Assalamu’alaikum,
Bu Psikolog… Saya ibu yang bekerja penuh waktu dari pk 08.00 – 17.00 WIB. Kadang hari Sabtu dan Minggu ada pekerjaan kantor yang harus saya lakukan, bahkan terkadang harus ke luar kota hingga Minggu malam. Semua kebutuhan anak-anak telah tercukupi, karena ada baby sitter yang membantu mengasuh anak saya yang berusia 3 tahun (sudah sekolah play group) dan asisten rumah tangga yang membantu melayani anak saya yang SD kelas 2 dan kelas 6 serta melakukan pekerjaan rumah tangga. Untuk belajar juga sudah saya panggilkan guru les privat yang datang ke rumah setiap 3 kali seminggu.
Tapi saya selalu merasa bersalah karena waktu yang saya miliki cenderung sedikit bahkan sangat kurang. Dan anak saya yang kecil pernah mengatakan bahwa dia ingin ada mama di rumah ketika pulang sekolah. Saya sedih sekali ketika mendengarkan anak saya mengatakan hal itu. Apa yang sebaiknya saya lakukan? Apakah waktu yang saya miliki untuk anak-anak memang terlalu sedikit? Bagaimana saya menghilangkan rasa bersalah ini? Terima kasih jawabannya, Bu Rully.
(Ibu Luki; Mlati – Sleman)
___________________________
Wa’alaikumsalam Wr. Wb.
Terima kasih atas kepercayaan Ibu Luki memanfaatkan rubrik konsultasi keluarga maslahah ini. Saat ini, dengan tuntutan dan kompetisi hidup yang semakin tinggi, kita bisa mengamati adanya dorongan dari para ibu untuk ikut berperan dalam bekerja atau mendapatkan penghasilan tambahan guna membantu suami memenuhi kebutuhan keluarga. Atau bahkan pekerjaan yang dilakukan para ibu ini menjadi salah satu bentuk aktualisasi diri mereka sebagai seorang individu. Dalam konsep keluarga maslahah, kita perlu memahami bahwa ada 4 unsur utama yang harus ada dalam keluarga, yaitu :
Pertama, suami istri yang sholih dan sholihah yang dapat memberikan kemaslahatan bagi dirinya, pasangannya, anak-anaknya dan masyarakatnya. Sebagai seorang ibu dengan gambaran jam kerja yang ibu sampaikan, perlu ada diskusi dan evaluasi dengan suami, apakah pekerjaan yang ibu lakukan ini membawa kemasalahatan untuk ibu sebagai pribadi saja atau juga membawa kemaslahatan bagi suami dan anak-anak. Karena dalam konsep keluarga maslahah, memang setiap anggota keluarga mendapatkan kesempatan untuk berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki. Tetapi menjadi tidak maslahah ketika apa yang dilakukan hanya membawa kemaslahatan untuk diri sendiri tapi tidak bagi anggota keluarga yang lain.
Kedua, anak-anak yang baik (abrar/dzuhurriyah thayyibah) yakni berkualitas karena sehat jasmani dan rohani, berkarakter yang mulia (akhlak karimah) dan memberikan maslahat bagi diri dan lingkungannya melalui pengetahuan dan keahliannya. Perlu ada jawaban terkait pertanyaan apakah pembelajaran yang diberikan oleh guru les dan pembiasaan yang dilakukan oleh baby sitter dan asisten rumah tangga telah cukup membantu anak-anak ibu dalam proses pembentukan karakter mereka?
Karena salah satu riset yang dilakukan terhadap ibu, anak dan asisten rumah tangga di Singapura dan Jakarta menunjukkan adanya asisten rumah tangga yang lebih memahami apa yang dilakukan, disukai dan dialami oleh anak-anak dari pada ibu mereka. Hal ini sampai pada angka 74%. Dan beberapa kasus menunjukkan pembiasaan anak lebih nampak /mirip dengan kebiasaan asisten rumah tangga atau babysitter mereka. Tentu saja hal seperti ini perlu didiskusikan dengan pasangan dan mencegah agar tidak terjadi.
Ketiga, pergaulan yang baik, menjadi tempat yang subur untuk menumbuhkan seluruh potensi baik dan meminimalkan potensi buruk semua pihak secara maksimal. Hal ini dimaksudkan bahwa ketika seorang ibu bekerja penuh waktu diluar rumah dan mampu mengoptimalkan potensi yang dimilikinya untuk memberikan kemaslahatan kepada orang lain, maka sebaiknya juga tetap tidak melupakan bahwa ada amanah anak-anak dan keluarga yang juga membutuhkan kesempatan untuk dioptimalkan potensinya. Menjaga pergaulan selama bekerja agar terhindar dari fitnah dan tetap membawa kemaslahatan.
Keempat, berkecukupan rejekinya, dapat memenuhi kebutuhan sandang pangan dan papan, bahkan jika memungkinkan dapat berpartisipasi aktif dalam memenuhi kebutuhan dasar hidup yang dimiliki masyarakat tidak mampu.
Ibu Luki, dalam fase perkembangan anak-anak kita ada yang disebut dengan golden age (usia 1-5 tahun) dimana dalam range usia ini, terjadi banyak sekali perkembangan anak yang tidak akan terulang dan berdampak pada fase perkembangan selanjutnya. Jika ibu bekerja penuh waktu hingga pukul 17.00 tiap harinya, maka akan lebih baik jika Hari Sabtu dan Minggu menjadi waktu khusus bagi ibu dan keluarga.
Hanya ibu yang dapat merasakan mengenai banyak sedikitnya waktu yang ibu berikan untuk anak-anak, karena ini akan nampak pada kelekatan (attachment) anak-anak ke ibu. Beberapa kali saya melihat betapa seorang anak lebih lekat dengan nanny /babysitter-nya daripada dengan ibunya. Sehingga ketika ibunya pergi, ia melambaikan tangan, tetapi ketika nanny/babysitter nya mudik, si anak sakit panas.
Beberapa hal yang bisa ibu lakukan untuk memanfaatkan waktu yang ada agar lebih optimal dan berkualitas dalam pengasuhan anak-anak, antara lain :
- Ketika ibu sudah di rumah, sepulang kerja, sebaiknya semua aktivitas difokuskan pada anak-anak. Belajar, menata buku, bermain, makan dan semua aktivitas dilakukan dengan anak-anak. Ibaratnya kata… tugas baby sitter dan asisten rumah tangga berakhir dan digantikan oleh ibu.
- Buat “ritual” khusus antara ayah ibu dan anak-anak. Misalnya ketika ayah pulang kerja, ajak semua anak-anak untuk menyambut ayah, makan malam bersama di meja makan dan setelah makan saling bercerita tentang kejadian pada hari itu, sholat maghrib dan isya’ berjamaah, ayah/ibu/kakak bergantian untuk memberikan kultum atau pembahasan sederhana tentang sejarah nabi-nabi atau orang-orang sholih atau tokoh sukses yang bisa menjadi figur teladan baik, membaca Al Quran bersama/bergantian.
- Menjelang tidur adalah saat yang pas untuk memanfaatkan gelombang otak anak yang beralih dari beta ke alfa, teta dan akhirnya tertidur pulas (delta). Ibu Luki bisa “memasukkan” hal-hal positif tentang kelebihan dan kebanggaan serta kebahagiaan ibu memiliki mereka…. “Alhamdulillah, anak ibu hebat, anak ibu sholih, anak ibu bahagia…dan seterusnya”.
- Cari waktu yang tepat untuk sharing dengan anak pertama dan kedua terkait tugas-tugas ibu di kantor. Apa manfaatnya, kemaslahatan apa yang bisa ibu berikan untuk mereka, untuk ibu dan orang lain. Atau bahkan kemaslahatan untuk bangsa kita. Tidak perlu mendoktrin atau bahkan memaksa mereka untuk bisa memahami/memakluminya. Sebaiknya tanyakan tentang bagaimana perasaan mereka tentang hal tersebut. Apa yang mereka rasakan, harapkan, kesulitan-kesulitan yang muncul ketika ayah dan ibu sedang bekerja. Pastikan bahwa mereka tidak takut untuk menyampaikannya, karena apapun yang mereka sampaikan, itu akan menjadi masukan yang sangat berharga untuk ibu.
- Sempatkan sebulan sekali untuk bertemu dengan wali kelas anak-anak di sekolah untuk mencari tahu tentang perkembangan pendidikan mereka, apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan mereka, dan bagaimana ibu bisa mengoptimalkan potensi yang mereka miliki.
- Ajarkan kepada babysitter dan asisten rumah tangga (ART) terkait pola-pola pembiasaan yang sebaiknya dilakukan oleh anak. Tentu saja, sesuaikan dengan nilai-nilai yang dianut oleh ayah dan ibu atau nilai-nilai yang dianut oleh keluarga. Sampaikan kepada babysitter dan ART bahwa apapun yang terjadi ketika ibu tidak ada di rumah, dikomunikasikan ke ibu atau ayah, sehingga jika ada sesuatu yang urgent dapat segera dicari solusinya.
- Allah Maha Rahman dan Rahim… Niatkan bahwa pekerjaan yang Ibu Luki lakukan adalah ibadah kepada Allah, banyak istighfar untuk semua kekurangan atas pengasuhan terhadap amanahNya dan berharap bahwa semua kebaikan yang ibu lakukan dalam melakukan pekerjaan ibu akan membawa kebaikan juga kepada ibu dan keluarga.
Demikian jawaban kami, Ibu Luki… Semoga ibu Luki dapat memahami dan menerapkannya dengan baik dan membawa kemaslahatan bagi ibu dan keluarga. Mohon maaf lahir batin untuk kekurangan. Jika masih ada yang ingin ditanyakan, mohon untuk tidak ragu untuk menuliskan kembali.
Salam Keluarga Maslahah
(Rully)