomah Guru kami, Al-Maghfurlah Kiai Mudjab. Akan tetapi ada hal menarik terkait dengan karomah Kiai Mudjab ini. Peringatan empat puluh hari berpulangnya al-Maghfurlah Kiai Mudjab ke haribaan Allah, jamaah yang hadir terbilang cukup banyak. Bukan sebatas ratusan ataupun ribuan, tapi bisa jadi puluhan ribu, mengingat bahwa kampung Brajan yang terbilang cukup luas pun tidak mampu menampung jamaah, sehingga harus meluber ke kampung yang bersebelahan, terutama Jejeran dan sebagian Wonokromo.

Ketika itulah, saat KH. Cholil Bisyri menyampaikan mau’izhoh hasanah, beliau memberikan kesaksian: “Nembe dalu niki kulo mbuktekaken agengipun keramat Dhik Mudjab. Kerawuhan jamaah ingkang semanten kathahipun meniko mejudaken bukti bilih keramat Dhik Mudjab estu-estu ageng (Baru malam ini aku membuktikan seberapa besar karomah adinda Mudjab. Kehadiran jamaah yang sedemikian banyak ini merupakan bukti bahwa karomah Adinda Mudjab begitu besar).”

Untuk kedua Guru yang telah mendahului kita, lahumal Faatihah….

Penulis: H. A. Choiran Marzuki

Pengurus Yayasa Al-Mahalli

Penulis dan Editor Penerbit Pustaka Pelajar

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *