Fokus Jadi Ketum PBNU, Kiai Mahfudz Shiddiq Mengontrak Rumah di Surabaya.
KH Mahfudz Shiddiq. Beliau lahir di Jember pada tahun 1907 M. Beliau belajar agama pertama kali melalui ayah beliau KH Muhammad Shiddiq Jember kemudian melanjutkan kepada KH Hasyim Asy’ari Jombang lalu ke Makah.
Pada tahun 1937, pada Muktamar NU di Malang, KH Hasyim Asy’ari meminta supaya KH Mahfudz berkenan menjadi ketua PBNU, namun karena merasa masih sangat muda dan banyak kiai yang lebih senior KH Mahfudz Shiddiq meminta supaya kiai lain yang menjadi ketua PBNU. Namun KH Hasyim Asy’ari tetap teguh meminta supaya KH Mahfudz Shiddiq berkenan menjadi ketua PBNU. Namun KH Mahfudz Shiddiq tetap merasa kurang pantas.
Akhirnya, KH Hasyim Asy’ari menghubungi KH Muhammad Shiddiq supaya putra pertama beliau berkenan menjadi ketua PBNU. Akhirnya, untuk mentaati perintah orang tua dan guru, KH Mahfudz Shiddiq menjadi ketua PBNU pada usia 30 tahun di Mukatamar NU Malang.
Semasa menjadi ketua PBNU, KH Mahfudz Shiddiq rela pindah dari Jember ke Surabaya dan mengontrak rumah di daerah Ampel guna memudahkan menjalankan kewajiban amanat ketua PBNU secara maksimal. Di antara perjuangan beliau di NU adalah beliau menerbitkan majalah NU yang beredar ke Jawa Madura hingga Lampung Selatan.
Beliau juga membuat maklumat keputusan PBNU pada setiap Isra Mi’raj bulan Rajab, seluruh ranting diminta untuk mengadakan urunan uang guna bantuan kepada negara Palestina yang ketika itu dijajah Israel. KH Mahfudz juga menulis buku pedoman Tabligh dan buku tentang Ijtihad dan Taqlid sebagai pedoman warga NU ketika menghadapi kaum yang sering menyalahkan amalan NU.
Hingga suatu saat, datang Jepang ke Indonesia untuk menjajah dan memerintahkan supaya rakyat Indonesia meghormati matahari dengan membungkuk. KH Hasyim Asy’ari dan KH Mahfudz Shidiq memutuskan melawan. Hal ini menyebabkan keduanya dimasukkan ke dalam penjara. Di dalam penjara kedua kiai tersebut di siksa. KH Hasyim yang sudah sepuh pun disiksa sampai tangan kanan beliau tidak bisa bergerak sesaat. Namun, siksaan kepada KH Mahfud Shiddiq yang masih muda lebih kejam dan berat. Sehingga, ketika KH Mahfudz Shiddiq keluar dari penjara, beliau dalam keadaan sakit yang teramat parah. Sehingga sesaat setelah beliau keluar penjara, pada tahun 1944 beliau meninggal dunia dalam usia muda 37 tahun dengan membawa luka luka siksaan tentara Jepang.
Sehingga KH Mustofa Bisri pernah bercerita bahwa ketika Indonesia merdeka pada Agustus tahun 45, beberapa bulan setelah KH Mahfudz Shiddiq meninggal, KH Hasyim Asyari menangis tersedu-sedu mengingat bagaimana pedihnya siksaan Jepang kepada KH Mahfudz Shiddiq, namun ketika Indonesia merdeka KH Mahfudz Shiddiq tidak bisa merasakan manisnya kemerdekaan.
يا ايتهاالنفس المطمئنة. ارجعى الى ربك راضية مرضية. فادخلى فى عبادى. وادخلى جنتى.
Selamat jalan KH Mahfudz Shiddiq, Semoga Allah mengganti siksaan Jepang dengan kenikmatan di Surga. Insya Allah, akan datang rombongan PWNU JATIM yang akan menziarahi Makam engkau untuk mengenang perjuangan engkau di NU. Mereka masih mengenangmu mungkin karena keikhlasan engkau dalam berjuang sebagaimana perkataan hikmah Wali Allah Syaikh Ibn Athaillah Sakandari
ما كان لله دام واتصل . وما كان لغير الله زال وانفصل
“Sesuatu yang karena Allah akan selalu abadi dan bersambung. Dan sesuatu yang bukan karena Allah akan hilang dan terputus.”
Jember, 6 Maret 2020.
Penulis: KH Ahmad Gholban Aunir Rahman, Jember.
*Melengkapi artikel Fokus Jadi Ketum PBNU, Kiai Mahfudz Shiddiq Mengontrak Rumah di Surabaya, berikut ini foto-foto yang sangat bagus tentang perjuangan beliau.