Sejak setahun lalu, ketika sistim zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dimulai, muncul perdebatan antara yang setuju dan tidak terhadap sistem penerimaan tersebut.
Diskusi tentang tema zonasi ini penting untuk terus disuarakan agar publik menjadi mengerti bahwa sistem zonasi itu lebih baik dibanding sistem Penerimaan Siswa Berdasarkan Nilai Tertinggi (PSBNT) atau “Grouping Student by Ability”.
Ada beberapa tema terkait sistem zonasi yang penting untuk didiskusikan; antara lain landasan hukum, teori-teori pendidikan yang mendukungnya, dan siapa para penentangnya.
Namun, karena tulisan ini akan menjadi lumayan panjang kalau ditulis dalam satu sesi, maka saya akan membahasnya secara serial, satu-persatu. Dalam tulisan pertama ini, saya akan membahasa soal landasan dasar sistem zonasi.
Hal penting yang perlu diketahui masyarakat umum adalah prinsip dasar dari pendidikan umum atau sekolah negeri yang dibiayai negara adalah pendidikan berkualitas untuk semua warga negara Indonesia.
Prinsip dasar ini tercantum dalam UUD 1945 Pasal 1,2,3,4 dan 5. Dalam pasal 31 UUD 1945 amandemen mengatakan: “(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.
Artinya, pendidikan dasar diperuntukkan untuk semua warga negara, tidak ada klausul warga negara dengan nilai tertinggi mendapat tempat pendidikan di sekolah favorit. Juga, tidak ada statemen dalam pasal 31 tentang adanya sekolah favorit itu sendiri.
Namun begitu, apabila ada masyarakat yang ingin membuat sekolah favorit secara mandiri atau swasta, hal itu boleh-boleh saja, karena hal tersebut tidak bertentangan dengan konstitusi. Begitu pula, bagi masyarakat yang akan menyekolahkan anaknya di sekolah seasta favorit, hal tersebut juga tidak dilarang.
Namun, apabila ada sekolah favorit di tingkat pendidikan dasar umum atau negeri, maka hal tersebut tidak sesuai dengan UUD 45 Pasal 31 ayat 1 sampai 5 tentang Pendidikan Nasional.
Sistem Penerimaan Siswa Berdasarkan Nilai Tertinggi (PSBNT) ke dalam satu sekolah atau “Grouping Student by Ability” dapat menyebabkan timbulnya sekolah “favorit” yang hanya dapat dimasuki oleh anak-anak yang mempunyai nilai tertinggi saja, padahal pendidikan di sekolah negeri yang baik dan bermutu seharusnya dapat dinikmati oleh semua warga negara.
Kalau sistem zonasi ini tidak didukung atau bahkan dikembalikan ke sistem “Grouping Student by Ability” ke dalam satu sekolah, maka siswa yang nilainya rendah akan terus masuk ke dalam jebakan “batman” terperangkap berada di sekolah yang tidak bermutu, berteman dengan anak-anak yang nilainya sama-sama rendah, sekolah dengan fasilitas yang minim dan guru yang biasa-bida saja.
Penulis: Dr KH Ainul Yaqin, Ketua Lakpesdam PWNU DIY dan Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.