40 Hari Mbah Moen, Gus Baha’ Ajak Kita Renungkan Makna Khusyu’

Rahasia Jokowi-Prabowo Bersatu dalam Pandangan Gus Baha

Termasuk dawuh Syaikhina Maimoen yang paling terkenal di kalangan santri beliau adalah:

من ازداد خشوعا ازداد جهلا ومن ازداد جهلا لا يزداد من الله إلا بعدا

“Barangsiapa bertambah khusyu’, bertambah bodohlah dia. Barangsiapa bertambah bodoh, bertambah “jauh”lah dia dari Allah.”

Dalam suatu kesempatan, beliau KH. Bahauddin Nur Salim mengajak para santri Mbah Moen untuk mengingat-ingat betul maqolah Syaikhina di atas. Tentu hal ini adalah sebuah pesan dan nasehat yang baik. Akan tetapi, yang perlu diketahui dan difahami bahwa maqolah tersebut bukanlah sebuah maqolah yang berdiri sendiri dan tanpa adanya tafsir. Padahal, ketika sebelum menyampaikan maqolah tersebut, Syaikhina menghadirkan narasi atau mukaddimah panjang yang melatarbelakangi.

Kalau tidak hati-hati, saya khawatir kita kemudian menyikapi dengan sikap yang barangkali tidak disetujui oleh Syakhina. Misalkan, kemudian kita meninggalkan atau malas beribadah sunnah atau dzikir, padahal kita tahu bahwa volume ibadah dan dzikir Syaikhina itu tinggi. Ambil misal wiridan beliau sewaktu habis shalat subuh, begitu panjangnya, bahkan seringkali hingga waktu isyroq. Penelitian saya, tidak banyak para santri yang meniru beliau untuk melaksanakan wiridan termaksud selepas pulang dari pondok. Kalau penelitian saya salah, mohon dikoreksi.

Sekali lagi, hemat saya, ketika menyampaikan maqolah ini, Syaikhina Maimoen Zubair biasanya memberikan mukaddimah yang panjang, utamanya terkait pentingnya ilmu dan keutamaan ahli ilmu, fikih prioritas antara memperdalam ilmu dan memperbanyak laku ritual ibadah. Sebagai pengagum Imam Ghozali, beliau juga sering kali mengkritisi para ahli ibadah yang kurang meperhatikan ilmu. Bahasa kasarnya, rajin ibadah tapi tanpa didasari ilmu. Atau rajin ibadah sehingga melupakan pentingnya ilmu.

*****

Di akhir hayat Syaikhina, tepatnya ketika di sela-sela sesi khataman kitab karya Imam Sya’roni di bulan romadlon terakhir beliau, saya dan tentunya banyak santri yang mengikuti khataman pun mendengar, bahwa setelah Syaikhina menyampaikan maqolah di atas (juga mukaddimah yang mendasari), kemudian beliau menyusuli dan menjelaskan sesuatu yang jarang beliau sampaikan, yaitu:

“Mestinya, bukan

من ازداد خشوعا ازداد جهلا

Akan tetapi kalau (khusyu’nya) benar-benar sesuai aturan maka:

من ازداد خشوعا ازداد تقوى
ومن ازداد تقوى ازداد هدى
ومن ازداد هدى ازداد تقربا
ومن ازداد تقربا كان علمه بعلم الله

Ketika saya mendengar itu, sontak saya kaget. Karena selama hayat beliau, baru kali itu saya mendengar beliau menyampaikan hal ini dan alhamdulillah saya catat. Kalaupun ada yang merekam, tentu catatan saya harus dikoreksi untuk dibetulkan, supaya tidak menjadi kekeliruan pemahaman dan catatan khususnya bagi saya pribadi.

******

Dalam kesempatan ini, saya mau mengajak kalian semua untuk merenungkan dan menggali makna tersirat dari maqolah Syaikhina yang terakhir saya kutip.

Pertama, beliau dawuh:

من ازداد خشوعا ازداد تقوى

“Barangsiapa bertambah rasa khusyu’nya, bertambahlah laku takwanya.”

Hal ini hemat saya tentu tepat sekali. Merujuk Surat al-Baqarah ayat 45 dan 46, bisa diketahui bahwa termasuk ciri dan sifat orang-orang yang khusyu’, yaitu mereka yang berkeyakinan bahwa kelak mereka akan menemui Allah.

Ketika seseorang yakin suatu saat akan berjumpa dengan Allah, tentu ia akan mempersiapkan diri agar bertemu (kembali kepada) Allah dalam keadan terbaik. Bukan di dunia akan tetapi di akhirat. Banyak sekali riwayat menyebutkan bahwa para penduduk surga nanti akan melihat Allah. Sedangkan menurut Kyai Bisri Musthofa Rembang, bahwa surga itu diperuntukkan bagi mereka yang bertakwa.

أعدت للمتقين

Dari sini bisa disimpulkan bahwa, ketika orang-orang telah berkeyakinan bahwa akan bertemu (kembali kepada) Allah kelak, maka ia akan semakin bertakwa. Sedangkan untuk bisa bertakwa dengan sebaik-baiknya takwa, tentu wajib pakai ilmu. Kalau tidak, maka kebodohan dan jauh dari Allah lah yang umumnya terjadi, meskipun tidak disadari.

من ازداد خشوعا ازداد جهلا
ومن ازداد جهلا لا يزداد من الله إلا بعدا

Kedua, beliau dawuh:

ومن ازداد تقوى ازداد هدى

“Barangsiapa bertambah takwa, bertambahlah petunjuk (baginya).”

Dalam Surat ar-Ankabut ayat 69 disebutkan:

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

“Barangsiap bersungguh-sungguh (dalam bertakwa-pen red) kepadaku, sungguh akan aku tunjukkan banyak jalan(menuju)Ku.”

Ketika seseorang benar-benar bertakwa, Allah kemudian memberikan dia anugerah petunjuk ragam jalan atau amaliyyah menuju Allah. Bukan hanya amaliyyah yang wajib saja, akan tetapi juga amaliyyah sunnah. Bukan hanya kewajiban standar yang difahami kebanyakan orang saja, akan tetapi prioritas amal kewajiban yang mesti dilakukan. Bukan hanya amaliyyah sunnah standar yang difahami kebanyakan orang saja, akan tetapi amal sunnah yang mesti dilakukan.

Dalam hal ini selain tergolong sebagai al-Muhsinin karena laku baiknya, ia juga tergolong sebagai ash-shodiqin. Dimana disebutkan oleh Imam Nawawi, bahwa ash-Shodiq secara lahir akan terlihat tidak konsisten. Oleh orang awam, ia tampak beralih-alih amaliyyah/aktifitas bahkan keputusan. Padahal sebenarnya ia sedang melaksanakan fikih prioritas atau maslahat yang paling mendesak untuk dilakukan.

Ketiga, beliau kemudian dawuh:

ومن ازداد هدى ازداد تقربا
ومن ازداد تقربا كان علمه بعلم الله

“Barangsiapa bertambah petunjuk (baginya), bertambahlah ia mendekatkan diri kepada Allah”
Barangsiapa semakin mendekatkan diri kepada Allah, maka ia dianugerahi ilmu dari Allah secara langsung (mulham)”.

Untuk menjelaskan hal ini, saya tidak akan menguraikan panjang lebar, akan tetapi saya cukupkan dengan mengutip sebuah hadis qudsi dan sebuah ayat untuk kita renungi bersama:

Pertama, Surat al-Kahfi ayat 65:

فَوَجَدَا عَبْدًا مِّنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِّنْ عِندِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِن لَّدُنَّا عِلْمًا

Kedua, sebuah hadis riwayat al-Bukhari (6502):

عن أبي هريرة رضي الله عنه ، قال : قال رسول الله صلي الله عليه وسلم : { إن الله تعالى قال : من عادى لي وليّاً
فقد آذنته بالحرب ، وما تقرب إليّ عبدي بشيء أحب إليّ مما افترضته عليه ، ولا يزال عبدي يتقرب إليّ بالنوافل
حتى أحبه ، فإذا أحببته كنت سمعه الذي يسمع به ، وبصره الذي يبصر به ، ويده التي يبطش بها ،
ورجله التي يمشي بها ، ولئن سألني لأعـطينه ، ولئن استعاذني لأعيذنه }

Akhirnya, Maha Suci Allah Yang telah Menciptakan seorang hamba bernama Maimoen putera Zubair. Sungguh beliau merupakan hamba yang telah melalui tahap-tahap yang tersebut diatas, yaitu:

1. Beliau yakin kelak akan bertemu Allah, maka beliau serius dalam menuntut ilmu untuk kemudian bertakwa dengan sepenuhnya takwa.

2. Beliau dianugerahi ilmu dan wawasan yang luas sehingga bisa melaksanakan amanat agung sebagai khalifah di muka bumi. Peran beliau sebagai tokoh umat islam, terkadang membuat kita tidak bisa menebak alur pikiran dan keputusan beliau. Padahal semua itu didasari atas petunjuk dan visi tercapainya kemaslahatan umum dan teraihnya ridlo Allah semata. Tidaklah bisa berlaku bijaksana, orang yang hidup dalam jurang kebodohan dan jauh dari petunjuk Allah. Setiap gerak dan ucapan beliau (hampir- ihtiyath -pen) tidak pernah terlepas dari sikap mendekatkan diri kepada Allah. Baik berupa amaliyyah wajib maupun sunnah. Baik berupa laku maupun ucapan. Semuanya adalah ilmu dan hikmah.

3. Akhirnya, beliau termasuk seorang hamba yang mulham. Dalam dadanya, Allah memancarkan nur irfani. (hampir- ihtiyath -pen) seluruh gerak gerik beliau tidak lepas dari petunjuk Allah. Sehingga pada akhirnya, beliau dipilih menjadi kekasih Allah. Dituruti permintaanya, termasuk: meninggal dunia di Makkah.

Oleh: Syarof Shidqy, Santri Mbah Maimoen, tinggal di Pati Jawa Tengah.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *