Sedang di Lampung. Mbolang pertama setelah 2 bulan terbaring sakit. Nggak kemarin-kemarin, kecuali rumah dan rumah sakit. Sesekali ke mall dan ke kampus. Itu kemarin. Sekarang sudah bisa mbolang. Gusti Alloh paringi kawula sehat, kuat, bregas, waras, manfangat berkah…
Tadi malam begitu mendarat di Lampung, buka internet, sedih banget. Tak terasa menetes air mata. Baca berita, Pak Habibie telah wafat. Inna lillahi wa inna ilaihi rojingun. Selamat jalan pak. Semoga khusnul khotimah.
Selain Gus Dur, tokoh inspirasi saya sejak kecil adalah Pak Habibie. Kalau Cak Nur saya mulai “mengenalnya” setelah kuliah di UGM Yogyakarta.
Pada suatu malam, Gus Dur ceramah di masjid dan dihadiri ribuan orang. Saya ikut juga di situ. Duduk bersimpuh di pelataran masjid. Masih menjadi santri kecil yang merasa suram tentang masa depannya. Menjadi anak desa yang hidup dalam keterbatasan. Saya selalu terngiang-ngiang apa yang Gus Dur bilang:
“Bapak/Ibu, meski hidup kita susah, anak-anak kita harus sekolah. Harus ya pak/bu. Kalau bisa setinggi-tingginya. Kalau perlu kita banting tulang. Capek demi masa depan anak-anak kita. Penting banget ini bu. Harus sekolah ya. Nggih mboten pak/bu?”
Kalimat yang selalu terngiang-ngiang dibenak saya. Seperti ada kekuatan magic. I dont know why. Sejak saat itu: bisa sekolah setinggi-tingginya, meski tahu bakal berat karena keterbatasan orang tua. Menjadi mimpi yang selalu saya angankan. Menjadi semangat yang selalu menguatkan.
Lalu muncullah tokoh Pak Habibie. Tahun 1990-an. Saya masih SMP. Dengar dari media tentang “Berotak Jerman berhati Mekkah”. Sebagai santri kecil Pesantren Al-Himmah Danasri Cilacap dan pelajar SMP. Sejak itu selalu terselip dalam doa saya. Menjadi orang berilmu seperti Pak Habibie. Tentu dulu Jerman terlalu tinggi buat saya. Yang ilmunya manfangat dan berkah untuk agama (berhati Mekkah). Dulu saya mikirnya masih lingkup NU, hehe. Juga untuk masyarakat saya.
Setelah Gus Dur wafat 10 tahun lalu, kini Pak Habibie menyusul. Dua tokoh inspirator telah pergi. Tapi keteladanan dari dan melalui mereka selalu di hati. Tekad melanjutkan perjuangan beliau: menjadi orang berilmu sesuai saran Gus Dur dan seperti Pak Habibie… serta demi masa depan yang lebih baik dan manfangat-berkah untuk agama dan masyarakat semua….
Ila arwahi Gus Dur wa Pak Habibi, wa Cak Nur.. allohummaghfirlahum, warhamhum, wangafihim wangfu nganhum. Lahumul faatihah…
Dr Suratno, Dosen Universitas Paramadina Jakarta dan Pengurus Lakpesdam PBNU.