Humor Rais Syuriah PCNU Gunungkidul Vs Rais Syuriah PCNU Yogya

Humor Rais Syuriah PCNU Gunungkidul Vs Rais Syuriah PCNU Yogya

Humor Rais Syuriah PCNU Gunungkidul Vs Rais Syuriah PCNU Yogya

Bukan ulama NU jika tidak pintar melucu saat memberikan mauidzoh hasanah. Sepertinya aneka jokes tak pernah luntur dalam stok yang dimilikinya.

Bacaan Lainnya

Adalah KH Bardan Usman, Rais Syuriah PCNU Gunungkidul yang juga mubaligh kondang DIY. Tak hanya di seputaran wilayah lokal, Kiai Bardan melanglang hingga Sumatera, Kalimantan, sampai Sulawesi untuk ceramah.

Hebatnya, itu dilakukannya justru saat sudah purnatugas dari eselon lll Kemenag DIY. Artinya stamina yang dimiliki di usia yang tak lagi disebut muda sungguh luar biasa.

“Umur boleh tua, tapi semangat masih seperti pengantin muda, Mas,” ujarnya penuh canda satu waktu kepada penulis.

Kiai Bardan inilah sosok kiai full humor. Aneka jokes meluncur dengan polos, tanpa ekspresi sengaja hendak melucu. Dalam sebuah pengajian di Wonokromo, Bantul, beberapa waktu lalu misalnya. Kiai Bardan menjelaskan kehebatan seorang santri.

“Saya dulu pas kecil pernah mondok di Jejeran Wonokromo sini, alhamdulillah menjadi kenangan yang indah,” ungkapnya. “Hadirin jangan meremehkan santri, meski kecil tapi gendruwo saja takut,” jelas Kiai Bardan. Lho kok bisa?

“Dulu ada santri kecil pulang ngaji, Wonokromo masih gelap gulita dimana-mana adanya sawah membentang luas,” kisahnya mengenang. “Santri ini tidak pintar, buktinya doa yang ia hafal cuma satu yakni sebelum makan,” katanya. Namun justru doa ini yang menyelamatkannya.

“Saat pulang ngaji ia berpapasan dengan gendruwo, praktis ia merapal doa sebelum makan, satu-satunya doa yang dihafal ‘Allahumma bariklana’, eh Gendruwonya kabur sambil bilang, ‘Edyannn… lagi iki aku arep dipangan menungso, cah cilik meneh’,” urai Kiai Bardan. Sontak jamaah terpingkal-pingkal mendengar cerita kiai pengoleksi cincin akik itu.

Lalu bagaimana dengan KH Sholehudin Manshur, Rais Syuriah PCNU Kota Yogya? Tak kalah dengan Kiai Bardan. Dalam sebuah kesempatan pengajian, Kiai Sholehudin mengenang saat diajak koleganya mampir ngopi. Tak tanggung-tanggung ngopi kali ini di tempat bonafid. “Secangkir harganya Rp 120 ribu, dan ternyata enak betul,” ungkapnya. “Saya tanya, kok bisa enak ini kopi apa?” kata kiai. Koleganya jawab, “Ini kopi luwak, Pak Kiai.”

“Maksudnya?”

“Ya kopi luwak, biji kopi dimakan luwak, terus beproses dalam pencernaan luwak, keluar tiga hari kemudian, baru diolah, enak kan, Kiai?”

Kiai Sholehudin hampir tersedak, “Jadi kopi ini khoroja min silitil luwak???!?”

“Tepat sekali Kiai,” jawab sang kolega sambil terkekeh.

“Jadi bapak ibu hadirin, khoroja min silitil luwak saja bisa dihargai 120 ribu per cangkir, kalau khoroja min silitil panjenengan dihargai pinten?” tanya Kiai Sholehudin kepada jamaah pengajian.

Kontan seluruh hadirin ngakak sambil tersenyum geli membayangkan. Itulah sedikit gambaran ulama kita. Dinamika kehidupan selalu disampaikan secara slow. Monggo nderek para kiai…

Demikian Humor Rais Syuriah PCNU Gunungkidul Vs Rais Syuriah PCNU Yogya. Semoga Bermanfaat.

Ngoto, 21 Agustus 2019

Bramma Aji Putra, Humas Kemenag DIY dan Pengurus LTN PWNU DIY

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *