Biografi KH Hasan Asy’ari (Mbah Mangli) Magelang
Muhammad Bahri atau yang lebih akrab dipanggil dengan panggilan KH. Hasan Asy’ari (Mbah Mangli) lahir di Kota Kediri, 17 Agustus 1945. Beliau merupakan putra bungsu dari Muhammad Ishaq, yang jika diulas keturunannya masih satu garis keturunan dengan Maulana Hasanuddin bin Sunan Gunung Jati. Menurut dari garis keturunan ibu, beliau merupakan keturunan dari KH. Ageng Hasan Besari yang juga masih keturunan Sunan Kalijaga. KH. Hasan Asy’ari menikah dengan Hj. Ning Aliyah. Dari pernikahkan tersebut beliau dikaruniai satu putra yang dikenal dengan Gus Thohir dan tiga putri yang dikenal dengan Ning Nimaunah, Ning Nimaiyah, dan Ning Nibariyah.
Hasan Asy’ari memulai pendidikan perdananya kepada ayahandanya. Pada proses ini, mental beliau dibentuk dengan disiplin pendidikan yang ketat dan sangat keras oleh ayahnya. Pada tingkat pendidikan ini, beliau diajarkan tentang menghafal Kitab Taqrib dan maknanya, serta mempelajari tafsir Al-Qur’an baik makna maupun nasakh dan mansukhnya.
Pada tahun 1959, beliau mendirikan pondok pesantren salafiyah namun tidak diberi nama resmi. Seiring berjalannya waktu, pondok pesantren tersebut dikenal dengan nama Pondok Pesantren Mangli dan beliau KH. Hasan Asy’ari dikenal masyarkat dengan nama Mbah Mangli. Nama ini diberikan oleh masyarakat karena beliau menyebarkan Agama Islam di daerah Kampung Mangli, Desaa girirejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang.
Selain mendidik umat lewat pesantren, Mbah Mangli juga aktif melakukan dakwah dan syiar Islam ke berbagai wilayah. Baik di Desa Mejing, Kecamatan Candimulyo, bahkan beliau secara khusus menggelar pengajian rutin bertempat di sebuah langgar atau surau yang dikenal sebagai Langgar Linggan. Lokasi dari Langgar Lingan ini tepatnya di atas tanah wakaf dari KH Khadis, tokoh ulama terkemuka di Mejing pada dekade 1960-1970.
Langgar Linggan itu sendiri menjadi pengganti masjid Jami Mejing, yang hanya sempat tiga kali digunakan sebagai pusat pengajian Mbah Mangli. Bukan apa-apa, pemindahan itu hanya dilandasi pertimbangan kenyamanan pengunjung. Masjid Jami posisinya persis di tepi jalan jurusan Magelang-Candimulyo. Berbagai kalangan umat islam dating berbondong-bndong untuk mendengarkan nasihat dan petuah kiai kharismatik dengan penuh kekhidmatan. Apabila mengadakan pengajian, Mbah Mangli tidak pernah menggunakan pengeras suara, tetapi dari ribuan jamaah tidak satupun yang tidak mendengar suara beliau.
Mbah Mangli merupakan mursyid Thoriqat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah yang didirikan oleh Syekh Achmad Khotib Al-Syambasi. Selain itu, Mbah Mangli juga merupakan pengikut Thoriqat Alawiyyah. Beliau sering mengikuti Maulid Nabi Muhammad di Masjid Ar-Riyyadh, Pasar Klliwon, Surakarta pimpinan Habib Anis bin Alwi al-Habsyi. Adapun wiridan wajib di Pondok Pesantren Mangli adalah Rotib Alhadad, Rotib Alatas, dan Rotib Syakron.
Mbah Mangli dikaruniai karomah “melipat bumi” yaitu bisa datang dan pergi ke berbagai tempat yang jauh dalam sekejap mata. Pada sisi lain, beliau dikenal memiliki psikokinesis yang tinggi. Hal ini maksudnya adalah beliau dapat mengetahui maksud setiap jamaah yang datang, apa permsalahan mereka, dan langsung dapat memberikan nasihat dengan tepat sasaran. Mbah Mangli wafat pada akhir tahunn 2007 dan letak makam beliau berada di Dusun Mangli, Ngablak, Magelang.
Demikian Biografi KH Hasan Asy’ari (Mbah Mangli) Magelang. Semoga bermanfaat.
Oleh : Mohamad Nasrul Ulum, Mahasiswa Magang Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran Yogyakarta