BUAT AAPAAA???
Seorang gus yang belakangan menjadi politisi besar yang tangguh dulunya menggelandang di Jakarta, bertungkus-lumus kesana-kemari mencari ruang hidup ditengah hiruk-pikuk jalanan.
Di awal 1990-an itu, Gus Dur sebagai Ketua Umum PBNU menyewa rumah di kampung Paseban, Kramat Sentiong, dekat kantor PBNU. Rumah itu lantas dijadikan tempat penampungan bagi anak-anak muda NU yang membonek dari kampung ke Jakarta, termasuk gus kita ini.
Siang menjelang sore, setelah seharian berkeliaran membakar keringat, si gus pulang ke rumah Paseban, membanting punggungnya ke atas tikar dengan desah kelelahan nyaris putus asa, lalu berteriak sekencang-kencangnya,
“Nashoro yanshuru nashron fahuwa naashirun… Yaa Alloh Gustiiii!!! Gae oopoooo apalanku biyen ikiiihh…!!!” (Buat apa hapalanku dulu ini?)
Setelah sukses sebagai politisi dan meraih jabatan politik yang cukup tinggi, Gus Kita pun menjalani profesi sambilan sebagai muballigh dengan tak kalah suksesnya pula, tapi tidak pernah menjadi pengurus MUI.
Penulis: KH Yahya Cholil Staquf, Katib Aam PBNU.