Bekal Tipis, Musafir Rasakan Karomah Habib Sholeh Tanggul Jember

Anak Raja Arab Saudi Sakit, Habib Sholeh Tanggul Tunjukkan Karomahnya

Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid Tanggul Jember adalah salah satu dari habaib yang saya kagumi. Konon, beliau memiliki kebiasaan setiap selesai sholat subuh pergi ke stasiun lalu masuk gerbong KA untuk memberikan minuman hangat gratis kepada para penumpang. Dalam konteks kebangsaan, kiprahnya dalam membela NKRI tidaklah main-main. Ketika para pejuang negeri ini meminta pendapat tentang pemimpin yang pantas pasca kemerdekaan, beliau berkata, Sukarno Presiden dan Hatta Wakilnya.

Sementara terkait dengan karomah beliau, sangat masyhur dikenal di segala penjuru Nusantara, bahkan sampai ke Timur Tengah. Pernah di tahun 1998, ketika saya ketinggalan KA Jember-Surabaya, tanpa sengaja saya melihat masjid dekat Stasiun Tanggul. Lalu saya singgah untuk leyeh-leyeh sekaligus “nginep” di masjid tersebut. Ada hal yang menarik di masjid itu, diantaranya terdengar lantunan ayat al-Quran dengan fasih dari balik pengimaman masjid, kemudian saya intip dari angin-anginan (jendela kecil) masjid, ternyata suara tersebut berasal dari seorang yang berziarah di depan pesarean. Di dalam hati, saya bertanya-tanya, “pesarean (makam) siapakah ini? Kok ada seorang peziarah dengan begitu tartil ngajinya seperti di pesantren.”

Biasanya, daerah pesantren dan yang dimakamkan itu bukan orang sembarangan. Akhirnya saya pun masuk ke area pesarean dan bergumam di dalam hati: “Jika ini pesarean waliyullah, pastinya faham kalau aku musafir yang kehabisan bekal dan kelaparan.”

Lalu kubacakan Surah Yasin 3 kali di pesarean tersebut dengan menyebut sohibul maqbaroh (saya masih belum tahu makam siapa itu).

Menjelang shalat isya’, setelah ikut jamaah di masjid, tiba-tiba ada seorang pemuda menghampiriku dan mengajak kenalan yang ternyata dia merupakan cicit sohibul maqbaroh. Dia bercerita kalau yang di pesarean itu adalah makam Habib Sholeh Tanggul. Saya pun cuma “ah oh” gak banyak komentar, sebab memang tidak kenal sosok Habib Sholeh. Lantas pemuda tersebut mengajakku makan malam.

“Alhamdulillah, ternyata dapat rejeki makan,” batinku.

Setelah itu, saat saya bermalam di masjid, tiba-tiba dibangunkan oleh kyai kampung situ dan dikasih makanan lengkap dang ikan daging. Kyai itu berkata: “Dik, ini rejeki sampean. Selama saya dapat undangan ngaji jarang dapat ikan daging”.

“Alhamdulillah tengah malam perut jadi kenyang,” sahutku. Kyai tersebut ngobrol sekilas biografi Habib Sholeh.

Akhirnya saya jadi “merinding” dengan sosok Habib Sholeh. “Wah, tadi saya mbatin nek iki waliyullah pasti faham kalau aku musafir dan kelaparan, ternyata maghrib dan tengah malam dapat makan gratis. Masyaallah”.

Keesokan harinya, ketika pulang ke Surabaya, saya langsung buka-buka album foto para habaib yang telah wafat yang kudapat dari teman kolektor foto habaib dan kyai. Tak kusangka, ternyata saya sudah memiliki foto Habib Sholeh bin Muhsin Alhamid Tanggul sejak tahun 1993. Hutangku yang belum kubayar adalah belum ke Jember lagi ikut acara haul beliau.

Untuk Habib Sholeh Tanggul, Alfatihah….

Penulis: Zainul Mun’im

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *