Tips Mengisi Materi di Hadapan Anak-anak Usia MI/SD

gus rijal

Ngisi materi di hadapan anak-anak usia MI/SD itu:

1. Pilih satu tema. Sedikit saja poinnya. Sistematisasikan. Perbanyak penjelasannya.

2. Meminta kepada mereka mencatat poin-poin yang kita sampaikan. Ini salah satu langkah membuat mereka fokus.

3. Jangan hanya ceramah. Ini membosankan. Ajak mereka menonton tayangan audiovisual. Video pendek. Setelah itu ajak ngobrol tentang isi video tersebut.

4. Tanya nama beberapa anak. Jadikan mereka obyek percontohan bahasan. Misalnya, 1 anak namanya Ahmad. Jadikan dia bahasan contoh anak soleh atau santri pintar. Puji dia, lambungkan semangatnya. Jangan menjadikan dia sebagai obyek olok-olok, sebab akan meruntuhkan mentalnya. Perisakan/perundungan yang dilakukan seorang guru bakal menyebabkan kepercayaan dirinya hancur. Jadikan mereka sebagai obyek percontohan yang baik, yang optimistik. Jika kita bisa memuji dan membangkitkan semangat anak didik, lantas mengapa harus mencaci dan merisaknya?

5. Berbicara di depan anak, remaja, maupun orang dewasa harus menguasai teknik retorika sekaligus mengenali gestur/bahasa tubuhnya. Pendengar yang bosan tampak dari gesturnya. Demikian pula dengan pendengar yang tidak nyaman dengan materi yang kita sampaikan.

6. Anak-anak yang cuek dan tidak antusias, biasanya bukan karena tema materi yang membosankan, melainkan pada teknik penyampaian yang tidak tepat. Anak-anak yang melamun jangan dihardik, tapi disebut namanya agar merasa diperhatikan dan disayang. Anak yang kebanyakan polah tingkah, dari berbicara dengan temannya, berlarian, hingga berteriak-teriak, biasanya hanya cari perhatian.

7. Selalu tatap mata anak-anak. Kontak mata akan membuat mereka merasa diperhatikan. Ini akan membuat mereka fokus menyimak.

8. Selipkan humor dan cerita anekdotis yang dekat dengan keseharian mereka. Atur ritme cerita biar dramatis. Termasuk intonasi suara dan gestur saat berkisah. Jangan lupa, mengatur mimik wajah. Kapan harus mengatur urat muka saat marah, sedih, ceria, dan seterusnya.

9. Ambil cerita anekdotis yang sesuai dengan perkembangan pikiran mereka. Misalnya, saat kita menceritakan Rasulullah dan para sahabat, ambil contoh para sahabat cilik beliau. Bukan para sahabat senior/sepuh. Ini secara psikogis mendekatkan perasaan mereka dengan isi cerita. Imajinasi mereka akan bergerak lincah, sebab obyek cerita adalah anak anak kecil di sekitar Rasulullah. Misalnya, Sayyidina Hasan-Husein, Sayyidina Abdullah bin Abbas, Sayyidina Zaid bin Tsabit, Sayyidina Abdullah bin Umar, dst. Contoh lain, masa kecil Kiai Hasyim Asy’ari, Kiai Ahmad Dahlan, Tjokroaminoto, Sukarno, dan para tokoh bangsa lainnya.

10. Anak-anak punya daya memori kuat. Satu materi yang melekat biasanya bakal diingat sampai mereka dewasa. Tekankan cerita yang benar-benar faktual dan nyata. Kalau ingin membentuk karakteristik mereka sejak dini, maka perlu kita jelaskan sosok-sosok Mujahid dan Mujtahid. Biar imbang. Kisahkan heroisme pahlawan yang berjihad di medan laga, serta pejuang di dalam ranah keilmuan. Para ulama. Ilmuwan.

Sebab, sebagaimana kata Syekh Abdullah bin Bayyah, “Kita seringkali bercerita dan mengajar generasi muda kita tentang ‘sejarah peperangan’ dalam sejarah Islam. Mengapa tidak kita terangkan tentang 40 orang perwakilan yang Rasulullah kirim ke daerah lain untuk berdakwah dan mengajar manusia kebaikan, tanpa peperangan yang membinasakan?”

—-
Mengenalkan Aswaja Annahdliyyah di Student Camp SDI Adzdzikro Darus Shibyan, Krajan I, Desa/Kec. Jombang Kab. Jember.

Kamis, 8 Dzulqa’dah 1440 H/11 Juli 2019

Penulis: Gus Rijal Mumazziq Z, rektor INAIFAS Jember.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *