Bahagianya Bisa Bersalaman dan Cium Tangan Mbah Kiai Maimoen Zubair

sowan mbah maimoen

Seorang tabi’in yang bernama Said Al-Bunani melihat sahabat Anas bin Malik RA yang renta dan rambutnya memutih, lalu beliau segera mendekatinya dan bersalaman serta mencium tangannya.

Kemudian Said Al-Bunani berkata: “tangan beliau pernah bersentuhan dengan tangan Rasulillah SAW”.

Sebagian sahabat Rasulullah SAW pernah bersentuhan dengan Rasulullah, mereka pernah bertatap muka, bercakap-ria. Mereka sangat beruntung bisa bertemu langsung. Indah dan nikmat sekali hidup mereka.

Nah, kami yanh hidup di era milenial sangat asyik dengan dunia maya. Belajarpun melalui online, juga medsos. Google menjadi rujukan utama bagi sebagian orang. Ulama dan Kyai tidak lagi menarik.

Bagi saya pribadi, walaupun sudah mengenyam pendidikan formal mulai S1 hingga S3, memandang ulama dan Kyai sebagai rujukan ilmu dan prilaku. Para ulama itu merupakan pewaris nabi, dan juga pewaris Rasulullah SAW dan sahabatnya.

Ahad malam, bersama Dr. Ahmad Tohe, Heru Pratikno, nekad budal ke Sarang untuk bersilaturahmi kesejumlah ulama Nusantara. Dengan harapang ngalab berkah dari ilmu dan prilaku mereka yang saleh.

Pada pukul 3.40 WIB sudah nyampek di Sarang. Tanpa berfikir panjang, kami langsung menuju musolla, tempat Mbah Maemun ngimami dan ngaji rutin bersama para santri.

Terlebih dahulu sholat ringan di Musolla tersebut. Setelah terdengar suara adzan subuh, kami tetep setia dukuk pada shof pertama. Terlihat seorang santri menyiapkan sajadah dan mikrofon untuk Sang Kyai.

Seorang santri lagi duduk persis di depan pintu sambil membuka pintu sedikit. Seolah olah santri itu sedang ngintip kapan Mbah Maemun Zubair keluar dari rumahnya.

Sesaat sebelum Mbah Maemun keluar, santri yang duduk persis dibelakang imam membaca puji-pujian “Allahu Kafi, rabbunan Alkafi, Qosodna Kafi….berulang ulanng. Semua santri setia duduk hingga Mbah Memun keluar.

Dengan mengenakan busama Batik motif hitam. Orang mungkin berfikir, kalau Mbah Maemun memakai busana gamis putih lengkap de gan sorban.

Dituntun seorang santri melangkah menuju Musolla, belau sarungan dan memakai busana Batik dan peci putih. Begitu Mbah Maemun berada di dalam Musolla, santri langsung Iqomat. Rupanya, Mbah Maemun langsung menjadi Imam sholat subuh. Menariknya, beliau membaca surat Albaqarah yang lumayan panjang. Kira kira satu halaman.

Usai sholat, wirid dan doa menjafi ciri khas Ulama Nusantara. Tidak berhenti wiridan, Mbah Maemun menunggu wajtu israq dan dhuha. Disela sela baca wirid, santri mijeti Mbah Maemun hingga waktu duha.

Setelah sholat Duha. Tepatnya pukul 07.30, beiau keluar dan memasuki kediamanya.

Sayapun ikut membuntutunya. Kemudian duduk tidak jaih dari beliau. Sesekali memandangi wajahnya. Saya bertekad bisa bersalaman dan mencium tanganya. Sukur sukur bisa berfoto dengan beliau.

Setelah satu persatu salaman. Giliranku salaman. Akupun meng gunakan bahasa Arab fushah saat berkomunikasi dengan beliau, rupanya sangat berkenan dan senang dengan bahasa Arab.

Setelah semua tamu bersalaman. Semua dipersahkan duduk. Ruapanya, para santri sudah mempersiapkan sarapan. Secangkir kopi disuguhkan. Dan seorang santri berkeliling membagikan subutir korma.

Dengan sarapan pecel khas Sarang. Ratusan tamu bisa menikmati sarapan dikediaman Sang Kyai Mbah Maemun Zubair. Semua saya habiskan, karena ingin memperoleh berkahnya.

Pagi itu beliau cermah seputar islam di Nusantara yang dibawa langsung oleh Sayyid, namun yan meramaikan islam di Indonesia adalah orang Jawa.

Semua wali songo adalah seorang Sayyid, kecuali sunan Kalijaga dan sunan Muria. Namun, Sunan Ampel justru menjadikan Raden Fatah yang bukan durriyah Rasulullah SAW sebagai menantunya. Dari situlah Islam Nusantara membumi.

Semua cermah Sang Kyai saya rekam debgan durasi 50 menit. Begitu juga dengan ceramah seorang mufti Australia yang keturunan Arab. Bahkan, Mbah Maemun membagikan unang kepada tamu itu. Kemudian Mbah Maenun mengatakan “uang ini sebagai tanda hubungan mahabbah”.

Beruntung tinggal di Indonesia. Dari dalam perut bumi banyak para wali, begitu juga di atas bumi. Indonesia, khususnya di Jawa merupakan tanah para waliyullah.

Setelah semua selesai. Saya memberanikan diri ijin. Rupanya, beliau sangat senang ketika saya cerita dengan menggunakan bahasa Arab ttg nama-nama santrinya dan keponakabnya.

Kalu ini aku benar bebar bahagia. Bisa mencium tangannya berkali-kali. Juga mencium keningnya. Doanya sangat penting. Dan yang terpebting adalah tangan beliau pernah bersentuhan dengan tangan Sayyid Ahmad, Sayyid Muhammad, Sayyid Alawi, Syekh Muhammad Yasin Alfadani, Syekh Turmusi, Sayed Abu Bakar Shata, Sayyid Zaini Dahlan Juga pendiri NU Hadratusyekh Muhammad Hasyim Asaary.

19 Juni 2019.

Penulis: Ahmed Azzimi.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *