Gus Miftah merupakan sosok kyai nyentrik yang sempat viral karena video shalawatannya bersama para PSK di klub malam tersebar melalui media sosial.
Cerita dakwah Gus Miftah di dunia malam berawal dari kegelisahannya terhadap kota Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pelajar namun memiliki tempat lokalisasi PSK. Tempat lokalisasi yang dimaksud adalah Pasar Kembang (Sarkem). Pada tahun 2000-an, Gus Miftah tergerak untuk mendatangi tempat lokalisasi tersebut. Selama seminggu beliau menyempatkan untuk shalat tahajud dan shalat hajat di salah satu mushola di daerah Pasar Kembang. Tak lupa Gus Miftah juga mendoakan para PSK agar mendapatkan hidayah dari Allah Swt.
Pada malam ke-3, Gus Miftah bertemu dengan ketua preman terbesar di tanah jawa yang bernama Gunardi Joko Lupito atau yang lebih dikenal dengan sebutan Gun Jek. Beliau di todong dengan sebuah pistol dan diancam akan dibunuh.
“Kalau kamu macam-macam di tempat ini, kamu saya habisi,” kata Gun Jek mengancam.
“Kasih waktu saya 3 menit untuk menjelaskan apa yang saya mau,” kata Gus Miftah memohon.
“Om, sebaik-baiknya tempat itu ada buruknya dan seburuk-buruk tempat harus ada baiknya. Tolong di tempat ini, izinkan saya menanam kebaikan,” kata Gus Miftah menambahi.
“Kamu saya kasih kesempatan, kalau macam-macam, kamu saya habisi,” tegas Gun Jek.
Pada malam ke-7, ketika Gus Miftah hendak melaksanakan shalat malam di mushola daerah Pasar Kembang, tanpa ia sadari ada 3 orang PSK yang berjalan mengikutinya. Sesampainya di dalam mushola, ketiga PSK tersebut duduk di belakang Gus Miftah. Ketiganya mendengarkan lantunan surat Al-Muzammil yang dibacakan oleh Gus Miftah sembari menangis. Setelah menyelesaikan bacaannya, Gus Miftah kemudian mendoakan mereka.
“Ya Allah berikanlah hidayah kepada mereka. Barangkali mereka bekerja seperti itu karena mereka tidak tahu kalau itu dosa,” kata Gus Miftah dalam doanya.
Ketiga PSK tersebut kemudian mendekati Gus Miftah dan melontarkan beberapa pertanyaan.
“Mas, kamu itu orang aneh. Di daerah seperti ini kok untuk shalat dan ngaji. Apa sih sebenarnya mau kamu,” tanya salah satu PSK.
“Mba saya teringat tentang apa yang disampaikan oleh Kanjeng Sunan Drajat, wenehono ageman marang wong wudo lan wenehono tongkat marang wong buto. Berilah pakaian kepada orang yang telanjang dan berilang tongkat kepada orang yang buta,” jawab Gus Miftah.
“Terus maunya kamu apa?,” tanya PSK untuk yang kedua kalinya.
“Sebaik-baik orang pasti ada jeleknya. Dan sejelek-jelek orang harus ada baiknya. Makanya saya berniat untuk menanam kebaikan di sini,” tutur Gus Miftah.
Akhirnya pada saat itu Gus Miftah memutuskan dengan yakin untuk berdakwah di lokalisasi Pasar Kembang. Setiap bulan sekali ia, mengadakan pengajian bersama para PSK dan terkadang membawa sejumlah mukenah, jilbab, dan al-quran bagi siapa saja yang menginginkannya. Gus Miftah kini tidak hanya berdakwah di tempat lokalisasi Pasar Kembang, tapi juga di tempat-tempat hiburan malam seperti diskotik, tempat kumpul para preman dan geng motor hingga berdakwah di tempat pijat plus-plus.
Siapa yang menginspirasi Gus Miftah dalam berdakwah ini?
Inspirator itu adalah KH Hamim Tohari Djazuli atau yang akrab dikenal dengan sebutan Gus Miek, salah satu tokoh kyai NU yang mahsyur di tanah Jawa. Beliau dilahirkan pada 17 Agustus 1940 di Kediri dari pasangan KH Jazuli Usman dan Nyai Radliyah. Nyai Radliyah ini memiliki jalur keturunan sampai kepada Nabi Muhammad, sebagai keturunan ke-32 dari Imam Hasan, anak dari Ali bin Abi Thalib dengan Siti Fathimah.
Berbeda dengan kyai atau ulama lainnya, Gus Miek memilih untuk berdakwah di tempat-tempat maksiat. Beliau berdakwah dan menyampaikan kajian di tempat prostitusi, klub malam serta tempat-tempat perjudian hingga sarang penjahat. Gaya dakwahnya yang unik dengan penampilan yang nyentrik membuatnya dapat diterima di tempat-tempat maksiat. Sapaan serta rangkulannya membuat banyak orang memutuskan meninggalkan dunia kelam.
Metode dakwah yang dilakukan oleh Gus Miek menginspirasi Gus Miftah untuk berdakwah di dunia malam.
(Agus Sanjaya/rn)
*Penulis adalah Mahasiswa KPI UIN Sunan Kalijaga sekaligus santri PP. Ora Aji Sleman yang sedang Magang Profesi di Majalah Bangkit dan Bangkitmedia.com. Tulisan ini disarikan dari Acara E-Talkshow TvOne Jumat, 8 November 2019.