Gus Mus Kisahkan Persahabatannya dengan Gus Dur

gus mus panutan

Banyak kisah unik dan berkesan yang Gus Mus bagikan kepada kami. Utamanya ketika kuliah di Al Azhar Mesir dan kisah persahabatannya dengan Gus Dur. Sesekali kami serius menyimak kemudian tertawa bersama. Beliau tampak sehat dan sangat bersemangat membagikan pengalaman masa lalunya.

Karena narasi kisahnya yang panjang, saya hanya mampu menuliskannya pada beberapa point berikut. Sesuai penuturan beliau:

*Saya itu tidak pernah mengenyam pendidikan formal. Tidak ada ijazah dari SD (dulu disebut SR) hingga SMA. Saya bisa kuliah di Al Azhar itupun karena iseng-iseng mengisi formulir, kemudian diterima.

*Masalahnya saya tidak punya ijazah karena hanya ngaji diniyah di Krapyak. Tetapi atas rekomendasi selembar kertas kosong yang ditandatangi oleh KH. Ali Ma’shum, maka saya pun diterima oleh kampus Al Azhar.

(Disinilah menurut Gus Mus salah satu “karomah” KH. Ali Ma’shum, cuma TTD di atas kertas kosong sebagai surat rekomendasi akademik bisa diterima oleh kampus seketat Al Azhar )

*Selang 6 bulan di Al Azhar, saya bertemu Gus Dur. Uniknya Gus Dur hanya mendaftar saja. Tapi tidak pernah masuk kuliah karena semua mata kuliah di jurusan yang dipilih sudah dipelajari di pesantren.

“Lapo kuliah, ngentek-ngentei umur,” ujar Gus Dur waktu itu. (Gus Mus pun terkekeh).

*Di Mesir, Gus Dur tidak belajar di lembaga formal, justru malah aktif berorganisasi dan membangunan jaringan/network global.

*Gus Dur aktif mengumpulkan mahasiswa dari berbagai negara ( Maroko, Prancis, Belanda, Mesir dll) untuk saling bertukar ilmu dan pengalaman.

*Uniknya, Gus Dur itu seolah-olah mengetahui (waskito) potensi masing-masing mahasiswa tersebut bahwa mereka kelak berpotensi menjadi tokoh penting di negaranya masing-masing.

(Kisah ini mengingatkan saya tentang ayahanda Gus Dur, KH. A. Wahid Hasyim, yang mempunyai kemampuan dalam membaca potensi seseorang melalui gaya bicara, gesture dan tampilan fisiknya: apakah orang tersebut bisa dikader atau tidak)

*Gus Dur jika merasa jengkel dan didholimi oleh seseorang atau oknum pemerintah sering berujar “Titenono nek aku wis kuwoso” (Tunggu jika kelak aku berkuasa menjadi Presiden).

*Keanehan Gus Dur yang lain, satu bulan sebelum peristiwa G30s PKI meletus, beliau sudah punya firasat. Suatu ketika mendatangi kamar kos saya sambil membawa peta Indonesia. Beliau menerangkan potensi kantong-kantong perjuangan kaum santri, ABRI dan sebagainya di beberapa kota untuk menghadang PKI. Saya hanya geleng-geleng karena menduga Gus Dur ini mengada-ngada.

(Dan sisa sejarah pun kita ketahui bersama, PKI mengadakan pemberontakan yang hebat didalam negeri).

*Gus Dur, setelah kuliah di Irak, mengajak saya pindah dan bekerja di Belanda. Disana beliau hidup dan bekerja dengan uang yang lebih. Bahkan bisa membeli mobil second. Gus Dur mengajak saya untuk suatu saat berkeliling Eropa dengan mobilnya. Bahkan beliau sudah mem-planning nanti kita mampir dirumahnya si A, si B dst (teman-teman Gus Dur sewaktu membangun jaringan Mahasiswa International di Mesir), namun rencana ini gagal karena saya harus mendampingi Ibu yang pergi Haji.

(Disini kemudian ramalan Gus Dur terbukti bahwa rekan mahasiswanya rata-rata memang sukses. Ada yang menjadi Tokoh masyarakat, Menteri, Presiden dsb).

*Pengapesan (kelemahan) Gus Dur itu cuma satu. Yakni IBU. Gus Dur paling tidak bisa menolak perintah ibu. (Gus Mus kemudian bercerita beberapa kisah ketaatan Gus Dur dengan ibunya).

*Tahun 90’an, Gus Dur sering mengatakan kepada teman-temannya bahwa ia sudah menentukan kabinetnya.

(Banyak yang menganggap Gus Dur hanya bercanda. Juga karena Pak Soeharto masih digdaya berkuasa).

*Ketika Gus Dur menjadi presiden. Saya mulai mengambil jarak, meskipun sesekali kami saling merindukan.

(Inilah akhlaq seorang Kyai/ulama’. Tidak memanfaatkan relasi untuk meminta jatah pada pejabat. Hal yang sama juga pernah diutarakan Alm. KH. Hasyim Muzadi yang mengambil jarak kepada Gus Dur ketika menjadi RI-1).

*Ada 2 tokoh yang menjadi primadona ketika itu. Yakni Gus Dur dan Cak Nur (Nurcholish Majid). Keduanya dianggap sebagai sosok yang cendikia dan pintar dalam ilmu umum dan ilmu agama. Namun Gus Dur lebih unggul karena memiliki “akar” yang lebih kuat.

*Ketika dalam keadaan sakit menjelang hari-hari terakhirnya, Gus Dur berkata kepada dr. Umar (adiknya) “Saya kangen Gus Mus…”.

*dr umar pun spontan mencegah Gus Dur untuk bepergian karena memang kondisinya yang lemah.

“Jangan, Mas. Biar Gus Mus saja yang saya suruh ke Jombang,” ujar dr. Umar.

Gus Dur pun marah.

“Lho saya ini yang kangen Gus Mus. Yang kangen harusnya mendatangi yang dikangeni. Bukan sebaliknya.” seru Gus Dur.

Dr. Umar, Mbak Sinta (bu Shinta istri Gus Dur) beserta putri-putrinya mau tak mau menuruti kemauan Gus Dur untuk bertandang ke Rembang.

* Di Rembang, kami mengobrol lama sampai larut malam. Jika tidak diingatkan mbak Shinta, mungkin ngobrolnya bisa lebih lama lagi.

* Gus Dur pun pamit dan berujar bahwa beliau harus kembali ke Tebuireng karena “dipanggil” oleh Mbah Hasyim Asy’ari.

* Tak berselang lama, Gus Dur wafat. Itulah pertemuan terakhir kami.

Semoga bermanfaat.

*Diakhir pertemuan, Gus Mus memberikan kami oleh-oleh pakaian koko dan novel karangan beliau. Kami pun takjub dengan akhlaq beliau. Tokoh dan Kyai besar yang sangat baik dalam menerapkan ikrom ad-dhayf.

Senin, 3 Desember 2018

(Gus A. Kanzul Fikri, Pengasuh PP. Al Aqobah, Jombang)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *