Senin, 16 September 2019 menjadi peristiwa bersejaran bagiku yang ngaku-ngaku jadi seorang santri. Bagaimana tidak, seorang santri desa yang melanglang buana di kota istimewa untuk menimba ilmu bisa bertemu dan merasakan teramat dekat dengan kiai idolanya.
Sesuai jadwalku, setiap hari adalah mengikuti kemanapun langkah kiai. Hari itu, Kiai mendapat undangan khusus dari Gus Muwafiq untuk mengikuti rangkain acara haul dan napak tilas di Makam Syekh Jumadil Kubro di Puncak Turgo Sleman D.I.Yogyakarta.
Tepat pukul 12.30, dari Wonocatur Banguntapan kamipun berangkat bersama ke Turgo mengendarai motor. Karena masih belum mengetahui akses menuju ke sana kamipun menggunakan google map. Namun di tengah perjalanan kami melihat iring-iringan mobil yang tak asing bagiku. Benar saja setelah memastikan rombongan itu adalah rombongan Gus Muwafiq kamipun tancap gas mengikuti rombongan mobil dari belakang, walaupun kami naik motor. Hehe…
Setelah beberapa menit, akhirnya sampailah di lokasi acara yang ternyata sudah berkumpul warga masyarakat sekitar bersama dengan perangkat desanya. Tak lama, acarapun dimulai dan benar saja ajakan khusus dari kiai memang selalu membawa berkah sebanyak 41 ingkung ayam dikeluarkan di tengah-tengah arena acara untuk dibacakan manaqib.
Acara berjalan sesuai semestinya, setelah membaca manaqib seluruh hadrin menikmati ingkung ayam yang telah disediakan. Belum selesai sampai situ saja rangain acara dilanjutkan ziarah langsung di Makam Syekh Jumadil Kubro yang terletak di puncak Gunung Turgo yang bersebelahan dengan Gunung Merapi.
Karena intruksi dari kiai harus dapat mendokumentasikan acara tersebut, akhirnya aku dan seorang senior berlari terlebih dahulu mendahului rombongan untuk mengambil dokumentasi yang bagus. Perjalanan ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Jalan menuju makam yang masih sangat alami dan terjal membuat semua rombongan harus berjibaku demi menuju makam Syekh Jumadil Kubro di puncak Gunung Turgo.
Di tengah perjalanan rombongan pertama adalah rombongan Gus Muwafiq akhirnya berhenti untuk beristirahat sejenak. Gus Muwafiq terlihat sangat lelah namun menunjukkan semangat yang luar biasa untuk dapat mencapai makam.
Sejak pertengahan perjalanan Gus Muwafiq digandeng dan didorong dari belakang bersama rombongan yang pertama menemani beliau. Saat setelah istirahat di tempat yang kedua, bagaikan sebuah mimpi yang menjadi kenyataan ketika tiba giliranku menggandeng Gus Muwafiq untuk berjalan menuju makam di puncak.
Bergetar hatiku ketika menggandeng tangan beliau. Pinggang, perut dan kakiku mulai tak bersahabat, rasa lelah mulai sangat terasa. Namun energi semangat yang dipancarkan Gus Muwafiq menghilangkan semua rasa itu dan perjalanan dilanjutkan dengan medan yang semakin berat. Hingga tibalah di Makam Syekh Jumadil Kubro yang letaknya memanag paling tinggi tersebut.
Gus Muwafiq bersama rombongan akhirnya beristirahat di samping makam. Sembari dipijit oleh salah satu rombongan Gus Muwafiq bercerita tentang kisah Syekh Jumadil Kubro. Hingga sampailah cerita beliau yang membuatku tambah bergetar.
“Dulu saat Gus Dur naik ke makam ini, aku yang bertugas membopong beliau. Sekarang giliranku naik ke makam ini ganti di bopong.”
Gus Muwafiq terus menyemangi kami. Menyemangati bahwa perjalanan ini tidak ada apa-apanya dibandingkan perjuangan para wali jaman dulu. Apalagi saya, masih sangat terbatas kemampuannya.
“Walaupun hanya dengan ikut bopong Gus Muwafiq, semoga ini bisa membuatku tambah cinta para ulama’.” Batinku.
Tak berselang lama akhirnya rombongan yang lain sampai di puncak makam dan memadati area makam yang tidak terlalu lebar itu. Dan rangkain acara pun segera dimulai dan dipimpin langsung oleh Gus Muwafiq.
Semoga semangat Gus Muwafiq dalam menyebarkan agama Allah dan sejarah para wali dapat tertular kepada santri-santrinya dan semua santri Nusantara.
Penulis: Yayan, Bangkitmedia.com.
Simak napak tilas perjalanan Gus Muwafiq dan rombongan ke Makam Syekh Jumadil Kubro di video di bawah ini.