Teknologi Membawa Berkah atau Malapetaka bagi Sekolah?

Teknologi, Berkah atau Malapetaka bagi Sekolah?

Teknologi Membawa Berkah atau Malapetaka bagi Sekolah?

Era yang kata orang-orang serba canggih ini dengan kemudahan memperoleh informasi baik lokal sampai internasional dapat diakses secara cepat dengan teknologi salah satunya smartphone. Siapa yang tidak tahu alat tersebut, semua kalangan saat ini hampir memilikinya sebagai alat komunikasi pribadi. Zaman milenial seperti sekarang, orang-orang lebih banyak memainkan peran mereka melalui handphone baik untuk memenuhi tuntutan kerja, karier, bisnis, dan masih banyak lagi. Dengan para pelajar sendiri seperti mahasiswa semua kemudahan informasi tentang segala ilmu pengetahuan dapat mereka akses tanpa harus menunggu lama karena gudangnya ilmu dapat dicari melalui internet lewat handphone yang mereka punya. Lalu untuk pelajar sekolah dasar dan menengah apakah bisa mereka menggunakan handphone untuk kemudahan akses pengetahuan juga ?

Di Lembah Silicon, California, Amerika Serikat, siapa yang tidak mengenal kota tersebut, bahwa kota ini menjadi rumah teknologi karenahampir seluruh perusahaan teknologi papan atas yang memproduksi hampir semua teknologi dan gawai yang kita gunakan sehari-hari. Namun siapa menyangka, terdapat sebuah sekolah di jantung Silicon Valley yang melarang penggunaan teknologi.

Lembaga Pendidikan tersebut bernama Waldorf School. Salah satu sekolah di Los Altos, California, ini merupakan bagian total jumlah 160 dari seluruh gabungan sekolah Waldorf yang tersebar di Amerika Serikat.Padahal siswa Waldorf yang 75% adalah anak-anak dari orang tua yang bekerja di perusahaan teknologi ternama seperti Google, Apple, Yahoo, dan Hewlett-Packard. Sebuah produk unggulan dari teknologi tercanggih itu hampir dikuasai oleh para orang tua yang mempercayakan anaknya kepada Waldorf dengan berbanding terbalik kepada aktivitas orang tuanya yang banyak berinteraksi dengan alat teknologi. Tetapi keyakinan para orang tua siswa Waldorf sangat konsisten untuk menyekolahkan anak-anaknya dengan sistem pendidikan yang sama sekali tidak memperbolehkan anak menggunakan teknologi sedikit pun termasuk ponsel atau gawai.

Menariknya Sekolah Waldorf yang menampik penggunaan teknologi seperti ponsel dan lainnya, ini justru menjadi ciri khas dari sistem pendidikannya ketika sekolah lain yang sibuk berlomba-lomba dengan memasukkan teknologi ke dalam sekolah. Suasana pembelajaran yang seperti klasik dengan isi kelas yang tanpa sentuhan digital. Dinding kelasnya pun memakai kayu. Proses interaki siswa dengan pendidik menggunakan kapur dengan papan tulisnya, tidak disediakan buku elektronik, sebagai gantinya terdapat kumpulan buku-buku ensiklopedi. Siswa mencatat materi dengan buku tulis biasa dan pensil.

Teknologi Membawa Berkah atau Malapetaka bagi Sekolah?

Kegiatan rutin para murid yang dibebaskan untuk bermain di tanah lapang atau lahan bercocok tanam milik sekolah. Anak-anak dibiarkan bebas mengekspresikan diri mereka kepada benda-benda alami yang dikenalkan agar mereka mampu mengimajinasikannya sendiri. Pada dasarnya anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang besar, selalu memandang dengan kaca mata optimistis, ulet, kreatif, penuh cinta kasih, berdaya cipta, dan mudah beradaptasi. Hal ini menjadikan para pendidik Waldorf bahwa peran sekolah adalah untuk memelihara dan mengembangkan kualitas-kualitas tadi sehingga anak-anak itu dapat tumbuh sesuai kapasitasnya di masa depan.

Sistem pendidikan di Waldorf memang masih diperdebatkan, bagaimana bisa anak-anak dalam era yang serba canggih ini malah tidak boleh sama sekali mengenal teknologi. Akan tetapi Waldorf sangat konsisten dengan berpedoman pendidikan yang beran-benar ingin memanusiakan manusia. Dengan Asosiasi Sekolah Waldorf yang merujuk pada penelitian yng dilakukan oleh afiliasi sekolah ini yang mengungkapkan bahwa 94% murid lulusan SMA Waldorf di AS antara 1994 dan 2004 masuk ke lembaga bergengsi seperti Oberlin College, Ohio, AS; University of California, Berkeley, California, AS; dan Vassar College, New York, AS.

Perdebatan merambah pada subjektivitas pilihan orangtua, dan perbedaan pendapat atas dunia yang tunggal: keterlibatan. Pendukung sekolah berteknologi berpendapat bahwa komputer dapat menarik perhatian siswa. Pada kenyataannya, anak-anak yang dihentikan interaksinya dengan peralatan elektronik tidak akan “tune in” tanpa peralatan tadi.

Ann Fynn, direktur teknologi pendidikan di Asosiasi Dewan Sekolah Nasional, yang mewakili dewan sekolah seluruh negeri AS, menyatakan bahwa komputer penting. “Jika sekolah memiliki akses ke sebuah peralatan dan dapat mengusahakan keberadaan alat tersebut, namun tidak menggunakannya, mereka telah membohongi murid-murid.”

Para orang tua yang kontra dengan sistem Waldorf berpendapat bahwa anak-anak butuh mengenal komputer untuk bersaing di dunia modern. Pendapat itu disanggah orangtua murid Waldorf. Apa gunanya terburu-buru, sementara sangat mudah untuk memperoleh kemampuan itu? Begitu elak mereka.

Karena mereka yakin akan ada waktunya jika usia anak mereka telah cukup untuk mengenal alat itu, anak-anak akan dengan mudah menggunakannya tanpa perlu berfikir keras. Bahwasanya teknologi itu mempermudah. Tandas para orang tua yang sangat pro pada sistem yang ditawarkan Waldorf.

Kecepatan perkembangan teknologi yang sangat pesat ini sebagai lahirnya abad 21 yaitu suatu abad yang dimulai dari tahun 2001 sampai tahun 2100. Berbagi bidang  ekonomi, politik dan sosial budaya menjadi dampak kemajuan teknologi ini dengan menjadikan keterkaitan suatu negara dengan negara lain atau lebih dikenal dengan sebutan globlisasi. Jadi dampak tersebut membuat kita semakin mudah mengetahui informasi dari negara lain.

Dunia pendidikan dalam abad 21 pun tidak menghilangkan kata teknologi, perkembangan itu mengiringi setiap bidang yang salah satunya adalah bidang pendidikan. Keterkaitan abad 21 ini dengan pendidikan di Indonesia tidak lain adalah penggunaan teknologi untuk membantu guru dan siswa melakukan proses pembelajaran di sekolah.

Dengan begitu setiap sekolah membolehkan siswanya untuk mengakses handphone yang mereka punya atau tidak. Yang masih menjadi pertimbangan keraguan menggunakan handphone oleh siswa di sekolah Indonesia kerena lebih mengkhawatirkan dampak negatif handphone tersebut dari pada melihat sejuta manfaat yang ada pada handphone untuk membantu proses pembelajaran siswa.

Apa yang menjadi kemudahan oleh setiap individu saat ini harusnya dimiliki oleh siswa yang juga mengikuti pendidikan yang sudah tidak tradisional lagi. Seiring dengan perkembangan teknologi, pendidikan yang didalamnya ada pembelajaran oleh guru dan siswa itu pun memiliki hak sama terhadap kemudahan akses tanpa dibatasi ruang dan waktu.

Abad 21 dalam pendidikan itu sendiri apa yang menjadikan tuntutan dalam pembelajaran tidak dengan menghilangkan teknologi di dalamnya, jelas itulah yang menjadi tantangan oleh sekolah apakah teknologi dapat dinikmati untuk menghidangkan pembelajaran di era abad 21 ini masih pro dan kontra terhadap sekolah-sekolah di Indonesia.

Dapat dilihat banyak siswa-siswi dan para guru SMP dan SMA kini banyak yang membawa dan menggunakan handphone di sekolah. Bagi orang tua siswa sendiri bagaimana pendapat mereka ? Para orang tua perlu memonitor keberadaan anak-anak mereka di sekolah.

Teknologi Membawa Berkah atau Malapetaka bagi Sekolah?

Siswa juga perlu memberi kabar saat pelajaran di sekolah telah selesai kepada keluarga khususnya bagi siswa yang rumahnya cukup jauh dari sekolah karena minimnya akses kendaraan umum ke rumah mereka sehingga itu dirasa sangat penting penggunaan handphone oleh anak-anaknya di sekolah. Namun disisi lain, handphone dapat memengaruhi fokus siswa kepada urusannya sendiri tanpa memperhatikan guru yang sedang mengajar di kelas.

Handphone kini bukan barang mewah lagi, selain sebagai alat komunikasi, banyak hal baik untuk menambah ilmu yang bisa didapat melalui handphone oleh siswa dan seorang pendidik.

Banyak sekolah-sekolah yang telah membuat aturan tegas tentang larangan membawa handphone oleh siswa-siswinya, tidak sedikit siswa juga banyak yang mencari kesempatan diam-diam menyembunyikan ponsel yang meraka bawa, dan menggunakannya saat jam istirahat tiba.

Saat ada sidak yang dilakukan sekolah banyak siswa yang kedapatan telah melanggar aturan dan alhasil handphone mereka disita. Ada juga sekolah yang membebaskan siswa-siswinya tanpa aturan terikat sehingga sekolah terebut menjadi tidak terkontrol dan tidak displin, karena sekolah tidak memberikan peraturan yang tegas terlebih penggunaan handphone yang dilakukan seenaknya sendiri oleh siswa-siswinya, biasanya sekolah tersebut tergolong sekolah kurang maju.

Sebenarnya jika sekolah dapat menyelaraskan penggunaan handphone yang baik untuk membantu kelancaran kegiatan belajar, sekolah bisa memperbolehkan siswa-siswinya tetapi dengan aturan yang tegas boleh dibawa dan digunakan di sekolah hanya untuk yang terkait pembelajaran diluar dari konteks pelajaran siswa akan tahu sendiri konsekuensinya.

Mengapa sekolah perlu melarang jika di luar sekolah mereka menggunakan handphone. Ini hanyalah terkait tempat dimana siswa di rumah dan di sekolah. Sebenarnya sekolah yang membiarkan siswa-siswinya boleh menggunakan handphone ini juga bermanfaat bagi orang tua karena dalam sekolah pasti akan diberikan edukasi bagaimana cara menggunakan handphone yang baik, dan orang tua pasti akan senang jika anak-anak mereka dibekali pengetahuan tentang memanfaatkan ponsel.

Tidak sedikit juga sekarang orang tua yang tidak mempunyai handphone, milenial juga berlaku untuk mereka para orang tua siswa. Tidak dapat dilepaskan penggunaan teknologi handphone saat ini. Kemudahan ini haruslah dimanfaatkan oleh bidang pendidikan untuk lebih menjadikan pembelajaran yang lebih ramah teknologi namun tetap menyeimbangkan norma-norma dalam kehidupan.

Pendidikan perlu memberikan sosialisasi kepada pendidik, siswa dan tentunya juga orang tua agar peran teknologi dalam pendidikan dapat menjadikan siswa-siswinya menjadi lebih berprestasi. Edukasi teknologi penggunaan handphone juga lebih baik karena tiap siswa lebih efektif menggunakannya secara praktis dibanding dengan menggunakan laptop dan sebagainya karena tentunya mereka pasti memiliki android pada handphone yang sudah cukup mendukung pembelajaran dibanding laptop yang harganya relatif mahal.

Peran teknologi ini apakah perlu dihindari dalam penyertaannya dalam pendidikan? Apakah sekolah di Indonesia juga akan menerapkan sistem yang sama seperti Sekolah Waldorf? Pada dasarnya tiap sekolah bebas memberikan peraturan untuk murid-muridnya, jikalau boleh menghandirkan pendidikan yang berbasis teknologi sekolah juga harus bertanggung jawab untuk memanfaatkan teknologi sebagai kemajuan bersama.

Efektif bukan jika pembelajaran saat ini sekolah dapat memberlakukannya? Tidak perlu khawatir akan terjadi penyelewengan jika sekolah memberikan aturan yang konsisten, dan membekali mereka dengan diberikan pelatihan terlebih dahulu. Agar nantinya handphone yang mereka bawa ke sekolah steril dan hanya berisi aplikasi tertentu yang diperbolehkan oleh sekolah mereka gunakan.

Kemudahan tersebut akan berguna juga oleh pendidik. Pembelajaran tidak selalu dipantau dengan pendampingan guru di kelas, tetapi akan lebih efisien jika guru tidak dapat hadir di kelas, pembelajaran bisa dilakukan melalui handphone.

Demikian Teknologi Membawa Berkah atau Malapetaka bagi Sekolah? Semoga bermanfaat.

Penulis: Mellisa Adhis Ramandhani, Mahasiswa jurusan kurikulum dan teknologi pendidikan Universitas Negeri Semarang.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *