Anjing dan Kisah Masjid Grand Bazaar

Kisah Anjing Menolak Masuk Surga

Jelang zuhur, aku dan Ahmed, teman yang mendampingiku di Istanbul, tiba di Grand Bazar, sebuah salah satu pasar tertutup yang terbesar dan tertua di dunia, meliputi 61 jalan tertutup dan lebih dari 3.000 toko yang dapat menarik pengunjung sebanyak 250.000 sampai 400.000 setiap harinya. Wow, amazing kan? Kebayang kudu nyiapin berapa Lira Turki kan, shopping di 3000 toko….

Nah, persis sebelum masuk ke Grand Bazar dari Pintu No.1 berdiri megah sebuah masjid. Aku berencana sholat terlebih dahulu, tetapi sesaat aku terkejut saat seekor Doggy tampan mendekatiku, wow, entah mengapa tiba-tiba saja ia seperti menggelayut manja, “dia mau kamu sentuh,” suara Ahmed memecah keterkejutanku.

“Sentuh saja, belai dia, agama kita kan mengajarkan kasih sayang kepada semua makhluq termasuk anjing ini.” Ahmed terus saja menambahkan petuahnya soal anjing. Dia gak peduli, aku masih nderedek dengan makhluq yang satu ini…..

Sebenarnya hubunganku dengan anjing sudah mulai membaik sejak pertemuan pertama dengan Anjing Soleh di London, dua tahun silam (selengkapnya bisa dibaca di blog-ku yaa; Anjing Sholeh – Ayah enhA
https://enhamotivator.com/2015/07/22/anjing-sholeh/).

Sejak saat itu, benih-benih cinta mulai tumbuh… tapi jujur trauma masa kecil dan remaja dikejar-kejar anjing sampai mau kecebur got (masa kecil) dan nyaris nabrak ibu hamil (masa remaja) sulit terhapus, saat dikejar sepertinya aku yang terkaing-kaing 😅🙈, ah mungkin saat itu yang ngejar memang anjing nakal atau akunya yang kurang cintah…. ketakutanku pada anjing ini mungkin yang disebut canine phobia.

Tapi sejak pertemuan di London, aku mulai mencintai hewan pintar ini. Memori pada lintasan napak tilas sejarah ke goa ashabul kahfi selalu hadir, aku membayangkan Qithmir, anjing nan setia yg mengawal pemuda Kahfi hingga ditidurkan Allah selama lebih dari 300 tahun. Aku juga mengingat nasihat Kyai Endas tentang seekor Anjing yang boleh jadi najis di luar tetapi suci di dalam (kisah yang diadaptasi dari renungan Syekh Abu Yazid Albusthomi ini dapat Anda baca di Blog-ku juga; nasehat seekor anjing – Ayah enhA
https://enhamotivator.com/2014/01/23/nasehat-seekor-anjing/)

Pandangan Ulama tentang Anjing

“Aku hanafian, bagi kami, Anjing tidak najis, ia hewan pintar yang kita bisa saling menyayangi,” Ahmed memberikan jawaban saat kutanya mengapa anjing dibiarkan berkeliaran di pelataran Masjid. Foto yg kuambil dengan kamera iphone dipuji oleh Ahmed sebagai karya photographi yang kereeen, Anjing dengan latar belakang Masjid dan Bendera Turki, hehehe makasih Ahmed, setelah kuperhatikan iyaaa memang kereen hahaha..

Dalam hukum Islam, ulama memang terbagi dalam dua kelompok ekstrim dalam soal Anjing. Satu kelompok dari dua madzhab, Syafi’i dan Hanbali menetapkan hukum Najis. Satu kelompok lain juga diwakili oleh dua madzhab, Hanafi dan Maliki menghukumi tidak najis. Di negeri kita, Indonesia, yg mayoritas menganut madzhab Syafi’i tentu amat sangat dipengaruhi oleh risalah anjing najis. Sementara pendapat Anjing Bersih alias tidak najis dari madzhab Hanafi dan Maliki memang tidak populer di kalangan kita. Apalagi madzhab Zahiri (Imam Daud Az-Zahiri) yang memang sudah tak berbekas, madzhab ini juga berpendapat Anjing tidak najis.

Pangkal persoalan ini berputar di sekitar hadis riwayat Abu Hurairah: Jika wadah (gelas atau piring) kalian dijilat anjing, maka ia harus dicuci sebanyak tujuh kali, salah satunya dengan menggunakan tanah. Pendapat kelompok pertama (madzhab syafi’i dan hanbali) berargumen bahwa jika lidah anjing yg terletak di dalam sedemikian najis hingga harus dibasuh tujuh kali maka apalagi tubuhnya. Sementara pendapat kedua (madzhab hanafi, maliki dan zahiri) lebih melihat secara literal bahwa hadits di atas tidak membincang najisnya anjing sebagai hewan secara general, hadits di atas hanya menyampaikan metode atau cara mengatasi wadah yang dijilat anjing yakni dengan membasuhnya tujuh kali, salah satunya dengan menggunakan tanah. Maka pendapat kedua ini menyatakan tubuh dan bagian lain anjing tidak dianggap najis. Kedudukannya sebagaimana hewan yang lainnya, bahkan umumnya anjing bermanfaat banyak buat manusia. Misalnya sebagai hewan penjaga atau pun hewan untuk berburu.

Dalam hal menyikapi perbedaan pendapat tentu saja kita harus woles dan tidak menyatakan dirinya paling benar, yang penting saat mengambil pendapat harus berdasar hujjah yang jelas dengan proses istinbâth al-ahkam yang sesuai ilmu syari’at, adapun bagi kalangan ‘awam silahkan mengikuti pendapat imam madzhabnya masing-masing.

Sebenarnya, tulisan ini tidak saya maksudkan sebagai pemaparan fiqih tentang hukum Anjing, meskipun sumber-sumber otentik dari kajian hukum Islam sama sekali tidak menunjukkan dasar kita harus membenci atau bermusuhan dengan anjing, saya ingin menghantarkan sebuah cara pandang lain dalam menyikapi anjing, yaitu dengan pandangan cinta dan kasih sayang sebagaimana banyak kisah mengenai kasih sayang Allah kepada banyak hambaNya yang dirahmati dengan syurga lantaran interaksi mereka yang penuh kasih dengan Anjing.

6 Maret 2017

Penulis: Kiai Enha.

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *