Bermusuhan Pun Perlu Kesabaran

Mengapa Masjid Ditutup, Tetapi Mall Tidak?

Oleh: KH Ahmad Ishomuddin, Rais Syuriah PBNU

Sabar, sebagaimana syukur, adalah kata yang sudah sering kita dengar dan kita ucapkan, namun hanya sedikit di antara kita yang bisa melaksanakannya setiap saat. Sabar menggambarkan keteguhan dan kekokohan hati yang terus menerus tak berubah menjadi gundah, terguncang atau beralih saat menghadapi musibah, kesulitan atau bahkan kenikmatan. Sabar itu ibarat batu karang yang tidak terkikis, tidak runtuh dan tidak pula berpindah dari tempatnya meskipun setiap saat dihempas ombak dan atau sesekali diterpa keganasan badai.

Kesabaran adalah salah satu kunci pembuka kebahagiaan jiwa dan pintu masuk kesuksesan hidup dunia akhirat. Tanpa bersifat sabar jiwa manusia menjadi gundah gulana, kehilangan arah dan terseret pusaran arus deras putus asa, lalu bisa kehilangan segalanya. Kesabaran itu pahit, namun ia ibarat obat yang harus ditelan bagi setiap orang yang ingin sembuh dari beragam penyakit.

Bersabar adalah perintah dalam setiap agama, sehingga kita dilarang melakukan yang sebaliknya. Bersabar itu sangat terpuji, sehingga tercelalah siapa saja yang mengabaikannya. Orang yang bersabar itu dicintai, sedangkan orang yang suka mengeluh, gampang menyerah, mudah dikalahkan atau tidak teguh pendirian adalah orang yang tidak disukai dan sering dihindari.

Dalam perspektif Islam, Allah pun memuji, mencintai, memberi kabar gembira dan mengangkat derajat orang-orang yang sabar. Selain itu, kepada mereka juga dijanjikan akan mendapatkan bantuan dan pertolongan dari-Nya. Jelaslah bahwa sabar adalah tindakan dan situasi hati yang mulia, sangat besar manfaatnya dan pengaruh positifnya bagi kehidupan setiap manusia. Jika bersyukur adalah sebagian dari iman, maka bagian lainnya adalah kesabaran.

Untuk bisa mencapai puncak kesabaran setiap orang memerlukan latihan. Kesabaran itu butuh persiapan dan perlu upaya maksimal yang berkelanjutan untuk menahan diri, mengendalikan diri dan melawan musuh dalam diri manusia itu sendiri, yaitu hawa nafsunya. Sehingga dengan demikian orang yang bersabar itu adalah orang selalu pula berlatih yang menjaga diri agar senantiasa taat kepada aturan, menghindarkan diri dari melanggarnya, baik saat menghadapi berbagai kesulitan, tantangan maupun harapan dalam hidupnya.

Latihan bersabar itu sangatlah penting agar kesabaran itu menjadi sifat, karakter atau tabiat yang melekat dalam jiwanya dan menjadi terbiasa. Buah yang dapat dipetik pada puncak kesabaran adalah merasakan ketenangan batin dan ketenteraman jiwa.

Keresahan, hidup kehilangan makna, rasa tersiksa, kecemasan berlebihan dan gejolak jiwa seringkali muncul karena tidak bersabar. Manusia sulit meraih ketenangan karena tidak bersabar mencicipi setiap kesenangan. Bahkan lebih banyak orang yang memilih kesenangan dari pada ketenangan. Padahal kesenangannya itu menjerumuskannya dalam jurang kegelisahan (dosa), sedangkan kesabaran darinya sanggup menenangkan gejolak hatinya.

Sungguh, yang pantas dicari dalam hidup ini adalah ketenangan, bukan kesenangan-kesenangan yang diharamkan. Dan kita pun dalam meraih ketenangan itu pun masih perlu membatasi diri atau bersabar dalam mencicipi kesenangan yang dihalalkan.

Bersabar itu sangat penting, karena hidup ini pun penuh dengan persaingan dan kompetisi dari orang-orang sekitar kita, seperti dari kawan atau lawan. Friksi atau konflik karena berebut hak seringkali tak terhindarkan. Karenanya perlu kesabaran pula untuk mengelola konflik itu, bila tak mungkin menghindarinya sama sekali. Perlu ketenangan hati yang lebih dalam menghadapi setiap masalah kehidupan yang datang silih berganti. Bahkan barangkali kompetisi hidup untuk meraih tujuan tertentu itu meningkat menjadi permusuhan yang sangat, dan untuk menghadapinya pun memerlukan kesabaran agar jiwa kita tidak berputus asa, tetap tenang dan bisa menang.

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *