“Aku Ridhoi dan Aku Doakan Semoga Mendapat Barokah….”

Sarang, bulan Rajab 5 tahun yang lalu.

Pagi itu aku sowan ke dalem Mbah Yai, meminta izin dan ridho beliau untuk keberangkatanku ke Yaman 1 bulan lagi. Aku duduk-menunduk di lantai, tak berani memandang wajah penuh cahaya wibawa itu.

“Ismael mau kemana..?”

Ttanya beliau memulai, padahal aku sama sekali belum mengutarakan tujuan “sowan”-ku di pagi itu.

Bukanlah sesuatu yang aneh bagi ulama seperti beliau, bukankah sering kita dengar bahwa mereka para awliya’ memiliki Bashirah (mata hati) yang sangat kuat yang dengannya mereka bisa menebak isi hati seseorang dan hal-hal “mastur” lainnya ?

“Mau ke Yaman Yai”

Jawabku sambil harap-harap cemas. Bukan karena apa, tapi masalahnya santri-santri Mbah Yai yang pamit untuk melanjutkan study di Yaman tidak semuanya beliau izinkan, ada yang tidak diizinkan sama sekali, ada yang disarankan ke Mekkah, bahkan ada juga yang malah disuruh nikah. Dengan “Bashirah” yang beliau miliki, tentunya beliau lebih tau pilihan terbaik untuk santri-santrinya.

Mendengar itu Mbah Yai tersenyum lantas berkata:

“Allah yubaarik fil Yaman..Al ilmu yamaani wal hikmatu yamaniah”

Akhirnya.. Air mataku nyaris tumpah demi mendengar kata-kata itu. Kata-kata beliau itu bukan hanya bermakna izin dan restu, tapi juga doa-doa Rasulullah Saw untuk penduduk Yaman. Makna yang tersirat dari jawaban beliau adalah:

“Aku ridhoi dan aku doakan semoga mendapat barokah”

Sampai detik ini aku masih ingat pesan beliau waktu itu, ketika itu beliau baru pulang dari Uzbekistan:

“Ojo mikir engko dadi opo.. Sing penting sinau sing sergep” (jangan berfikir kelak akan menjadi apa yang penting belajar yang giat dulu)

5 tahun berlalu, segala kebaikan yang aku dapatkan di kota Tarim ini adalah setetes dari lautan barokah beliau.

Penulis: Ismael Amin Kholil, Tarim, 10 Februari, 2017

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *