Apa Rahasia Gus Dur yang Sangat Dicintai Warga Sampai Pelosok Kampung?.
Ini saya alami sendiri di kampung saat mengundang Gus Dur pertama kali. Gus Dur dua kali ke pesantren saya dalam rangka Haul al-Maghfurlah ayah saya, KH. Abdul Fatah Al-Manshur. Sebelumnya, saya sudah mati-matian menolak untuk mengundang beliau karena khawatir kecewa kalau beliau tidak hadir pada saat acara. Tapi karena desakan masyarakat, sulit ditolak.
Apa boleh buat, saya matur (bilang) kepada Gus Dur bahwa orang kampung saya menginginkan beliau hadir di acara Khaul. Seperti biasa, Gus Dur menjawab bisa, walaupun dalam hati saya sudah siap kecewa. Pada malam acara berlangsung, ternyata sampai jam 23.00 Gus Dur belum juga nongol. Komunikasi melalui telepon selalu mengatakan beliau sedang “on the way”. Dari Semarang, lewat Grobogan, ke Cepu, Bojonegoro, mampir ziarah di mBah Bonang di Tuban, istirahat di rumah Pak Ghofar, dan seterusnya.
Saya pura-pura tidak dengar setiap kali panitia bertanya sudah sampai di mana beliau. Saya bilang “inilah resiko kalau mengundang Gus Dur .” Begitulah, kendati acara “diperpanjang” sampai jam 24.00, tetap Gus Dur belum sampai Tuban apalagi di kampung saya, Plumpang, yang masih 17 km dari kota. Akhirnya, acara haul selesai, ribuan orang pun pulang tanpa berhasil melihat Gus Dur.
Jam 2.30 dini hari, Gus Dur pun datang. Hampir semua panitia dan keluarga saya sudah tidur, hanya beberapa saja yang masih belum tidur karena berbenah dan bebersih tempat bekas acara. Gus Dur pun dengan tenang langsung ke kursi di luar rumah dan duduk.
“Wah, maaf ya Kang. Ini tadi harus ke sana kemari, ziarah ke Mbah Bonang, mBah Kerto, dan makan sekalian di rumah Pak Ghofar..” Kata beliau sambil melepas lelah di kursi.
Entah bagaimana mulanya, orang-orang yang pada tidur satu persatu bangun dan ikutan nimbrung di sekeliling kursi yang diduduki Gus Dur . Panitia yang bebersih pun datang dan akhirnya berkumpullah “hadirin” sekitar 30-an orang “ngombyongi” beliau. Saya jadi tidak enak kalau tidak memberikan kesempatan kepada para “hadirin”, yang walaupun sambil ngantuk, mendengarkan Gus Dur bicara. Saya langsung menyilahkan Pak Kyai Rofi’ (sesepuh desa dan Kyai ponpes saya) untuk memberi pengantar.
Kata Pak Kyai, “Assalamualaikum wr wb. Terimakasih Gus atas rawuhnya panjenengan. Alhamdulillah ternyata bisa hadir, sehingga kita yang di sini ini memang mendapat barokahnya Gus Dur. Monggo Gus dipersilahkan…”
Gus Dur tentu tidak pidato seperti di podium, tapi ngobrol santai dengan mereka, ngalor ngidul sampai subuh datang. Anehnya, paginya tersiar kabar di kampung saya bahwa Gus Dur memang datang dan berpidato. Dan seisi desa heboh menganggap panitia berlaku tidak fair, karena tidak memberitahu kedatangan Gus Dur tersebut.
Walaupun mereka sudah dijelaskan bahwa Gus Dur sampai di pesantren jam 2.30, toh tetap saja mereka menyalahkan panitia yang dianggap mau “memonopoli” Gus Dur! Saya jadi berfikir setelah beberapa minggu kemudian, seandainya semua hadirin yang ribuan itu dibangunkan dari tidur mereka dan disuruh kembali untuk mendengarkan Gus Dur pidato, jangan-jangan mereka akan datang.
Setelah kejadian itu, saya tidak lagi menolak untuk mengundang Gus Dur yang kedua kalinya. Alhamdulillah, Gus Dur hadir tidak terlalu terlambat pada kali yang kedua itu (sekitar tahun 2003) dan ribuan ummat mengelu-elukannya seperti di tempat lain di Jawa Timur. Gus Dur bukan saja tidak membuat masyarakat kapok mengundang, tapi malah justru makin semangat karena menikmati ketidakpastian yang membawa barokah itu.!
*Diambil dari catatan facebook Muhammad AS Hikam pada 2 Januari 2010. Catatan ini kemudian dijadikan buku berjudul “Gus Durku Gus Dur Anda Gus Dur Kita”, 2013).
________________
Semoga artikel Apa Rahasia Gus Dur yang Sangat Dicintai Warga Sampai Pelosok Kampung? ini memberikan manfaat dan keberkahan untuk kita semua, amminn..
simak artikel terkait di sini
simak video terkait di sini