Kiai Sahal baik dalam struktur kepengurusan di Nahdlatul Ulama maupun di Majelis Ulama Indonesia adalah pucuk pimpinan di tingkat pusat. Karena itulah, Kiai Sahal kalau ada pusat yang diadakan di daerah seperti Muktamar NU, Ijtima Ulama MUI, MUNAS NU, Kiai Sahal selalu rawuh.
Selama saya nderekke beliau beberapa kali acara NU maupun MUI yang diadakan di daerah, antara lain Muktamar NU Solo, Muktamar NU Makasar, Munas NU Jogjakarta, Munas NU Cirebon, Ijtima Ulama Padang Panjang Sumatra Barat, ijtima Ulama di Pondok Cipasung Tasikmalaya dan Acara Rapat Pleno PBNU di UNSIQ Wonosobo.
Ada hal yang saya selalu ingat, bagaimana adab Kiai Sahal dalam memperlakukan para tokoh atau kyai di kota-kota yang di tempati acara tersebut. Kiai Sahal biasanya rawuh di kota tempat acara satu hari sebelum acara dimulai. Satu hari sebelum acara dimulai tersebut beliau gunakan untuk silaturrahmi dengan Kyai-kyai sohibul bait (tuan rumah) sebagai adab mohon permisi,ijin, kulonuwun, nderek ngrepoti dan ucapan terimakasih telah berkenan sebagai tuan rumah.
Ketika di Makasar, Kiai Sahal sowan ke ndalem Kyai Sanusi Baco dan Bapak Yusuf Kalla (Wakil Presiden RI), di Jogjakarta sowan ke -kiai-kiai Pengasuh Pondok Krapyak, di Cirebon sowan ke Pengasuh Pondok Kempek, di Padang Panjang sowan ke Pengasuh Pondok Serambi Mekah Padang Panjang, di Cipasung Tasikmalaya sowan ke Pengasuh Pondok Pesantren Cipasung dan Ziarah ke Makam KH.Ilyas Ruhiyat dan di Wonosobo juga bertemu sowan Kyai Pengasuh Pondok Wonosobo.
Beliau tidak memandang dirinya sebagai Rois Aam NU dan Ketua Umum MUI Pusat, tapi sebagai Sahal yang bertamu yang ikut ngrepoti tuan rumah sebagai tempat acara.
Walaupun di tingkat pusat beliau-beliau yang disowani merupakan bawahannya dalam struktur organisasi. Dan saya yakin rawuhnya Kiai Sahal merupakan kebanggaan tersendiri bagi tuan rumah.
Itulah Kiai Sahal yang rendah hati, paham adab dan tahu empan papan.
(dr. Imron Rosyidi, dokter pribadi Kiai Sahal)