Cara Sufi Mengingat Allah Sepanjang Waktu

Cara Sufi Mengingat Allah Sepanjang Waktu

Cara Sufi Mengingat Allah Sepanjang Waktu.

Imam Abu Muhammad Sahl bin Abdillah bin Yunus at-Tustari, atau di singkat dengan sebutan Imam Sahl at-Tustari adalah ulama hebat sufi abad tiga hijriyyah. Beliau lahir di daerah Tustar Iran.

Penyebab beliau menyelam dalam dunia shufi adalah wejangan pamannya:

“Hei, Sahl! Apakah kau tidak ingin senantiasa teringat Allah yang menciptakanmu?”

“Bagaimana aku bisa mengingatnya sepanjang waktu?”

“Coba, ketika kau akan tidur, waktu kamu membolak-balikkan badanmu, minim sebut tiga kali tanpa kau gerakkan lisanmu: Allah bersamaku! Allah melihatku! Allah yang menjadi saksiku!”

Setelah beberapa hari mempraktekkan nasehat pamannya. Iapun bertemu dengan beliau dan mengkhabarkan apa yang dilakukannya. Dan pamannya memberi tambahan nasehat, “Coba, mulai sekarang, setiap malam, katakan itu sebelas kali!” (Dari ketiga lafadz diatas). Semenjak itu, ada perasaan luar biasa yang menghinggapinya, yakni manisnya iman!

Ketika setahun berlalu. Pamannya mewejang lagi:

“Jaga dan pertahankan sampai keliang kubur apa yang kuajarkan! Sebab itu sangat bermanfaat bagi dunia dan akhiratmu!”

Beliau memegang erat ucapan pamannya. Hingga suatu hari bertemu kembali dan mendapat wejangan terakhir:

“Hei, Sahl! Orang yang tahu kalau Allah senantiasa melihat dan menjadi saksinya, akankah berani melakukan maksiat terhadapNya?! Jauhi maksiat!”

Dan mulai detik itulah, beliau memantapkan diri ke dunia shufi.

(Kisah ini dari wikipidia arabic)

Nah!

Imam Abdullah bin ‘Alawi al-Haddaad dalam kitabnya ad-Da’watu-Taammah Hal: 65, menukil “Trawangan” Imam Sahl at-Tustari, begini:

Kata Imam Sahl bin Abdullah at-Tustari:

“Akan datang suatu zaman pada manusia, dimana harta halal hilang dari genggaman orang kayanya. Harta, mereka dapatkan dari yang tidak halal. Hingga Allah menjadikan mereka saling ingin menguasai. Itu menyebabkan mereka tak bisa merasakan kenikmatan hidup. Hati mereka terpenuhi dengan takut kefakiran dunia. Takut tawaan hina dari musuh-musuhnya.

Di zaman itu, yang bisa merasakan kenikmatan hidup malah para hamba dan anak buahnya, toh padahal tuan-tuan mereka terguncang musibah, celaka dan kesulitan, serta ketakutan amat sangat terhadap yang mendzaliminya.

Di zaman itu, yang bisa menikmati hidup, hanya orang-orang munafiq, mereka tak perduli darimana harta didapatkannya dan untuk apa, serta mereka tak perduli apakah itu merusakkan diri atau tidak.

Dan di zaman itu, derajad cendekia sama dengan orang-orang bodohnya! Hidup para ahli agama itu, tak jauh beda dengan orang jahatnya! Kewafatannya, laksana kematian orang-orang bingung nan sesat!”

Untuk sekarang, mungkin ada yang benar, tapi hamba yakin ndak seratus prosen. Para Ulama, para cendekia, para dermawan, masih banyak yang baik dan berlomba-lomba menegakkan agama islam yang mulia ini. Semoga ini bertahan lama. Amin.

Demkian Cara Sufi Mengingat Allah Sepanjang Waktu, semoga manfaat.

Wallahu A’lam bis-Shawaab.

Penulis: Gus Robert Azmi, Nganjuk.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *