Uniknya Cara Wali Songo dalam Dakwahkan Islam di Nusantara

Uniknya Cara Wali Songo dalam Dakwahkan Islam di Nusantara

Uniknya Cara Wali Songo dalam Dakwahkan Islam di Nusantara.

Oleh: Achmad Romadlon, Prodi Komunikasi dan Peyiaran Islam Sekolah Tinggi agama Islam Sunan Pandanaran, Yogyakarta.

Wali Songo punya cara khusus dalam mendakwahkan Islam di Nusantara. Inilah kunci suksesnya dalam dakwah, sehingga Islam begitu membumi dalam tradisi keseharian masyarakat. Apa saja strategi yang dilakukan Wali Songo itu? Mari kita simak bersama.

Para pengkaji Islam di Nusantara tak bisa dilepaskan dari jejak Wali Songo. Kerajaan Demak menjadi bukti nyata bahwa Islam mampu tampil memberikan kontribusi penting dalam membangun masyarakat Nusantara. Inilah fakta-fakta menarik itu.

Pertama, Pembagian Wilayah Dakwah. Para Walisongo dalam melakukan aktivitas dakwahnya antara lain sangat memperhitungkan wilayah strategis. Beranjak dari sinilah, para Walisongo yang dikenal jumlahnya ada sembilan orang tersebut melakukan pemilihan wilayah dakwahnya tidak sembarangan. Penentuan tempat dakwahnya dipertimbangkan pula dengan faktor geostrategi yang sesuai dengan kondisi zamannya. Kalau kita perhatikan dari kesembilan wali dalam pembagian wilayah kerjanya ternyata mempunyai dasar pertimbangan geostrategis yang mapan sekali. Maulana Malik Ibrahim, sebagai wali perintis, mengambil wilayah dakwahnya di Gresik. Setelah Malik Ibrahim wafat, wilayah ini dikuasai oleh Sunan Giri. Sunan Ampel mengambil posisi dakwah wilayahnya di Surabaya, Sunan Bonang sedikit ke Utara di Tuban. Sedangkan, Sunan Drajat di Sedayu. Berkumpulnya kelima wali ini di Jawa Timur adalah karena kekuasaan politik saat itu berpusat di wilayah ini. Kerajaan Kediri, di Kediri dan Majapahit di Mojokerto.

Kedua, Asimilasi budaya. Bagi seorang juru dakwah, mengubah sebuah tatanan masyarakat yang sangat kompleks dan telah mengakar dalam sebuah tatanan laku hidup sehari-hari memang tidaklah semudah berdebat secara ilmiah dan logika. Oleh karena itu, dalam dakwahnya kepada masyarakat Jawa, tidak jarang para wali menerapkan beberapa model dakwah dengan memasuki unsur-unsur kebudayaan yang ada di masyarakat. Para juru dakwah kontemporer menamakan model dakwah ini dengan sebutan Metode al-hikmah, dimana cara-cara berdakwah para wali merupakan jalan kebijaksanaan yang diselenggarakan secara popular, atraktif, dan sensasional. Dalam rangkaian metode ini kita dapati misalnya, Sunan Kalijaga dengan gamelan Sekatennya. Atas usul Sunan kalijaga, maka dibuatlah keramaian dengan gamelan Sekaten yang secara istilah diambil dari ata syahadattain (dua kalimah pesaksian kunci keIslaman), yang diadakan di Masjid Agung dengan memukul gamelan yang sangat unik dalam hal langgaman lagu maupun komposisi instrumental yang telah lazim pada waktu itu.

Selain Sunan Kalijaga, ada pula Sunan Giri yang banyak menciptakan tembang-tembang macapat seperti Asmarandhana, dan Pucung yang kesemuanya merupakan sebuah tutur laku dalam kehidupan manusia. Asmarandhana adalah nasihat bagi mereka yang sedang masuk usia pernikahan agar selalu mawas diri dan waspada terhadap pergaulan yang tidak baik, sedangan pucung adalah pengingat bahwa setiap manusia pasti akan menemui sebuah kematian. Selain itu Sunan Giri juga menciptakan beberapa jenis permainan dan lagu dolanan. Hal ini ditujukan untuk memberikan dakwah Islam kepada semua kalangan usia termasuk anak-anak. Diantara karya tersebut adalah permainan cublak-cublak suweng, padhang mbulan dan jelungan.

Strategi dakwah yang ketiga, adalah pendidikan dan pencetakan kader dakwah. Setiap wali yang berperan dan memiliki sebuah wilayah dakwah, hal pertama yang diperbuat adalh membangun sarana pendidikan berupa pesntren. Dari sinilah, mereka menemukan atau kedatangan murid-murid dari kalangan warga sekitar dan berbagai penjuru daerah. Dalam mencetak kader dakwah yang kuat, setiap pesantren yang dahulunya diambil dari model pendidikan dukuh ala pendidikan Hindu-Budha dalam mendidik para wiku, memiliki kurikulum yang ketat dan terstruktur. Mereka diajarkan tentang ilmu utama dalam Islam yang meliputi Aqidah, Al-Quran, Hadits hingga ilmu Fiqih dan tafsir. Kemudian mereka juga mendapatkan tambahan materi berupa ilmu ketatanegaraan, ekonomi dan ilmu aplikatif lainnya seperti pertanian. Dengan adanya basis pendidikan ini maka para wali berhasil membentu generasi yang unggul. Beberapa contoh Wali yang berhasil mengembangkan model pendidikan ini adalah Sunan Ampel yang melahirkan generasi Sultan Fattah dan Sunan Bonang, Giri Kedathon yang menghasilkan murid dari seluruh Jawa hingga melahirkan Kesultanan Ternate, Tidore, Lombok dan Bima.

Strategi yang keempat adalah Strategi dakwah di bidang politik. Mengembangkan dakwah Islam di tanah Jawa para wali tentu juga menggunakan sarana politik untuk mencapai tujuannya, yaitu menegakkan hukum Allah secara menyeluruh. Oleh karena itu, dengan melihat keadaan kekuasaan Majapahit yang terus mengalami penurunan, maka para Wali saat itu mulai mengarahkan perhatiannya kepada Demak. Sebagai langkah awal adalah dengan mendirikan pusat dakwah dan koordinasi yaitu Masjid Demak. Setelah posisi Majapahit benar-benar lemah maka Demak tampil sebagai wajah baru dalam babak dakwah Islam di tanah Jawa. Yaitu dengan tegaknya pemerintahan Islam dan diberlakukannya hukum syariat melalui kitab undang-undang Angger-angger Surya Alam. Dengan adanya perlindungan dari sebuah negara, maka dakwah Islam semakin meluas. Langkah-langkah amar ma’ruf nahi munkar juga lebih efektif karena umat Islam memiliki kekuatan hukum dan kekuatan penegakan hukum alhasil akselerasi dakwah menjadi sangat pesat jika unsur kekuatan politik telah dimiliki.

Sembilan Strategi sunan Kalijaga dalam membangun masyarakat nusantara

Islam kala itu masih dianggap asing. Sunan Kalijaga meyakini akan ada penolakan jika Islam diajarkan langsung seusai sumbernya. Akhirnya, Sunan Kalijaga menciptakan beberapa media syiar yang berasal dari nilai-nilai tradisi Jawa lama. Ciptaan tersebut seperti lakon wayang “ Petruk Dadi Ratu.” Lakon wayang ini mengisahkan tokoh Petruk, salah satu anggota Punakawan selain Semar, Gareng, dan Bagong, yang menjadi raja. Padahal, sejatinya Petruk hanyalah rakyat biasa yang menjadi abdi kerajaan. Namun tatkala menjadi raja, Petruk dikenal kuat dan dengan kekuasaannya itu sanggup mengguncangkan dunia dewa dan manusia.

Sejatinya, lakon ini diciptakan sebagai kritik atas penguasa yang lalim. Sunan Kalijaga ingin mengingatkan kepada penguasa kala itu bahwa kekuasaan sesungguhnya dijalankan untuk menyejahterakan rakyat dan bukan untuk dinikmati sendiri. Jika penguasa tidak mau memperhatikan rakyat, maka rakyat bisa marah dan dunia menjadi gempar.

Sunan Kalijaga juga menciptakan sebuah tembang lain yang dikenal dengan judul “ Gundhul-gundhul Pacul.” Tembang tersebut mengisyaratkan kritik terhadap kepemimpinan yang dijalankan sembarangan. Tembang ini cukup dikenal hingga saat ini. Masih banyak produk budaya yang berhasil dibuat Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Sekatenan, sebuah perayaan yang selalu digelar di Yogyakarta untuk memperingati Hari Lahir Nabi Muhammad SAW.

Juga pakaian adat Jawa disebut ‘Surjan’. Nama ‘Surjan’ berasal dari Bahasa Arab ‘Sirajan’ yang berarti ‘Pelita’. Pakaian ini juga disebut sebagai ‘Baju Takwa’ yang hingga saat ini masih digunakan oleh Abdi Dalem Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Startegi budaya wayang kulit dengan lakon jimat kalimasada memiliki nilai pendidikan akidah, dimana kita sebagai umat Islam harus meyakini Allah SWT dengan kalimat syahadat. Selain itu pendidikan akidah juga terkandung dalam startegi budaya Sunan Kalijaga dalam grebeg sekaten yang membuat masyarakat tertarik masuk dalam agama Islam. Nilai pendidikan syariah juga terkandung dalam pembangunan Masjid Agung Demak yaitu soko tatal, soko tatal merupakan lambang Hablum Minanas dimana Sunan Kalijaga mengajarkan umat Islam agar menjaga persatuan dan kerukunan. Nilai pendidikan akhlak terdapat pada strategi budaya tembang.

*Kajian ini banyak disarikan dari penjelasan dalam buku Atlas Wali Songo karya KH Agus Sunyonto  yang diterbitkan Pustaka Iiman dan LESBUMI PBNU tahun 2016.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *