Wasiat Terakhir Sayyidina Hasan Cucu Rasulullah SAW.
Salah satu butir perjanjian Mu’awiyah dengan Hasan adalah tidak ada caci maki terhadap mendiang Sayidina Ali. Pada kenyataannya, mimbar masjid di masa Mu’awiyah berkuasa dipenuhi dengan caci maki terhadap Ali. Sayyidina Hasan yang sudah legowo mengalah demi persatuan umat juga seringkali mendapati orang yang nyinyir dan nyindir kepadanya. Imam Suyuthi mencatat ada yang memberi salam kepada Hasan dengan ucapan:
“Wahai orang yang menghinakan kaum muslimin”.
Akibat keputusannya untuk mundur, Hasan & keluarganya harus menanggung beban berat. Beliau mengatakan,
“Saya tidak bermaksud menghinakan umat Islam dengan mundur dari posisi Khalifah, saya hanya tidak ingin membunuh kalian dengan kekuasaan yang saya miliki dan tengah kalian perebutkan.”
Kerelaan menerima kekalahan demi menjaga persatuan seringkali tidak meredakan cacian dan kenyinyiran pihak yang berkuasa. Caci maki lewat mimbar Jum’at terus berlangsung sampai Khalifah Umar bin Abdul Azis (khalifah ke 4 bani umayyah) kelak menghentikan praktik tercela itu. Padahal yang mereka caci itu adalah menantu dan cucu Nabi. Kemudian ketika Dinasti Umayyah tumbang, gantian mereka yang dicaci-maki di mimbar Jum’at yang sama oleh Dinasti Abbasiyah. (Dan sejarah selalu berulang).
Terbunuhnya Sayyidina Ali dan Hasan (dan kemudian Husain) merupakan cerita kelam kekalahan keluarga Nabi dan mereka yang memperjuangkan politik moral. Mereka yang memilih memenangkan “politik kekuasaan” dengan menghalalkan segala cara akan dikenang sejarah sebagai mereka yang tega melakukan politisasi untuk kekuasaan.
Terlepas dari siapa sebenarnya yang “meracuni” Hasan dan siapa dalang di baliknya, beberapa saat sebelum ajal menjemput Hasan masih menunjukkan jiwa besarnya tentang pentingnya persatuan di kalangan kaum Muslimin.
Sungguh benar apa yang dituturkan oleh Rasulullah sebelumnya. Ketika itu beliau berdiri di atas mimbar dan Hasan ada di sampingnya. Beliau menoleh ke arah Hasan dan sesaat kemudian menoleh ke arah kaum muslimin di hadapannya.
Lalu beliau bersabda: “Anakku ini adalah seorang pemimpin. Semoga Allah menyelamatkan “dua” kelompok dari kaum muslimin dengan berkahnya.” (Hr Bukhari).
Pada suatu hari, cucu Rasulullah ini pernah bermimpi. Dia melihat tulisan “qul huwallahu ahad” di keningnya. Ia merasa sangat senang mendapatkan mimpi seperti itu. Kabar tentang mimpi ini sampai kepada Said bin Musayyaf, lalu dia berkata: jika memang benar Hasan bermimpi seperti itu maka ajalnya tinggal sedikit lagi.” Dan begitulah yang terjadi.
Beberapa kali Hasan diracuni orang, sehingga akhirnya racun itu menghancurkan usus-usus dalam perutnya. Ketika dalam keadaan sekarat, Husain datang dan berkata: “Siapa orang yang telah meracuni engkau?”
“Apa yang ingin engkau lakukan?” kata Hasan.
“Aku ingin membunuhnya sebelum engkau dikebumikan. Jika aku tidak sanggup atau orang itu di daerah lain, aku akan mencari orang untuk memburunya,” jawab Husain tegas.
Wasiat Terakhir Sayyidina Hasan. Hasan berkata, “Hai saudaraku, dunia ini tidak abadi. Biarkan kami bertemu di hadapan Allah.” (hasan tidak mau menyebutkan siapa orang yang meracuninya).
“Bila aku wafat, makamkanlah aku dekat makam kakekku, Rasulullah. Untuk itu mintalah izin lebih dulu kepada Ummul Mukminin Aisyah, bolehkah aku dimakamkan di rumahnya di samping makam Rasulullah. Akan tetapi jika ada pihak yang menentang keinginanku, usahakanlah agar jangan sampai keinginanku itu mengakibatkan pertumpahan darah & makamkanlah aku di permakaman umum, Baqi,” kata Hasan kepada adiknya sebelum ia wafat.
Dan benar saja, saat jenazahnya hendak dikebumikan, perselisihan terjadi antara Bani Hasyim dan Bani Umayyah. Keturunan Umayyah menggugat keinginan Hasan tersebut karena menurut mereka khalifah ketiga (Utsman bin Affan keturunan Umayyah) saja tidak dimakamkan di samping Rasulullah.
Sementara orang-orang Bani Hasyim berkeras bahwa ini adalah wasiat terakhir cucu Rasulullah (Hasan) yang harus ditunaikan. Di tengah ketegangan itu, Abu Hurairah berhasil menengahi dua kubu yang berselisih. Ia mengingatkan pesan Hasan bahwa jika permakamannya menimbulkan masalah, maka ia meminta untuk dimakamkan di pekuburan umum saja. Akhirnya jenazah Hasan dikuburkan di Baqi, beliau wafat pada usia 45 th (670 M).
Abu Hurairah menceritakan, ketika Rasulullah sedang berdoa, beliau meminta : “Ya Allah, aku sayang mencintai dan menyayangi Hasan maka cintai dan kasihilah dia, serta cintai dan sayangilah orang yang mencintainya”. (HR Bukhari).
Hasan tumbuh dewasa di rumah dengan bimbingan Rasulullah dan belajar dari ilmunya. Terdidik dengan pendidikannya hingga mencapai akhlak mulia. Ketika Hasan dan Husain masuk kedalam masjid, mereka melihat seorang tua yang tidak sempurna dalam melakukan wudhu. Mereka pun berkata : “Apa sebaiknya yang harus kita lakukan untuk memperbaiki wudhu orang tua ini? Apakah kita langsung menegurnya atau mencelanya”.
Hasan pun memutar otaknya untuk mencari jalan keluar yang terbaik dan cukup mudah. Hingga tibanya berkata ke Husain “Bagaimana kalau kita memperagakan wudhu kita dan kita minta dia yang memutuskan wudhu siapa yang lebih baik? Ini ide yang sangat bagus”. Husain menjawab dengan penuh semangat.
Maka Hasan mendatangi orang tua itu dan berkata “maukah engkau menjadi hakim untuk menentukan wudhu siapa yang terbaik diantara kami”.
Seorang tua itu menjawab “Tentu”.
Kemudian, Hasan memperagakan wudhunya, sangat bagus dan sempurna. Sedangkan Husain juga memperagakan wudhunya, tidak kalah bagus dari Hasan.
Laki-laki tua itu menyadari apa yang mereka lakukan dan berkata, “yang tidak bagus wudhunya adalah aku sendiri. Semoga Allah membalas kalian dengan kebaikan dan secara tidak langsung kalian telah mengajarkan wudhu yang bagus dan sempurna kepadaku”. Inilah didikan Madrasah Nabawi.
Hasan juga sangat dicintai oleh Abu Bakar ra. Uqbah bin Haris pernah bercerita bahwa setelah sepeninggalnya Rasulullah, Abu Bakarlah yang mengimami shalat. Pada suatu hari setelah selesai Shalat Ashar, dia keluar berjalan-jalan bersama Ali ra. Tiba-tiba Abu Bakar melihat Hasan sedang bermain-main bersama anak-anak kecil lainnya.
Abu Bakar menghampirinya dan langsung menggendong Hasan di atas pundaknya sambil berkata, “demi bapakku, anak ini mirip dengan Nabi, bukan mirip dengan Ali”.
Ayahnya (Ali) hanya tersenyum mendengar kata-kata itu.
(Dhaulat Khulafaur Rasidin).
Demikian Wasiat Terakhir Sayyidina Hasan Cucu Rasulullah SAW
والله اعلم
Penulis: Musa Muhammad.
Artikel terkait baca di sini
Tonton juga video unik seputar hikmah kehidupan. Tonton di sini