Cerita ini saya tulis tahun 2016 lalu. Pada tanggal 3 Juni 2016, Kiai Djamaluddin Achmad (kiai sepuh dan sufi) dari Tambakberas memberi pesan kepada anak-anak yang akan dikhitan tentang pentingnya doa untuk ahli kubur.
Suatu hari ada temannya Kiai Djamal yang mukasyafah memberitahu bahwa ketika beliau ke kuburan, melihat banyak orang-orang (ahli kubur) yang berbaju putih dan menerima kiriman oleh-oleh. Setelah menerima oleh-oleh itu, para ahli kubur kembali masuk ke rumahnya lagi yang ada di kuburan.
Namun ada satu wanita yang pakaiannya compang-camping, rambutnya kotor, dan tidak dapat kiriman oleh-oleh, akhirnya dia memakan kotorannya sendiri. Lalu temannya Kiai Djamal mendekati wanita tersebut untuk mengetahui apa gerangan yang terjadi? Wanita itu bilang bahwa anaknya yang hanya semata wayang tidak mengirimi doa utk ibunya, dan itu mengakibatkan dia di alam kubur seperti itu. Wanita itu ditanya oleh temannya Kiai Djamal, siapa nama anaknya dan dimana alamatnya.
Singkat cerita, temannya Kiai Djamal mencari nama dan alamat anak si wanita tsb. Dan….bertemulah, kemudian diceritakan kepada si anak tersebut tentang ibunya yang menderita karena tidak pernah didoakannya. Anak itu bilang tidak bisa mendoakan karena tidak bisa sholat. Lalu diajarilah cara sholat. Alhamdulillah si anak itu menjadi aktif sholatnya.
Selang beberapa waktu, temannya Kiai Djamal kembali ke kuburan, dan dia melihat wanita yang dulu compang camping sudah berpakaian rapi serta dapat kiriman oleh-oleh seperti yang lainnya.
Yai Djamal mengakhiri mauidzohnya bahwa tempat terbaik untuk mendidik anak agar sholih dan bisa mendoakan orang tua adalah di pondok. Sebagai penutup, Yai Jamal mengutip pesan Nabi kepada sayyidina Ali agar anak anaknya: 1. Diberikan makanan yang halal 2. Banyak bergaul dengan ulama 3. Sholat lima waktu dengan jamaah.
NB: Bagi yang tidak percaya kisah spiritual dan doa untuk ahli kubur, tidak apa-apa, dan tidak perlu mendoakan keluarganya.
Ainur Rofiq Al Amin,
Bahrul Ulum Tambakberas Jombang
Foto:
Kanan: Kiai Djamaluddin Achmad; Kiri: Kiai Sulthon Abdul Hadi