Oleh: Prof Moh. Ali Aziz, Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya.
Jum’at itu (6 September 2019), saya sangat beruntung. Sebab, setelah berkhutbah Jum’at tentang “Laqad Jaa-akum Rasuul,” dan shalat bersama di Masjid Nasional Al Akbar Surabaya, saya langsung duduk terdepan mendengarkan ceramah Gus Miftah, pembimbing spiritual Dedy Corbuzier. Inilah beberapa poin ceramahnya:
1. Tidak ada ustad atau kiai yang bisa menjamin iman dirinya dan iman orang yang dibimbingnya. Sebab, dalam sejarah, tidak sedikit agamawan kesohor, bahkan memiliki kelebihan-kelebihan yang mengagumkan, tiba-tiba murtad sampai matinya. Surga di depannya, dan bau harumnya sudah tercium olehnya, tapi tiba-tiba murtad. Penyebabnya variatif, tapi yang terbanyak adalah asmara dengan lain jenis. Sebaliknya, juga ada orang yang salah satu kakinya sudah di neraka, tiba-tiba Allah menarik tangannya dan berubah menjadi manusia mulia, bahkan menjadi ulama besar.
2. Itulah spekulasi masa depan manusia. (Karena kecocokan visi itulah, maka saya (Moh Ali Aziz) memberikan hadiah kepada Gus Mif buku “Hidup Masih Koma, Belum Titik,” juga buku “Airmata Cordoba” dan “Terapi Shalat Bahagia” yang selanjutnya akan diberikan ke DC).
3. Belajar agama harus dengan pendekatan “iqra’ bismi rabbik,” yaitu perpaduan antara intelektual dan spiritual, atau antara otak dan hati, atau antara rasa dan rasio. Tanpa itu, keagamaan kita akan kering, dan akan miskin sopan santun dalam berinteraksi dengan manusia dari berbagai lapisan.
4. Agama harus bersumber dari hati, lalu naik ke mata. Bukan dari mata turun ke hati. Sebab, banyak ajaran agama yang bersifat gaib, dan tentu tidak bisa didekati secara empiris.
5. Kita harus akrab, kasih dan memberi solusi para pelaku dosa, sebab tidak sedikit di antara mereka yang sedang berjuang untuk bertobat, tapi selalu gagal, karena tidak menemukan orang yang membimbingnya. Jangan hanya mencaci dan tidak memberi solusi. Harus ada di antara kita, pembimbing agama yang blusukan ke tempat-tempat maksiat yang terbesar sekalipun agar ada cahaya di tengah mereka.
“Ajaklah mereka bershalawat, meskipun mereka berpakaian minim dan tak sopan. Itu bukanlah mencampur aduk antara yang baik dan buruk, melainkan meneteskan setitik cahaya di tengah kegelapan. Itu lebih baik daripada membiarkan mereka tanpa cahaya. Ratusan pendosa di Jakarta dan berbagai daerah yang bisa tertembus dengan cahaya itu, lalu bertobat total. Biarlah orang mencaci langkah Anda. Saya heran, orang yang pekerjaannya mencaci dan membully orang itu makanannya apa, sehingga bahasanya selalu keras dan kasar,” kata Gus Mif.
6. Ada orang bertanya, mengapa beberapa perintah agama dalam Alquran sangat tidak masuk akal. Misalnya perintah Allah kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih satu-satunya anak kesayangannya. Jawabannya sangat sederhana, “Jika semua ajaran agama rasional, maka apa bedanya ilmu pengetahuan dan agama.”
7. Penanya yang demikian itu, mualaf kritis. Ada juga mualaf yang serba pendekatan hati. Misalnya almarhum Gito Rolies. Setiap kali bertemu dengan ustad, ia selalu meminta dibacakan Surat Az Zumar ayat 24 yang berisi hiburan dan super optimisme bagi pemikul gunungan dosa.
Surabaya, 07-9-2019.