Guru Sekumpul Kisahkan Taubatnya Seorang Ahli Maksiat Hingga Menjadi Wali
Berkata Abah Guru Sekumpul, “Amalan hati yg paling baik adalah husnudzon”
“Tanda orang yang telah dipilih Allah swt untuk menjadi baik adalah dia baik sangka kepada seluruh makhluk Allah swt dan buruk sangka kepada dirinya sendiri”
“Arti menutup aib orang lain adalah tidak melihat sama sekali akan aib orang itu, jika kita melihat aib orang lain tapi tidak membicarakan aib orang itu maka itu masih tidak menutup aib orang itu, apabila kita melihat aib di badan seseorang maka wajib segera bertaubat…”
“Tanda ibadah diterima oleh Allah hati tidak pernah melihat aib orang lain lagi dan hanya melihat kebaikan orang saja…”
“Butakan matamu dari melihat aib orang lain dan buka mata hatimu untuk melihat aib kamu sendiri…”
“Supaya mati kita dalam keadaan beriman dan khusnul khotimah adalah jangan sekali-kali kita melihat kekurangan dan keburukan orang lain”
“Hanya hati yang bersih saja yang selamat di hadrah Allah swt.
“Husnudzon kepada orang soleh paling tinggi derajatnya”
“Al aidrus itu artinya pemuka para wali, para habaib dari golongan al Aidrus, mulai Habib Abdullah al Aidrus al Akbar dan keturunannya, banyak yang mendapatkan maqom yang tinggi itu disebabkan karena hati mereka banyak husnudzon kepada orang muslim”
“Habib Abdullah Al aidrus al akbar berkata, ‘husnudzon adalah wilayah dirinya’, artinya orang yg husnudzon itu tanda adanya wilayah /kewalian di dalam dirinya”
“Apabila seseorang melihat orang lain dengan husnudzon (baik sangka), maka itu alamat adanya taufiq, alamat bahwa hati orang tersebut ‘hidup’ dan mendapatkan Nuur.”
“Orang yg beriman tandanya kata”nya baik, umpamanya melihat anaknya tidur…dia mengatakan ‘hai wali majzub bangun’…ketika melihat anaknya beribadah dia mengatakan…’hai wali”
“Semakin banyak engkau husnudzon kepada orang lain semakin banyak Nuur di hatimu”
“Kebiasaan para wali dari dahulu, kalau melihat atau bertemu orang lain, hatinya penuh dengan sangka baik, Meskipun mereka didzolimi pun mereka mudah menyangka ‘jangan” orang ini adalah malaikat yang dikirim Allah swt’, ‘jangan” ia adalah Nabi Khidr’, ‘jangan” ia adalah wali…'”
Dikisahkan suatu ketika seorang lelaki yang sejak muda selalu bermaksiat dan bergelimang dosa berjalan melewati rumah seorang waliyullah.
Ia melihat pintu rumah sang wali terbuka. Tiba-tiba terlintas dalam hatinya untuk berhenti sejenak. Ia berkata dalam hati, “Tubuhku ini sejak diciptakan Allah swt selalu bermaksiat, Sedangkan sang wali itu, tubuhnya sejak diciptakan Allah swt selalu taat. Aku ingin memandang tubuh yang taat itu dari ujung rambut hingga ujung kaki, semoga berkat pandanganku ini kelak di hari kiamat aku memperoleh pertolongan (syafa’atnya).”
Ia pun menghentikan langkahnya.
Saat itu sang syeikh sedang berdiri di depan pintu. Lelaki pendosa itu lalu memandang sang syeikh dari ujung rambut hingga ujung kaki dengan pandangan berharap berkah. Setelah puas ia pergi tanpa berkata sepatah katapun.
Di tengah jalan lelaki itu bertemu dengan salah seorang murid sang syeikh tadi.
Sang Murid bertanya, “Mengapa kau pergi meninggalkannya ?”
Lelaki itu Menjawab,
“Aku hanya ingin menatapnya. semoga tubuh yang taat itu memberi syafa’at kepada tubuh yang suka maksiat ini”.
Lelaki itu pun melanjutkan perjalanannya.
Sementara si murid menemui sang syeikh dan bertanya, “Apakah tadi ada seorang lelaki datang menemui Syekh ?”
Sang Syaikh menjawab,
“Ya, ia berhenti di pintu kemudian pergi begitu saja”
Kata si murid,
”Aku tadi juga melihatnya. Kutanyakan mengapa ia berbuat demikian, ia lalu menjelaskan alasannya,”
Sang Syaikh berkata,
“Benarkah ia berkata demikian ?”
Sang murid menjawab, “Benar”
Sang Syaikh berkata,
“Kalau demikian, tidak ada yang pantas membawa sirr-ku (rahasia yang dimiliki wali Allah swt) kecuali dia. Panggillah dia !”
Si murid bergegas pergi mengejar lelaki itu sampai ia mendapatinya di pasar.
“Cepat kemari, kau akan memperoleh sesuatu yang agung tanpa harus bersusah payah”, ajak si murid.
Sang syeikh kemudian menjadikan lelaki tersebut murid khususnya dan mewariskan sirrnya. Lelaki itu akhirnya menjadi kholifah sang syekh dan menggantikan kedudukannya untuk mendidik murid-muridnya.
Subhanallah…
Kata para ulama’, “Almadad biqodril masyhad” , besar kecilnya pemberian itu tergantung cara memandangnya. Para sahabat setiap detiknya mendapat maqam yang tinggi karena memandang kamaliyah (kesempurnaan) dan Nuur Rasulullah Saw. Sedangkan Abu Jahal hanya memandangnya sebagai anak yatim biasa. Apabila kita memandang guru, niatkanlah kita sedang memandang Insan Kamil / Rasulullah saw, maka sebesar-besarnya nuur akan kita dapatkan.
Allahumma sholli ala Sayyidina Muhammad wa alihi wa sohbihi wa sallim
Demikian Guru Sekumpul Kisahkan Taubatnya Seorang Ahli Maksiat Hingga Menjadi Wali. Semoga bermanfaat.