Sekitar tahun 1314 H/ 1896 M, Mbah Kyai Dalhar diminta oleh gurunya, Syaikh as-Sayyid Ibrahim bin Muhammad al-Jilani al-Hasani, untuk menemani putera laki-laki tertuanya yang bernama Sayyid Abdurrahman al-Jilani al-Hasani mencari ilmi ke Makkah al-Mukarramah.
Dalam kejadian bersejarah ini ada kisah menarik yang perlu disuritauladani atas ketaatan dan keta’dziman Mbah Kyai Dalhar pada gurunya. Namun akan kita tulis pada segmen lainnya.
Syaikh as-Sayid Ibrahim bin Muhammad al- Jilani al- Hasani punya keinginan menyerahkan pendidikan puteranya yang bernama Sayyid Abdurrahman al- Jilani al-Hasani kepada kerabat beliau yang berada di Makkah. Kerabat Syaikh Ibrahim al-Hasani waktu itu selaku Mufti Syafi’iyyah Makkah, yakni Syaikh as- Sayyid Muhammad Babashol al-Hasani (ayah Syaikh as-Sayid Muhammad Sa’id Babashol al-Hasani). Sayyid Abdurrahman al-Hasani bersama Mbah Kyai Dalhar berangkat ke Makkah dengan menggunakan kapal laut melalui pelabuhan Tanjung Mas, Semarang.
Dikisahkan selama perjalanan dari Kebumen, singgah di Muntilan dan kemudian lanjut sampai di Semarang. Saking ta’dzimnya Mbah Kyai Dalhar kepada putera gurunya, beliau memilih tetap berjalan kaki sambil menuntun kuda yang dikendarai oleh Sayyid Abdurrahman. Padahal Sayyid Abdurrahman telah mempersilakan Mbah Kyai Dalhar agar naik kuda bersama. Namun itulah sikap yang diambil oleh sosok Mbah Kyai Dalhar. Sesampainya di Makkah (waktu itu masih bernama Hejaz), Mbah Kyai Dalhar dan Sayyid Abdurrahman tinggal di rubath (asrama tempat para santri tinggal) Syaikh as-Sayyid Muhammad Babashol al- Hasani, yaitu di daerah Misfalah.
Sayyid Abdurrahman dalam rihlah ini hanya sempat belajar pada Syaikh as-Sayid Muhammad Babashol al- Hasani selama 3 bulan, karena beliau diminta oleh gurunya dan para ulama Hejaz untuk memimpin kaum muslimin mempertahankan Makkah dan Madinah dari serangan sekutu. Sementara itu Mbah Kyai Dalhar diuntungkan dengan dapat belajar di tanah suci tersebut hingga mencapai waktu 25 tahun.
Syaikh as-Sayyyid Muhammad Babashol al- Hasani inilah yang kemudian memberi nama “Dalhar” pada Mbah Kyai Dalhar. Hingga akhirnya beliau memakai nama Nahrowi Dalhar, dimana nama Nahrowi adalah nama asli beliau dan Dalhar adalah nama yang diberikan untuk beliau oleh Syaikh as-Sayyid Muhammad Babashol al-Hasani. Rupanya atas kehendak Allah Swt., Mbah Kyai Nahrowi Dalhar di belakang waktu lebih masyhur namanya dengan nama pemberian sang guru yaitu Mbah Kyai “Dalhar”.
Ketika berada di Hejaz inilah Mbah Kyai Dalhar memperoleh ijazah kemusrsyidan Thariqah Syadziliyyah dari Syaikh Muhtarom al-Makki dan ijazah aurad Dalailul Khairat dari as-Sayyid Muhammad Amin al-Madani. Dimana kedua amaliyah ini di belakang waktu menjadi bagian amaliah rutin yang memasyhurkan nama beliau di Jawa.
Riyadhah dan Amaliah Mbah Dalhar Mbah Kyai Dalhar adalah seorang ulama yang senang melakukan riyadhah. Sehingga pantas saja jika menurut riwayat shahih yang berasal dari para ulama ahli hakikat, para sahabatnya, beliau adalah orang yang amat akrab dengan Nabiyullah Khidhir As. Sampai-sampai ada putera beliau yang diberi nama Khidhir karena tafaulan (mengharap berkah) dengan Nabiyullah Khidhir As. Sayang putera beliau yang cukup alim walau masih amat muda ini dikehendaki kembali oleh Allah Swt. ketika usianya belum menginjak dewasa.
Selama di tanah suci, Mbah Kyai Dalhar pernah melakukan khalwat selama 3 tahun di suatu goa yang teramat sempit tempatnya. Dan selama itu pula beliau melakukan puasa dengan berbuka hanya memakan 3 buah biji kurma saja serta meminum seteguk air zamzam secukupnya. Dari bagian riyadhahnya, beliau juga pernah melakukan riyadhah khusus untuk medoakan para keturunan beliau serta para santri-santriny a. Dalam hal adab selama di tanah suci, Mbah Kyai Dalhar tidak pernah buang air kecil ataupun air besar di tanah Haram. Ketika merasa perlu untuk buang hajat, beliau lari keluar tanah Haram.
Selain mengamalkan dzikr jahr ‘ala thariqatis syadziliyyah, Mbah Kyai Dalhar juga senang melakukan dzikir sirri. Ketika sudah tenggelam dengan dzikir sirrinya ini, Mbah Kyai Dalhar dapat mencapai 3 hari 3 malam tak dapat diganggu oleh siapapun. Dalam hal Thariqah Syadziliyyah, menurut KH. Ahmad Abdul Haq, Mbah Kyai Dalhar menurunkan ijazah kemursyidan hanya kepada 3 orang; yaitu Kyai Iskandar Salatiga, KH. Dimyathi Banten dan KH. Ahmad Abdul Haq. Sahrallayal (meninggalkan tidur malam) adalah juga bagian dari riyadhah Mbah Kyai Dalhar.
Sampai dengan sekarang, meninggalkan tidur malam ini menjadi bagian adat kebiasaan yang berlaku bagi para putera-putera di Watucongol.
06 Oktober 2013
Penulis: Sya’roni As-Samfuriy, Tegal.